SOLOPOS.COM - Shella, 25, salah satu pedagang pakaian bekas impor yang mengikuti pameran Safe Festival di Sport Hall Terminal Tirtonadi Solo, Selasa (14/12/2021). (Solopos/Chelin Indra Sushmita)

Solopos.com, SOLO – Pasar baju bekas impor (thrift) di Kota Solo, Jawa Tengah, mulai jadi primadona selama tiga tahun terakhir. Bahkan setahun belakangan ini peminat awual-awul tersebut semakin banyak.

Sejumlah pameran thrift pun digelar di berbagai lokasi di Kota Solo. Berdasarkan pantauan Solopos.com selama sepekan terakhir, aneka pameran yang diisi bakul baju bekas impor itu selalu ramai dikunjungi.

Promosi Jaga Keandalan Transaksi Nasabah, BRI Raih ISO 2230:2019 BCMS

Baca juga: Awul-Awul Solo Makin Gaul, Kini Bahkan Diburu Cah Milenial

Diburu Anak Muda 

Shella, salah satu pedagang baju bekas impor mengatakan, kebanyakan pelanggannya adalah anak-anak muda. Wanita berusia 25 tahun itu mengaku baju bekas itu telah menjadi bagian dari gaya hidup kaum milenial.

“Baju yang saya pakai ini dari atas sampai bawah thrifting. Enggak ada masalah juga make baju bekas gini, malah belakangan naik kelas,” katanya saat berbincang dengan Solopos.com, Selasa (13/12/2021), di lapaknya yang berada di pameran Safe Festival di Sport Hall Terminal Tirtonadi.

Baca juga: Setengah Abad Pasar Awul-Awul Gilingan Solo Bertahan dan Diburu Warga

Wanita muda itu mengaku baru setahun terakhir terjun dalam bisnis pakaian bekas bekas impor. Dia belajar dari ibunya yang sudah lama berjualan awul-awul di Pasar Klithikan Notoharjo.

Bagi Shella yang baru memulai usaha berjualan awul-awul impor, mengeluarkan modal besar adalah keharusan. Dia melihat peluang besar dari komoditas tersebut.

“Modalnya besar memang, tapi untungnya lumayan juga. Kalau yang masih ada mereknya dan kondisinya bagus bisa laku mahal. Hampir enggak ada risikonya. Paling kesulitannya jual barang kaki [kualitas buruk karena cacat], akhirnya diobral murah,” sambung Shella.

Baca juga: Akhirnya! Jembatan Jonasan Solo Dibuka Kembali

Ilegal 

Ketenaran baju bekas impor tersebut bukan hal baru di pasar fashion Indonesia. Selama ini pemerintah bahkan mengalami kesulitan memberantas peredaran barang tersebut. Pemerintah telah melarang perdagangan baju bekas impor dalam Permendag Nomor 51 tahun 2015.

Pada 2016 lalu Pemerintah Kota (Pemkot) Solo sempat kewalahan menangkal penjualan pakaian bekas impor yang dikategorikan sebagai barang ilegal. Bahkan sampai saat ini peredaran pakaian bekas dari luar negeri masih menjadi salah satu permasalahan yang mencekik industri pakaian jadi di Tanah Air.

Baca juga: Mbah Sri Salami, Penjual Baju Bekas di Gemblegan Solo Sejak 1968

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, impor pakaian sepanjang Januari-Oktober 2021 mencapai 58,1 ton dengan nilai total US$517,2 juta atau Rp7,34 triliun. Mayoritas pakaian tersebut diimpor dari China. Data ini menunjukkan kenaikan impor pakaian jadi baik dari sisi volume maupun nilai dibandingkan periode yang sama pada 2020.

Dalam peraturan terbaru, pemerintah mengenakan besa masuk tindakan pengamanan (BMTP) terhadap baju bekas impor dan aksesoris mulai 12 November 2021 hingga tiga tahun ke depan. Dengan demikian bukan tidak mungkin harga baju bekas impor menjadi lebih mahal.

Baca juga: Kisah Harsoyo Tukang Kliping Legend di Solo, Eksis Sejak 1984

Akan tetapi berdasarkan pantauan di lapangan, harga baju bekas impor itu masih dianggap ramah di kantong. Bahkan tak sedikit orang yang berburu baju bekas impor karena menilai kualitasnya lebih baik dari produk lokal. Demikian juga dengan nilai yang ditawarkan baju bekas impor bermerek yang bisa meningkatkan prestise si pemakai.

“Yang penting mereknya tidak rusak dan hilang, maka baju bekas impor ini masih tetap laku,” kata Dwi , 38, pedagang baju thrift lainnya.

Pro dan Kontra

Sampai saat ini jual beli baju bekas impor itu masih menuai pro dan kontra. Anggota Hipmi Solo, NR Kurnia Sari, mengkritik maraknya pameran thrifting. Menurutnya, baju bekas itu adalah sampah dari luar negeri.

“Sampah yang kesulitan dibuang dan didaur ulang malah diimpor dan dipakai lagi. Kita tidak tahu seperti apa kebersihan baju-baju atau pakaian itu untuk kesehatan. Apalagi di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang melanda sekarang ini,” sambungnya.

Baca juga: Pengusaha Cantik Ini Kritik Pameran Awul-Awul di Tirtonadi Solo

Mantan anggota Komisi III DPRD Solo periode 2014-2019 itu merasa prihatin pameran barang bekas impor atau awul-awul justru difasilitasi Terminal Tirtonadi Solo. Ia berharap Komisi II DPRD Solo sekarang ini ikut memantau dan mengendalikan kegiatan masyarakat Solo.



“Aku ndak ada masalah dengan keberadaan pasar barang atau pakaian bekas. Tapi ini event atau pameran. Di situ yang aku ndak setuju. Sebab yang diperkenalkan produk baju bekas dari luar. Apalagi jadi tren budaya kalangan anak-anak muda,” urainya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya