SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Dengan nama Jogjavanesia, Indri mulai membidik pasar produk tas berbahan baku serat alam yakni agel

Harianjogja.com, JOGJA-Usaha kerajinan serat alam yang dirintis sang ibu sejak 1974 di Desa Salamrejo, Kecamatan Sentolo, Kulonprogo, membuat Indri Widiyanti, 32, ingin menghasilkan sebuah inovasi produk yang lebih modis dan trendi.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Melalui kerajinan yang dilabeli dengan nama Jogjavanesia, Indri mulai membidik pasar produk tas berbahan baku serat alam yakni agel. Jika sebelumnya kebanyakan produk ini dikerjakan dan didesain dengan tampilan yang sederhana, Indri mencoba bermain dengan berbagai pernak-pernik. Mulai dari aneka manik-manik, kulit hingga kolaborasi batik.

“Saya memulai usaha ini tahun 2010 dengan mencoba memberikan berbagai pernak-pernik dan juga dikolaborasikan dengan batik serta kain-kain nusantara,” ujar Indri kepada Harian Jogja, Jumat (17/11/2017).

Indri mengungkapkan, inovasi yang mencoba dihadirkan itu ternyata mampu menarik konsumen dalam negeri. Melalui pemasaran secara online, dari pasar lokal, produk tas anyaman agel buatannya mulai dilirik konsumen dari berbagai negara.

Saat ini, kata Indri, beberapa pasar mancanegara menjadi pelanggan rutin produk kerajinan tas serat alam buatannya. Di antaranya Australia, Singapura hingga Korea Selatan. Setiap pasar tersebut, kata dia, memiliki karakteristik produk yang berebda.

“Seperti pelanggan saya dari Korea. Kebanyakan mereka suka dengan tas yang dikolaborasikan dengan batik-batik lawasan. Saya juga memasarkan ke pasar Amerika dan Eropa, hanya saja kebanyakan model yang dipilih kedua pasar ini yang simpel-simpel dengan tidak banyak ornamen,” ungkap Indri.

Kendati sejumlah negara telah menjadi pelanggan produk tas miliknya, namun pasar lokal masih menjadi segmen yang dibidik perempuan asal Kulonprogo ini. Indri mengaku beberapa toko oleh-oleh dan kerajinan di Jogja telah memajang berbagai produk tas buatan Jogjavanesia.

Harga jual produknya rerata dibanderol mulai dari Rp200.000 sampai Rp500.000. Setiap tiga bulan, produksi tas kerajinan agel dapat membuat 1.500 buah untuk jenis anyaman, sedangkan untuk tas tenun atau bagor setiap dua minggu dapat memproduksi sekitar 200 buah.

“Selama ini ada beberapa toko kerajinan atau oleh-oleh yang kulakan dari saya. Tapi saya tidak ingin produk saya masuk ke Pasar Beringharjo, karena pasti harganya akan sangat jatuh,” imbuh Indri.

Diakui Indri bahan baku serat alam yang digunakan untuk produk tas anyaman dan tenun miliknya semakin sulit diperoleh. Daerah tempat tinggalnya yang dulu banyak ditumbuhi pohon gebang atau pohon agel yang menjadi bahan baku kerajinan tersebut semakin sedikit populasinya.

Bahkan, hampir tidak lagi dapat ditemui, sehingga untuk memenuhi kebutuhan pesanan produk, bahan baku itupun harus didatangkan dari luar DIY, seperti dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Selain persoalan bahan baku, Indri mengaku tenaga kerja atau perajin juga semakin sulit ditemui.

“Karena di tempat tinggal saya mau dibangun kawasan industri. Mulai banyak pabrik, sehingga membuat banyak warga beralih bekerja sebagai buruh,” ungkap Indri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya