Om Ano Bhadrah Kratawo Yantu Wiswatah
Om Swastaystu
Semoga segala pikiran yang baik datang dari segala penjuru, guna menuntun manusia menuju jalan yang baik dan benar. Kita dilahirkan menjadi manusia yang lengkap dengan berbagai kelebihan. Kelebihan inilah yang dipergunakan untuk mengembang amanat suci yakni seperti perbuatan yang berlandaskan dharma, untuk dijadikan tuntunan dalam mengemban kehidupan ini.
Promosi Yos Sudarso Gugur di Laut Aru, Misi Gagal yang Memicu Ketegangan AU dan AL
Dalam melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan, hendaknya juga melaksanakan berbagai sedhana sebagai kewajiban hidup yang utama. Dharma sadhana dalam bahasa Sanskerta berarti melaksanakan, menyelesaikan, menguasai, merealisasikan, mewujudkan dalam diri.
Jadi dharma sadhana adalah merealisasikan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari, yang diaktualisasikan dalam kehidupan yang terbagi menjadi tiga aspek seperti manah cika, wacika dan kayika sebagai fundamental yang kuat, guna mencapai Moksartham Jagadhita Yaca Iti Dharma. Dengan demikian ketiga aspek ini wajib kita lakukan.
Pertama manacika adalah berpikir yang baik, mengandung ajaran kebenaran, dan kejujuran, karena pikiran merupakan sumbernya berbagai keinginan. Maka pikiran perlu dikendalikan dengan berbagai unsur kesucian, serta usaha yang tekun dalam mengarahkan kepada Maha Kuasaan Tuhan.
Apapun yang kita pikirkan, hal itu juga jadinya. Seperti yang dinyatakan dalam Sarasamuscaya: Apan iking manah ngarannya, Ya iki witning indrya maprawerti te ya ring subhasubhakarma, atangnyan iking manah juga prihen kahrtanya sakareng” (SS.80). Yang disebut pikiran itu adalah sumbernya segala nafsu yang menggerakkan perbuatan baik dan perbuatan buruk. Oleh karena itu pikirkanlah yang segera patut diusahakan pengekangannya.
Pikiran yang terpusat pada nilai dharma akan mudah mencapai kebahagiaan. Pikiran spiritual merupakan kebutuhan oleh setiap insan di jagad raya ini. Mari pikiran ini dijaga betul dan dikendalikan agar selalu memberikan berbagai kebahagiaan dan kesempurnaan hidup.
Dalam Weda Smerti dinyatakan sebagai berikut: “Adbhirgatrani cudhayanti, manah satyena cuddhyanti. Widyotapa bhayam bhutatma, bhudhir jnanena cuddhyanti.” ( W.S. V. 109 ). Tubuh yang kotor dibersihkan dengan air, pikiran yang kotor dibersihkan dengan kebenaran dan kejujuran, jiwa manusia disucikan dengan pelajaran dan tapa barata, kecerdasan disucikan dengan kebijaksanaan.
Dengan demikian tidak ada gunanya berpikir yang bukan-bukan, apa lagi berpikir untuk merugikan orang banyak. Berpikirlah demi kebaikan, demi kesejahteraan sarva prani hitangkarah kesejahtraan semua mahluk hidup. Sebab semua isi jagad raya ini mempunyai hak dan kewajiban untuk mendapatkan kedamaian sesuai dengan dharmanya masing- masing.
Mengandung kebenaran
Kedua aspek wacika dalam bentuk ucapan diusahakan selalu mengandung kebenaran serta membuat orang senang. Sebab nilai dari satu perkataan yang jujur dan benar identik dengan tirta amertha selalu membawa kesejukan batin seseorang.
Jangan sebaliknya mengeluarkan perkataan merendahkan orang lain, membuat orang menjadi marah dan sakit hati, perkataan yang demikian tidak mencerminkan nilai ajaran agama. Perkataan yang kurang baik sama dengan racun yang mematikan.
Karena secara perlahan-lahan mengalir ke dalam tubuh serta melemahkan sel kekebalan tubuh menjadi lemah, dan pada akhirnya pada titik tertentu membuat tidak berdaya keberadaannya. Peganglah selalu ajaran satya wacana karena akan membawa orang bahagia, serta menjadi panutan orang banyak.
Kita hendaknya mampu mempergunakan ajaran Wiweka, mampu membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik, lebih-lebih pada zaman era globalisasi pengetahuan yang semakin canggih serta komunikasi yang transparan.
Banyak orang pintar bicara, manis, lembut, serta mampu membuat orang yakin dengan kepalsuan. Banyak orang yang terjebak oleh ulah seseorang yang digerakkan oleh akal buruknya demi memenuhi kepentingan pribadinya.
Sebagai orang beragama yang mengedepankan harkat dan martabat, janganlah sekali-kali mengeluarkan kata- kata yang bertentangan dengan nilai kemanusiaan serta ajaran agama. Dalam Sarasamuscaya dinyatakan sebagai berikut: “Perkataan yang mengandung maksud jahat tidak bedanya dengan anak panah, yang dilepaskan setiap yang ditembusnya merasa sakit; perkataan itu meresap ke dalam hati, sehingga menyebabkan tidak bisa makan dan tidur, demikian perkataan itu memasuki batin seseorang.
Sesuai dengan penegasan tersebut, hendaknya kita yang sadar selalu mengendalikan perkataan, karena perkataan sesungguhnya sama dengan hukum bandulan, sejauh mana kita mampu mengayunkan, kembalinya pun akan sama sesuai dengan ayunan tadi.
Seseorang menanam padi tidak mungkin panen jagung, demikian juga dengan hukum karma, apa yang kita perbuat, perbuatan tersebutlah akan memberikan hasil kepada pelakunya.
Ketiga kayika, yakni berbuat sesuai dengan jalan dharma. Hidup ini akan berguna jika diisi dengan perbuatan mulya sebanyak mungkin, namun jangan menginginkan hasil untuk menjadi tujuan semata-mata.
Orang yang berbuat dengan motif mendapatkan keuntungan semata-mata tidak ubahnya dengan budak. Seorang budak akan bekerja apa bila ada upah. Dalam ajaran agama bekerja adalah sebagai yadnya ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa.
Sarasamuscaya mengajarkan, pergunakanlah dengan sebaik-baiknya kesempatan menjadi manusia, kesempatan yang sangat sulit diperoleh, yang merupakan tangga untuk untuk naik ke surga. Segala sesuatu yang menyebabkan agar tidak jatuh itulah yang hendaknya dilaksanakan.
Dharma sadhana merupakan ajaran dharma yang dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, setiap perbuatan apapun bentuk dan jenisnya diusahakan mencerminkan ajaran-ajaran kebenaran yang tertuang dalam kitab suci Weda.
Hal ini dipengaruhi petunjuk kehidupan dalam keseharian. Jadilah bagian dari kehidupan agar kita terlepas dari berbagai perbuatan yang negatif. Penghayatan dan pengalaman dharma sangat memegang peranan penting, dengan demikian hendaknya terus ditingkatkan guna memperoleh kerahayuan dari Tuhan.
Utamakanlah ajaran dharma untuk mengatur negara demi keamanan kita bersama, karena nilai dharma yang sebenarnya mengayomi dunia beserta isinya, dari dharma akan menghasilkan, menciptakan kedamaian serta kemakmuran masyarakat. Cita-cita orang bijaksana hendaknya dijadikan panutan, jangan arga diri dan serta martabat manusia yang luhur direndahkan oleh harta benda yang keberadaannya hanya sementara dan sebagai sarana, bukan menjadi tujuan utama.
Om santi-santi-santi Om.