SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Istimewa/satuuntukindonesia.com)

Solopos.com, JAKARTA — Dewan Pers meminta Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) jangan sampai tumpang tindih dengan UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

“Ketika muncul persoalan pers, masuk dalam KUHP menjadi pidana, artinya kebebasan pers di satu sisi terbelenggu pidana, akhirnya jadi tumpang tindih,” kata anggota Dewan Pers Agung Darmajaya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (21/9/2019).

Promosi Waspada Penipuan Online, Simak Tips Aman Bertransaksi Perbankan saat Lebaran

Dia mengingatkan ketika terjadi persoalan dalam sebuah pemberitaan, maka harus diselesaikan dengan UU Pers, bukan pidana.

Menurut dia ada banyak pasal yang kontroversial yang menyangkut pers dalam RKUHP, salah satunya terkait penghinaan Presiden, sementara terminologi penghinaan tidak jelas karena bisa ditafsirkan secara sembarang.

“Menghina itu seperti apa sih? Kalau namanya pejabat publik, tidak perlu sekelas presiden, anda dikritik ya itu risikonya, kecuali masuk ke ranah pribadi,” ujarnya.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Slamet Pribadi menilai Presiden harus dilindungi harkat dan martabatnya sehingga diperlukan pasal dalam RKUHP terkait penghinaan terhadap Presiden.

Dia menilai harus dibedakan antara mengkritik dan menghina Presiden sehingga ketika mengkritik Presiden tidak perlu dipidana.

“Harus ada perlindungan ketika sudah menyerang pribadi Presiden. Jangan sampai Presiden jatuh martabatnya karena dihina,” ucapnya.

Dia menilai siapapun boleh mengkritik, mengajukan usulan dan marah pada kebijakan Presiden, namun tidak boleh menghina Presiden.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya