SOLOPOS.COM - Dewan Pers (Ilustrasi/JIBI)

 

Dewan Pers (Ilustrasi/JIBI)

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

JOGJA— Ketua Dewan Pers, Prof. Bagir Manan mengungkapkan keberadaan lembaga yang diberi kewenangan negara untuk ‘mengontrol’ pendirian perusahaan pers perlu untuk menyikapi maraknya wartawan abal-abal.

Ekspedisi Mudik 2024

“Pernah saya sampaikan mengapa kalangan pers tidak membentuk lembaga yang diberi wewenang negara untuk mengurusi orang yang akan membentuk perusahaan pers. Semisal SPS punya kewenangan itu bisa menolong,” kata Bagir dalam acara penganugerahan Public Relation Summit yang diselenggarakan Serikat Perusahaan Pers di Hotel Ina Garuda, Jumat (14/12/2012).

Dalam acara itu, Bagir menyebutkan beberapa faktor yang menimbulkan adanya wartawan abal-abal [sesorang yang menggunakan atribut profesi wartawan untuk memeras], di antaranya karena perusahaan pers tidak dapat memberikan jaminan kesejahteraan kepada wartawan dan adanya perusahaan pers yang hanya iseng ketika mendirikannya.

Kondisi ini lantas dimanfaatkan penguasa daerah memelihara mereka sehingga mengesampingkan kepentingan publik. Menurut Bagir, dengan adanya Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) dulu ada baiknya karena dapat mengontrol pengusaha mana yang layak untuk mendirikan perusahaan pers. Dengan dinyatakan lolos, berarti perusahaan pers itu dapat memberikan gaji yang layak.

Namun, masalahnya saat itu disalahgunakan oleh negara untuk membungkam kebebasan pers sehingga SIUPP dihapus. Tapi pasca itu, lalu banyak perusahaan pers yang bermunculan di daerah yang tidak dapat memberikan gaji layak.

Bagir berasumsi gaji wartawan yang layak adalah Rp 5juta, sehingga dengan begitu mendorong tidak muncul wartawan abal-abal.  Tapi besaran itu rata-rata sulit dipenuhi oleh perusahaan pers di daerah. Diketahuinya bahwa ada perusahaan di daerah yang hanya memberikan gaji kepada wartawannya Rp 1juta.

“Apakah harus kita tutup [perusahaan pers], tapi kita tidak punya mekanisme hukumnya. Hanyar pasar yang akan menutup dia [perusahaan],” jelas Bagir. Dewan Pers sendiri saat ini untuk menekan wartawan abal-abal mengharuskan wartawan untuk disertifikasi melalui uji kompetensi. “Sampai sekarang baru 5.000-an yang telah tersertifikasi, sementara jumlah wartawan sampai 30.000-an. Jadi perjalanannya masih panjang,” ungkap Bagir.

Menurutnya, wartawan abal- abal tidak akan mendapatkan sertifikasi. Kalaupun diketahui wartawan yang telah mendapatkan sertifikasi melakukan praktik pelanggaran etika akan tidak diakui lagi sebagai wartawan. “Kami tidak ragu-ragu untuk mencabut sertifikasinya,” tuturnya.

Pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Bambang Muryanto, bahkan mengatakan pernah menemukan media yang tidak serius di Jakarta justru menjual kartu pers sehingga dimanfaatkan orang yang tidak bertanggung jawab. Dengan sertifikasi menurut dia dapat menjaga reputasi profesi wartawan. Ia sepakat, jika ada pembenahan dalam pendirian perusahaan pers.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya