SOLOPOS.COM - Penjual kembang api, Suparni (kanan), melayani pembeli di kios miliknya di depan Pasar Nusukan, Jl. Kapten Piere Tendean, Solo, Selasa (13/6/2017). (M. Ferri Setiawan/JIBI/Solopos)

Sejak empat tahun terakhir pedagang mengaku penjualannya menurun drastis secara bertahap. 

Solopos.com, SOLO–Puluhan mobil terjebak macet di sepanjang Jl. Kapten Piere Tendean, Nusukan, Banjarsari, Solo, Selasa (13/6/2017) petang. Di depan Pasar Nusukan, puluhan kendaraan bermotor melaju merayap di bawah rintik hujan. Puluhan pedagang kaki lima (PKL) mulai menggelar lapak dan tenda menyambut datangnya malam.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Tepat di depan pasar, di sebuah kios, Suparni duduk termangu sembari melihat kendaraan bermotor yang melaju pelan. Di sampingnya, berjajar 20 jenis kembang api seperti air mancur, roket, pinwheels, repater, dan lain-lain.

Ekspedisi Mudik 2024

Puluhan kembang api yang ia jajakan itu belum terjamah pembeli sedari siang. “Dulu enggak sepi seperti ini. Waktu-waktu seperti ini pasti dagangan saya sudah dikerubuti pembeli,” kata dia saat berbincang dengan Solopos.com di kiosnya, di Jl. Kapten Piere Tendean, Nusukan RT 009/RW 011, Banjarsari, Solo.

Dia mengenang, empat tahun lalu, sehari sekali dia bisa kulak berbagai jenis kembang api. Namun kini dalam sepekan, dia mengaku hanya kulak dua kali. Riuh suara anak kecil yang merengek meminta orang tuanya untuk dibelikan kembang api tak lagi terdengar. Padahal untuk sekali kulak, dia harus merogoh kocek senilai Rp15 juta yang berisi 20 jenis kembang api.

“Harganya bervariasi tergantung ukuran dan jenisnya. Jenis kembang api yang paling murah Rp2.000 per biji. Kalau yang paling mahal Rp30.000 per biji. Dulu di daerah Pasar Nusukan ini banyak sekali yang jual kembang api. Sekarang hanya saya. Enggak ada yang lain,” kata dia.

Bunga Tabur

Perempuan yang sehari-hari berjualan bunga tabur ini tidak mengetahui secara pasti penyebab jumlah pembeli turun. Yang dia tahu, sejak empat tahun terakhir, wanita yang berjualan kembang api setiap Ramadan ini, mengaku penjualannya menurun drastis secara bertahap.

Hal yang sama juga dirasakan pedagang kembang api di kawasan Purwosari, Agung Wibowo. Dalam sehari, penjualan kembang api di lapaknya bisa dihitung dengan jari. Berbeda dengan sebelum 2014, puluhan kembang api laku dalam sehari.

“Duku tiap pekan bisa kulak sampai dua kali. Sekarang, saat pertengahan Ramadan, baru kulak dua kali,” kata dia.

Agung menjajakan 50 jenis kembang api dengan harga mulai Rp2.000/biji sampai Rp200.000/biji. “Kalau barangnya emggak laku, ya, dijual lagi tahun depan. Tips supaya kembang api enggak melempem, kembang api saya bungkus dengan kardus dan dibalut kertas koran. Itu sudah pasti enggak melempem,” tambah dia.

Agung mengatakan hanya berjualan kembang api selama Ramadan. “Tahun baru juga jualan, tapi cuma tiga hari sebelum Tahun Baru,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya