SOLOPOS.COM - Suratin saat dimintai menunjukkan identitas atau KTP diri oleh Satpol PP Sleman, Rabu (12/6) lalu. (JIBI/Harian Jogja/Joko Nugroho)

Suratin saat dimintai menunjukkan identitas atau KTP diri oleh Satpol PP Sleman, Rabu (12/6) lalu. (JIBI/Harian Jogja/Joko Nugroho)

Sudah 15 tahun terakhir Suratin,36, akrab dengan kolong Jembatan Kronggahan. Setiap hari dia selalu menyempatkan diri untuk singgah di jembatan yang terletak di Dusung Kronggahan, Trihanggo, Gamping, Sleman ini.

Promosi Skuad Sinyo Aliandoe Terbaik, Nyaris Berjumpa Maradona di Piala Dunia 1986

Suratin adalah seorang pengumpul kardus bekas. Setiap hari dia berangkat subuh menuju ke Jogja untuk mendatangi depo-depo pembuangan sampah warga di wilayah Sleman. Dan kolong jembatan ini menjadi tempat favoritnya.

“Kalau di Sleman ini masih jarang yang mengumpulkan sampah kertas. Padahal yang membeli sampah kertas di Sleman sangat banyak. Mungkin saja warga Sleman banyak yang gengsi kalau mengumpulkan kertas dari tempat sampah,” kata Suratin beberapa waktu lalu.

Tetapi bukan hanya mencari sampah kertas. Ada hal lain yang lebih penting bagi Suratin hingga dia sepertinya wajib singgah. Di tempat ini dia akan bertemu banyak orang dan saling tukar informasi. Terutama informasi penampung yang berani membeli kertas dengan harga yang paling tinggi di wilayah Sleman.

“Di sini bukan saya saja yang singgah, tapi dari banyak tempat. Makanya selalu dapat informasi soal pembeli kertas tertinggi dari pengumpul kertas yang lain,” lanjut Suratin yang juga menjelaskan selama ini harga kertas dan kardus selalu naik turun tergantung stok gudang masing-masing penadah.

Bukan hanya informasi penadah yang didapatkan Suratin. Tidak jarang dia juga selalu mendapatkan informasi tentang kantor atau instansi pemerintah yang akan menjual kertas dalam jumlah yang banyak.

“Karena saya bawa motor roda tiga (viar -red) makanya sering diajak. Nanti saya tinggal kasih yang ngajak berapa persen dari penjualan saja. Kalau yang di Jembatan Kronggahan ini, kebanyakan pengumpul kertas dan kardusnya bawa sepeda,” tambah pria berkumis.

Menurut Suratin kolong Jembatan Kronggahan merupakan tempat singgah yang ideal untuk berbagi informasi. Meskipun diakuinya, bahaya razia selalu mengintainya karena dianggap menyalahi aturan ketertiban yang berlaku.

“Sering sekali saya itu ditangkap dan ditanya soal identitas. Namun setelah menunjukkan KTP petugas biasanya melepaskan saya,” kata ayah dua orang anak itu.

Suratin mengaku akan terus menjalani hidupnya dan singgah di kolong Jembatan Kronggahan meskipun harus berhadapan dengan pihak ketertiban. “Saya cari uang halal dan tidak melanggar ketertiban,” tandasnya.

Menurut Kepala Seksi Operasional Trantib Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Setiharno memang singgah di kolong Jembatan Kronggahan bukanlah hal yang salah. Namun pada kenyataannya mereka ini ada yang telah mendirikan gubuk-gubuk di sana.

“Kalau tidak kami tertibkan dan ingatkan lama kelamaan gubuk itu akan berkembang menjadi banyak. Kalau sudah banyak apa yang bisa kami lakukan? Untuk itu kami juga berharap ada peran serta warga dalam mengontrol perkembangan baru pemukiman liar ini,” kata Setiharno.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya