SOLOPOS.COM - Stan jajanan China dalam pesta jajanan tiga etnis yang menjadi bagian kirab budaya Jarwana, Sabtu (17/9/2022). (Solopos.com/Ayu Prawitasari)

Solopos.com, SOLO—Pakaian adat Banjar merah muda dengan kerudung warna senada membalut tubuh Mimin Aminah, 58, Sabtu (17/9/2022) pagi. Tangannya dengan cekatan meminta kupon peserta Kirab Budaya Jarwarna yang mendatangi stannya untuk ditukar dengan makanan khas Banjar, sebuah kota di Provinsi Kalimantan Selatan, tempat ayah-ibu dan leluhurnya berasal.

Di dekatnya, di stan khusus jajanan China, seorang laki-laki paruh baya, Yuli Setiawan, dengan pakaian Cheongsam lengkap bertopi kepang, sama sibuknya. Membagi-bagikan kue tradisional China kepada warga. Ada kue ku, kue mangkok, bakpau, bacang, dan masih banyak lagi yang lain. Di pesta jajanan yang menjadi bagian dari Kirab Budaya Jarwana itu warga tak perlu khawatir menikmati bacang karena meski di negeri asalnya isian bacang adalah daging babi, di Indonesia isiannya menjadi irisan ayam.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Keduanya tenggelam di antara lautan manusia. Empat stan berdiri di Jl. Gatot Subroto, dekat Kampung Permata, pagi itu. Stan bubur samin, stan khusus jajanan Banjar, stan khusus jajanan Jawa, dan terakhir stan khusus jajanan China berjajar rapi dengan banner keterangan di bagian depan. Dari situlah nama kirab Budaya Jarwana (Banjar, Jawa, dan China) lahir.

Kirab Budaya Jarwana dan pesta jajanan tiga etnisnya hanya ada di Kelurahan Jayengan, Kecamatan Serengan. Kirab itu merefleksikan wajah warga di sana. Jayengan termasuk wilayah perkotaan dengan banyaknya resto dan pusat jajanan khas Kota Bengawan, salah satunya serabi Notosuman, yang terkenal di Indonesia.

Ekspedisi Mudik 2024

Baca Juga: Kisah-Kisah Baik yang Harus Berumur Panjang

Etnis Banjar, Jawa, dan China hampir sama banyaknya di Jayengan. Kerja keras mereka dalam menjaga kerukunan antaretnis bertahun-tahun lamanya terlihat dari bagaimana riuhnya perayaan Kirab Budaya Jarwana pada hari itu.

Setelah absen selama dua tahun lamanya akibat pandemi Covid-19, kirab dan pesta jajanan tersebut digelar lagi pada tahun ini. Dari pagi sampai siang dan kemudian berlanjut pada malam hari, Jl. Gatot Subroto, mirip lautan manusia. Hampir semua warga tumpah-ruah di jalan, merayakan keberhasilan sekaligus kemenangan mereka.

Kerja keras warga Jayengan dalam menjaga kerukunan adalah praksis, bukan konsep abstrak semata. Lurah Jayengan, Aris Herjito, masih ingat betul bagaimana kerukunan itu diuji, terutama ketika pandemi Covid-19 begitu mengkhawatirkan sepanjang 2020 dan 2021.

Saat kasus memuncak dan pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), ketakutan dan prasangka menjadi ancaman ganda di wilayah yang terdiri atas beragam etnis tersebut. Ketidakpastian akan dampak virus dan tingginya kasus kematian menyebabkan manusia tidak hanya merasa ketakutan, namun juga mudah sekali berprasangka.

Media massa dan media sosial yang dipenuhi kabar perihal kasus warga menolak perawat rumah sakit tinggal di dekat-dekat mereka, pengucilan warga yang sakit, hingga penolakan jenazah penderita Covid, makin menebalkan ketakutan warga. Pandemi melahirkan kekacauan fisik, mental, dan sosiologis massa secara bersamaan di Indonesia, bahkan di dunia.

Baca Juga: Ketika Siswa Belajar tentang Masjid Tanpa Bedug & Gereja Tanpa Lonceng di Solo

Sebuah inovasi dari Pemerintah Jawa Tengah (Jateng) yang berbasis kearifan lokal, Jaga Tangga, menjadi sarana efektif mempertebal ikatan warga di masa pandemi. Gerakan saling menjaga tetangga dengan cara bergotong-royong menghadapi pandemi itu dilaksanakan dengan sungguh-sungguh di Jayengan. Warga menyadari perpecahan tidak akan menyelesaikan persoalan, namun justru membuat runyam.

“Kebanyakan warga etnis China dan Banjar ada di RW 005, 008, dan 009. Di sana itu, kebutuhan keluarga yang terpapar Covid-19 disokong warga Banjar dan China. Mereka bantu-membantu dengan orang Jawa. Banyak donator meski ada bantuan dari pemerintah. Jadi swadaya tinggi sekali. Macam-macam yang warga dan donator sediakan bagi mereka yang sakit, mulai dari bahan mentah, seperti sayuran. Lalu ada pula masakan yang sudah jadi, seperti nasi dan lauknya, sayur oseng, tempe, ikan, telur, dan lainnya,” kata Aris Herjito, pekan lalu.

Berawal dari upaya menyediakan makanan bagi mereka yang sakit, kegiatan membantu warga yang terdampak pandemi berkembang menjadi Jumat Berkah. Dalam kegiatan ini, donator membeli bahan mentah masakan yang kemudian mereka tempatkan di pinggir jalan. Bahan-bahan itu mereka bungkus dalam banyak kresek. Warga bebas mengambil kresek mana pun. Syaratnya, satu keluarga hanya boleh mengambil satu kresek. “Kegiatan itu seingat saya di bawah koordinasi Jaga Tangga RW 009, 003, dan 008, lalu berkembang ke RW-RW lain,” jelas Aris.

Pandemi, menurut Aris, adalah masa bekerja keras. Hasilnya bisa dilihat pada saat Kirab Jarwana berikut pesta jajannya. “Dari pemerintah menyediakan Rp120 juta, namun kirab beragam etnis, pesta jajanan, dan panggung hiburan itu juga disokong swadaya masyarakat yang nilainya lebih dari Rp100 juta. Itulah kenapa acara ini bisa begitu ramai,” kata dia.

Baca Juga: Kampung Damai untuk Anak-Anak Tipes

Yang membuat kirab ini istimewa adalah basis kearifan lokalnya. Jarwana tidak akan pernah menjadi ekspresi bersenang-senang saja. Begitulah yang diyakini Yuli Setiawan. Dalam kegiatan Jarwana, ada banyak doa dan harapan yang warga suarakan, salah satunya lewat sajian aneka jajanan pada hari itu.

“Jajanan China kebanyakan manis dan lengket. Jajanan ini selalu kami sajikan ketika Tahun Baru Imlek. Maknanya adalah harapan terwujudnya persatuan dan kerukunan warga,” kata Yuli. Kue ku sebagai contoh. Kue yang di dalamnya berisi kacang hijau ini melambangkan kura-kura yang lambat, namun panjang umurnya. Begitulah harapan setiap orang yang memakannya.

China adalah negeri leluhur, sementara Jayengan bagi Yuli adalah sebuah rumah. Namun, kedua tempat yang terpisah jauh itu kerap dipertemukan dalam rasa, aroma, dan usia jajanan yang sudah sangat tua yang bisa ia nikmati di sudut-sudut Kota Bengawan. Seperti itulah juga yang dirasakah Mimin Aminah.
Bagi nenek satu cucu ini, bijana dan kota tempat tinggal tidak pernah benar-benar terpisah. Jajanan khas kampung halaman membuat dia kerap terhubung dengan keluarga besarnya di Banjar.

“Makanan khas Banjar mengingatkan saya pada tempat kelahiran bapak, ibu, dan saudara-saudara jauh, demikian pula dengan adat banjar. Kue lumpur, amparan tatak, cucur, lemper, mageli, dan masih banyak lain ini contohnya. Semua jajanan ini semua mengingatkan saya tentang upacara pernikahan perempuan Banjar karena semua jajanan ini memang harus ada.”

Jajanan Banjar juga membentuk pola makan Mimin kecil, muda, hingga di usia senja seperti sekarang. Menurut dia, orang Banjar tidak pernah terbiasa dengan sarapan berat pada pagi hari. Pagi di Banjar berarti hanya menyantap jajanan dan minum teh. Sarapan baru dimulai sekitar pukul 09.00 WIB.

Baca Juga: Pluralisme dalam Tradisi Grebeg Sudiro

Adanya perkumpulan dan pertemuan warga Banjar sepekan sekali berikut warung-warung yang menjual jajanan Banjar membuat hidup Mimin menjadi lebih mudah. “Tidak sulit menikmati jajanan Banjar di sini. Saya bersyukur untuk itu. Saya juga bisa dengan mudah mengenalkan cucu saya beraneka ragam jajanan Banjar sambil bercerita mengenai tanah kelahiran keluarga besarnya.” Bagi Wanita itu, momen itu sangat membahagiakan.

Hari makin siang ketika Mimin, Yuli, dan sejumlah warga yang menjaga stan jajanan mulai merapikan tempat dhasaran. Hari itu, jajanan di semua stan ludes tak bersisa. Jl. Gatot Subroto masih ramai. Sebagian warga duduk-duduk saja sambil membeli aneka jajanan yang ditawarkan para PKL, sementara yang lain sibuk menyiapkan panggung hiburan.



Di antara ramainya orang itu, sangat sulit membedakan mana orang Banjar, mana orang Jawa, dan mana orang China. Semua membaur. Dari luar, mereka memang tampak sebagai warga Jayengan. Itu saja. Namun, dari dalam, saat mereka bercerita, tampak warna tanah kelahiran tidak pernah pudar. Di Jayengan, para leluhur pun tersenyum.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya