SOLOPOS.COM - Dua pengepul menata telur bebek di boks telur berkapasitas 30 butir di teras rumah, Mulyadi, 65, di Dukuh Nusupan RT 015, Desa Celep, Kedawung, Sragen, Senin (13/2/2017). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Dukuh Nusupan dijuluki kampung bebek Sragen karena mayoritas warganya hidup dari usaha ternak itik petelur.

Solopos.com, SRAGEN — Suara bebek terdengar nyaring di belakang rumah Suparno, 45, di Dukuh Nusupan RT 015, Desa Celep, Kecamatan Kedawung, Sragen, Senin (13/2/2017). Suara ramai itu dari kandang berukuran 7 meter x 12 meter.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kandang berdinding bambu itu disekat pagar bambu setinggi 50 sentimeter dan di dalamnya dilengkapi fasilitas sungai buatan yang mengalir sepanjang hari. Tumpukan jerami kering berserakan di cekungan tanah di pinggir dinding.

Di tempat itulah para itik itu mengeluarkan telur-telur berwarna biru muda kehijauan. “Pagi ini, hanya bertelur sedikit karena cuaca dingin. Paling hanya 70% bebek yang bertelur,” ujar Suparno sembari menata telur-telur itu pada bak telur.

Ekspedisi Mudik 2024

Suparno yang juga Ketua Kelompok Peternak Jaya Mulya hanya memiliki 300 ekor bebek. Kelompok itu beranggotakan 25 peternak. Selain kelompok itu masih ada satu kelompok lagi, yakni Kelompok Peternak Rejeki Agung yang beranggotakan 27 orang.

Setiap peternak di Nusupan itu memiliki bebek 300-2.000 ekor per orang. Kendati berbeda kelompok mereka masih dalam lingkup RT 015 yang kebetulan Suparno sebagai Ketua RT-nya.

Suparno menyebut dari 65 keluarga, 52 keluarga di antaranya atau 80% menjadi peternak bebek. Atas dasar itulah, Dukuh Nusupan dikenal sebagai Kampung Bebek. Kampung itu sudah dikenal sampai ke luar Sragen, seperti Ngawi, Sukoharjo, Karanganyar, dan sekitarnya.

Puluhan peternak itu tidak memelihara itik sejak usia nol tetapi mulai memelihara bebek sejak siap bertelur. “Kami beli bebek usia 5-6 bulan yang siap bertelur. Ada warga Nusupan ini yang sudah hafal kondisi bebek yang siap bertelur atau belum. Kami membeli pun pilih-pilih tidak asal beli. Biasanya kami beli dari peternak di Sukoharjo, Karangpandan, Ngawi, dan Sragen Kota. Kalau membudiayakan bebek sejak usia nol ya repot dan tidak ada tenaganya,” ujar Suparno saat berbincang dengan Solopos.com.

Bebek-bebek itu bisa bertelur sepanjang hari selama 8-10 bulan. Para peternak hanya cukup memberi makan campuran bekatul dengan konsentrat di kandang. Mereka tidak perlu menggembala itik ke sawah. Biasanya pada musim panen padi harga bekatul murah tetapi harga telur bebek melejit.

Namun, pada musim panen tahun ini, harga telur bebek anjlok. Suparno menyebut biasanya telur itik bisa laku Rp1.700-Rp1.800 per butir sekarang anjlok menjadi Rp1.300 per butir. Suparno tak mengetahui penyebab anjloknya harga telur itu. Bagi Suparno untung mepet tidak masalah yang penting masih ada bakul yang datang membeli telur-telur bebek dua kali dalam sepekan.

“Dulu peternak di Nusupan ini sempat hancur saat ada serengan virus bebek. Virus itu menyerang seperti flu burung. Sejak peristiwa itu, kami sudah antisipasi dini dengan memberi vaksin kepada setiap bebek yang baru datang. Harga vaksinnya Rp350.000 untuk 1.000 ekor,” tambahnya.

Mantan Wali Kota Solo Slamet Suryanto pun sempat ikut menjadi peternak bebek di Nusupan pada 2-3 tahun lalu dengan menyewa lahan. Kini, orang Solo itu tidak lagi menyewa karena lahan itu dikelola pemiliknya untuk memelihara bebek sampai 2.000 ekor.

Beternak bebek memang menjanjikan. Selain diambil telurnya, peternak juga bisa menjual bebek potong bagi yang sudah afkir atau tidak bertelur lagi. Setiap kelompok memiliki pengepul sendiri-sendiri.

Di Kelompok Peternak Rejeki Agung, telur bebek dari para peternak ditampung pengepul yang menempati rumah Mulyadi. Kebetulan bakul biasa mengambil telur sampai 10.000 butir setiap Senin dan Selasa. Di teras rumah Mulyadi terlihat ada dua perempuan yang mengemas telur-telur bebek dalam boks berkapasitas 400 butir. Mereka adalah Sarni, 37, dan Nur, 35.

“Sudah ada 16 peternak dari 27 peternak yang setor ke pengepul. Biasanya kami sudah dititipi uang oleh bakul untuk membayar sementara. Kekurangannya saat bakul tiba. Harga di pengepul sini sampai Rp1.450 per butir biasanya sampai Rp1.850 per butir. Anjloknya harga telur itu disebabkan serbuan telur dari Jawa Timur,” kata Sarni.

Dengan harga rendah itu, Sarni bisa untung bila produktivitas telur bisa mencapai 70% ke atas. Bila produksi telurnya hanya 60% ke bawah, Sarni mengatakan hanya bisa sambatan atau impas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya