SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/Sunaryo Haryo Bayu)

Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/Sunaryo Haryo Bayu)

Berkas itu masih menumpuk di salah satu meja kerja di sudut ruangan. Hari itu, waktu menunjukkan pukul 12.30 WIB. Namun, lelaki di belakang meja itu masih harus menanti lagi limpahan berkas dari Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT). “Nanti, kalau sudah pukul 14.00 WIB, berkas baru dikirim kemari,” kata lelaki itu, Budiarto yang menjabat Kabid Pemanfaatan Ruang, Dinas Tata Ruang Kota (DTRK) Kota Solo.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Sebagai pihak yang meninjau langsung lokasi perizinan pemanfaatan ruang (IPR), Budiarto mengaku kewalahan. Maklum, ia hanya memiliki tenaga lapangan dua personel untuk menjangkau wilayah se-Kota Solo. Padahal, jumlah pemohon setiap harinya mencapai belasan orang. “Kalau pas lokasinya jauh-jauh, saya juga turun ke lapangan. Tenaga kami sangat terbatas,” katanya, pekan lalu.

Terjun ke lapangan memang sebuah keniscayaan. Meski DTRK memiliki peta rencana tata ruang wilayah (RTRW), namun hal itu tak lantas membuat mereka duduk manis di dalam kantor ketika ada permohonan IPR. “Peta kami memang punya. Namun, kami harus tetap ke lapangan. Ini untuk mencocokkan kebenaran data,” katanya.

Persoalan di lapangan pun tak jauh kompleksnya. Salah satunya ialah susahnya bertemu antara petugas peninjau lapangan dengan pemilik tanah atau pemohon. Ketika peninjau sudah siap, pemohon rupanya yang belum siap. Begitu pun sebaliknya. “Ini yang saya kira membuat proses perizinan menjadi lama. Saya mengalami sendiri saat mengurus IPR hotel milik Bu Mooryati Soedibyo di Kottabarat, beberapa waktu lalu,” jelas Bambang Ary Wibowo, yang dipercaya mengurus perizinan.

Secara teori, kata Budiarto, proses peninjauan lapangan memang cukup satu hari selesai. Esoknya, data baru diolah dan dimintakan pengesahan atasan lalu dikembalikan ke BPMPT. Namun, praktiknya rupanya tak semudah membalik telapak tangan. Ada banyak persoalan di sana. Mulai tak sinkronnya data dengan fakta di lapangan, susahnya menemui pemilik tanah, menunggu pengesahan kepala dinas hingga keterbatasan personel lapangan. Alhasil, perizinan yang sebenarnya cukup selesai dalam sepekan pun bisa molor menjadi sebulan bahkan hingga berbulan-bulan. “Kami sudah pernah mengajukan tenaga tambahan ke BKD. Namun, juga belum ada jawabannya,” jelasnya.

Kondisi inilah yang kerap berujung pada ketidaknyamanan pelayanan. Banyak para pemohon perizinan yang merasa dipingpong dari BPMPT ke DTRK. Mereka menilai bahwa perizinan saat ini kian ruwet, berbelit dan lamban. “Masak izin pemasangan reklame saja sampai tiga pekan. Jika memang saya harus ngasih ongkos teh kepada petugas peninjau, saya siap asalkan petugas segera terjun ke lapangan,” demikian keluhan Bambang dari biro iklan Deras.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya