SOLOPOS.COM - Rini Yustiningsih (Istimewa/Dokumen pribadi).

Nurkholis bersuara lirih saat menceritakan pengalaman tak mengenakkan yang pernah dia alami. Bocah sekolah kejuruan itu terbata-bata saat bercerita. Sesekali dia membetulkan letak kaca matanya. Kisah tak mengenakkan itu dia alami saat duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP). Dia mendapat perlakuan tak mengenakkan karena dianggap berbeda dengan teman-temannya.

”Saya anak pendiam. Ada beberapa kelompok teman SMP yang suka mengejek saya. Suatu hari ketika pulang sekolah, saya ditarik ke tempat sepi, saya dipukul. Lalu diminta meminta maaf kepada mereka. Padahal, saya tidak tahu saya salah apa. Jika menolak saya akan dipukuli lagi. Akhirnya saya meminta maaf sama [kepada] mereka,” kisah Kholis kepada teman-temannya.

Promosi Enjoy the Game, Garuda! Australia Bisa Dilewati

Ia menceritakan pengalaman itu dalam Workshop Literasi Keberagaman yang digelar Solopos Institute pekan lalu. Kejadian empat tahun lalu itu bagi Kholis masih sangat membekas. Setiap berpapasan dengan sekelompok orang ada perasaan waswas dan khawatir. Dia takut akan diperlakukan sama. Diancam, dipukuli, dan diminta tutup mulut. Icha juga berkisah yang tak jauh beda. Dia diejek sewaktu masih duduk di bangku sekolah dasar (SD). Saat itu sahabatnya sendiri yang memberi julukan tak mengenakkan buatnya. Dia diejek karena postur tubuhnya.

”Waktu SD saya ini kan gemuk dan hitam. Yang bikin saya kecewa, justru sahabat saya yang menjuluki dan memanggil saya dengan sebutan ’gajah’ sehingga teman-teman SD yang lain ikut-ikutan memanggil saya ’gajah’. Perasaan saya hancur dan sangat sakit hati. Masak saya dipanggil dengan nama binatang.  Sejak saat itu saya tidak mau bertemu teman-teman SD,” cerita Icha.

Kedua bocah itu tidak sendiri. Dalam wWrkshop Literasi Keberagaman yang digelar di tiga sekolah menengah atas di Kota Solo, Kabupaten Sukoharjo, dan Kabupaten Karanganyar itu mengemuka cerita-cerita tak mengenakkan yang pernah mereka alamai.

Ada 12 anak yang bercerita pernah mengalami perundungan saat duduk di SD dan SMP. Tak hanya perundungan verbal seperti yang dialami Icha. Ada pula perundungan berupa fisik, seperti yang dialami Kholis. Alasan yang melatari perundungan itu terjadi beragam bahkan boleh dibilang tak masuk akal.

Anak pendiam, dianggap punya penampilan fisik berbeda, dianggap lain daripada yang lain, dianggap terlalu gemuk, terlalu kurus, bahkan ada anak yang diejek dan mendapat perlakuan tak mengenakkan serta dijauhi teman-temannya karena dinilai terlalu pintar. Ada pula anak yang dirundung karena dia punya darah keturunan Belanda.

”Teman-teman ada yang memanggil saya ’kompeni’, ’penjajah’, dan lainnya. Kan kebangeten banget itu,” tutur salah seorang peserta yang menceritakan kondisi sahabatnya yang punya darah bule itu.

Apakah mereka yang mendapat perundungan pernah melawan? Ada yang memilih bersuara namun ada pula yang memilih menutupnya rapat-rapat. Icha yang mendapat julukan tak enak dari sahabatnya pernah protes kepada sahabatnya itu.

”Saat saya memprotes dia, dia bilang saya ini orang baperan. Padahal, saya benar-benar sakit hati. Habis itu, sudahlah, saya tak mau berkomunikasi lagi dengan dia,” kata Icha. Lain lagi dengan Kholis. Dia memilih tutup mulut tak menceritakan kepada siapa pun bahkan orang tuanya mengenai kejadian itu.

”Saya diancam, makanya saya diam. Baru sekarang [saat duduk di bangku SMK] saya berani bercerita,” kata Kholis. Workshop Literasi Keberagaman merupakan bagian dari program Literasi Keberagaman yang digarap Solopos Institute menggunakan metode/pendekatan jurnalisme.

Elemen-elemen Jurnalisme

Sasaran program ini yakni siswa-siswi SMA/SMK di Soloaya. Dalam program ini mereka diajak menghargai keberagaman dan menghormati perbedaan. Mereka juga dilibatkan dalam kampanye menjunjung dan menghargai keberagaman lewat produk-produk jurnalistik yang dibuat mereka sendiri.

Prinsip-prinsip jurnalistik yang disuarakan Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dalam buku The Elements of Journalism, What Newspeople Should Know and the Public Should Expect atau yang disarikan Ethical Journalism Network maupun yang tercantum dalam 11 Kode Etik Jurnalistik sangat relevan untuk membangun kesadaran bahwa beragam itu indah, damai itu menyenangkan.

Jika disarikan, prinsip jurnalistik itu meliputi akurasi, independensi, keadilan, tanggung jawab, dan kemanusiaan. Memandang seseorang dengan sama, tanpa membedakan suku, agama, ras, dan sebagainya.  Melihat suatu peristiwa/fenomena/fakta dari berbagai sudut pandang (balance/berimbang/cover all side) untuk mendapatkan gambaran utuh dan objektif.

Membangun kesadaran kolektif menghormati perbedaan dan saling bertanggung jawab. Di salah satu sesi workshop, peserta diajak membuat Sungai Kehidupan (river of life). Sebuah alat visual yang berisi babak demi babak atau peristiwa demi peristiwa kehidupan.

Mereka diminta mengisahkan perjalanan hidup seseorang, tentang kondisi masa lalu, apa yang dialami masa kini dan rencana hidup pada masa depan. Tujuannya adalah agar peserta saling mengenal lebih dekat satu sama lain.

Di sesi inilah cerita-cerita pahit yang pernah mereka alami terungkap. Beberapa peserta tak kuasa meneteskan air mata. Meski kejadian itu dialami bertahun-tahun lalu, beberapa korban perundungan masih dihantui masa lalu yang tak mengenakkan itu. Mereka ada yang masih trauma, khawatir, waswas, dan bahkan menyimpan dendam.

Meski butuh waktu tak singkat, salah satu metode untuk mengobati luka hati itu yakni dengan menulis. Psikolog sosial dari University of Texas Amerika Serikat, James Pennebaker, menyebut menulis mampu menjaga kesehatan mental.

Menulis membuat lega perasaan. Menuliskan pengalaman buruk menjadikan hati lebih tenang dan lapang, memaafkan diri sendiri maupun orang yang telah menyakiti. Mereka menuliskan pengalaman buruk mereka disertai harapan perundungan yang mereka alami tak berulang dan tak dialami anak-anak lainnya. Lukanya bisa membekas lama…

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya