SOLOPOS.COM - Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih Sandiaga Uno (kiri) dan Angelina Sondakh (kanan) bersiap untuk bersaksi dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan alkes RS Khusus Pendidikan Kedokteran di Universitas Udayana dan Wisma Atlet Palembang. (JBI/Solopos/Antara/Akbar Nugroho Gumay)

Dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Sandiaga Uno mengaku tak tahu korusi di PT DGI selama jadi komisaris.

Solopos.com, JAKARTA — Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih Sandiaga Uno mengaku tidak hafal anggaran dasar PT Duta Graha Indah (DGI), perusahaan tempat dia menjabat sebagai komisaris pada 2007-2015.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Dalam Berita Acara Pemeriksaan [BAP] No 15, ada akta keputusan rapat dijelaskan mengenai tugas dan kewenangan direksi salah satunya bertanggung jawab sesuai maksud dan tujuan perseroan, wajib beritikad baik untuk menegakkan anggaran dasar PT DGI. Apakah di anggaran dasar dimungkinkan untuk memberikan fee dalam satu proyek?” tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK Kresno Anto Wibowo dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (30/8/2017).

“Dalam kapasitas saya, yang saya juga tidak pasti mengenai hukum, saya tidak tahu. Saya tidak hafal anggaran dasar PT DGI,” jawab Sandiaga.

Sandiaga bersaksi untuk terdakwa mantan Direktur Utama PT DGI Dudung Purwadi yang didakwa telah menguntungkan PT DGI sebesar Rp67,496 miliar dari dua proyek. Keduanya adalah pembangunan RS khusus infeksi dan pariwisata Universitas Udayana tahun anggaran 2009 sebesar Rp6,78 miliar dan 2010 sebesar Rp17,998 miliar, serta Wisma Atlet dan gedung serba guna Sumatera Selatan 2010-2011 senilai Rp42,717 miliar.

“Apakah saat menjadi komisaris ada kebiasaan PT DGI untuk memberikan ‘fee’ kepada pihak lain?” tanya jaksa Kresno.
“Saya sama sekali tidak diberi tahu atau mengetahui praktik tersebut,” jawab Sandiaga.

Dalam dakwaan disebutkan bahwa PT DGI memberikan fee 15 persen dari nilai kontrak proyek-proyek yang ia tangani berdasarkan kesepakatan dengan Anugerah Group milik Nazaruddin. Pada proyek pertama, disepakati pekerjaan pembangunan RS pendidikan khusus penyakit infeksi dan pariwisata di Universitas Udayana.

Direktur Utama PT DGI saat itu, Dudung Purwadi, menyetujui pemberian fee kepada anak-anak perusahaan Permai Grup dengan rincian PT Anak Negeri sebesar Rp1,183 miliar, PT Anugerah Nusantara Rp2,681 miliar, dan Grup Permai sebesar Rp5,4 miliar. Pemberian fee itu dilakukan dengan cara seolah-olah ada subkon pekerjaan atau pembayaran pembelian material oleh PT DGI.

Sedangkan pada 2010, PT DGI juga mendapatkan pekerjaan lanjutan tahap II dan PT DGI membayar Rp1,016 miliar atas nama PT Bina Bangun Abadi yang diserahkan oleh El Idris kepada bagian keuangan grup Permai Yulianis.

Pada proyek kedua, PT DGI sebagai pelaksana pekerjaan proyek pembangunan Wisma Atlit dan gedung serbaguna provinsi Sumatera Selatan tahun 2010-2011. PT DGI pun memberikan fee kepada Nazaruddin berjumlah Rp4,675 miliar yang dibayarkan melalui PT Bina Bangun Abadi dan PT Hastatunggal Persadabhakti. Sesmenpora Wafid Muharam mendapatkan Rp3,2 miliar yang diserahkan El Idris dan Mindo ke Wafid di kantor Kemenpora.

“Dalam BAP No 11 disebut direksi tidak pernah mendapat persetujuan komisaris dan RUPS [Rapat Umum Pemegang Saham] untuk melakukan cara-cara melanggar hukum untuk mendapat proyek itu, apa cara melawan hukum?” tanya jaksa Kresno.

“Pokoknya yang berkaitan good corporate governance, code of conduct, transparansi itu satu kesatuan, pasti dilarang PT DGI melakukan cara melanggar hukum,” jawab Sandiaga.

Selama menjabat sebagai komisaris, Sandiaga mengaku hanya mengetahui bahwa PT DGI melakukan proyek-proyek konstruksi secara umum baik dari pemerintah maupun swasta. “Jadi dalam rapat komisaris selalu dibagi tiga, bahwa saya diberikan kewenangan untuk memberikan pemahaman kepada dewan komisaris mengenai keadaan makro ekonomi, tren pasar modal sementara untuk pengawasan sudah ditunjuk,” ungkap Sandiaga.

Dalam rapat komisaris setiap tiga bulan sekali Sandiaga mengaku hanya membicarakan soal ekonmi makro. “Saya diminta bicara soal suasana ekonomi makro, bagaimana tahun depan pasar modal, situasi perdagangan, setelah itu antisipasi perusahaan setelah pembicaraan ekonomi makro serta bicara kinerja perusahaan tapi kinerja perusahaan dipaparkan secara global,” kata Sandiaga.

“Apakah dalam rapat tersebut market PT DGI sendiri tadi diberikan list proyek ini loh?” tanya jaksa Roy.

“Tidak spesifik, hanya dijelaskan ini proyek tahunan, ini proyek infrastruktur, ini proyek gedung dan lebih ke arah angka-angka. PT DGI adalah salah satu perusahaan konstruksi yang kuat makanya bisa masuk bursa karena punya kapitalisasi kuat,” jawab Sandiaga.

Dudung didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan PT DGI juga sudah ditetapkan sebagai tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam Pekerjaan Pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana tahun anggaran 2009-2010 yang dilakukan tersangka PT Duta Graha Indah Tb yang telah berubah menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE) Tbk berdasarkan surat perintah penyidikan Nomor Sprin.Dik-52/01/07/2017 tanggal 5 Juli 2017 dengan sangkaan yang sama dengan Dudung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya