SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta (Solopos.com) — Dewan Pers menilai banyak keanehan dalam perkara pembunuhan wartawan Sun TV, Ridwan Salamun di Tual, Maluku Tenggara. Diduga terdapat rekayasa dalam perkara yang tiga terdakwanya hanya dituntut delapan bulan penjara ini.

Disampaikan oleh Wakil Ketua Dewan Pers Bambang Harimurti, bahwa saat bentrokan antara kelompok Banda Ely dan Fiditan di Tual terjadi pada Agustus 2010, almarhum Ridwan dalam kapasitas sebagai wartawan melakukan peliputan. Keanehan pertama, Ridwan yang diketahui sempat merekam insiden bentrok tersebut, belakangan diketahui bahwa kamera miliknya hilang entah ke mana. Kamera itu juga tak menjadi barang bukti di persidangan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Masa orang tawuran bawa kamera, yang bener aja. Dan kamerannya sekarang tidak ada,” ujar Bambang.

Sebelumnya Kejaksaan menyebut bahwa Ridwan terlibat sebagai penyerang dalam bentrok dan tidak sedang dalam tugas peliputan saat tewas dalam bentrokan tersebut.

Keanehan lain, kata Bambang, Ridwan dikenal sebagai aktivis perdamaian di Maluku, namun dia disebut-sebut terlibat dalam bentrok. “Ridwan ini selain wartawan, dia juga aktivis pro perdamaian, jadi aneh kalau dia ikut menyerang. Itu sangat aneh,” terangnya.

Keanehan lainnya lagi terkait dengan luka-luka yang diderita para terdakwa dalam kasus ini. Kejaksaan menyebut bahwa ketiga terdakwa, yakni Hasan Tamnge, Ibrahim Raharusun, dan Syahar Renuat mengalami luka parah dengan ratusan jahitan, bahkan hingga ada yang cacat permanen.

“Kita ingin koreksi informasi yang diterima Jaksa Agung bahwa katanya tersangkanya luka-luka, tapi investigasi kami luka-luka itu terjadi belakangan,” ungkap Bambang.

Dikatakan Bambang, luka-luka yang dialami para terdakwa seperti salah satunya di tangan, didapat jauh-jauh hari setelah bentrokan terjadi, bukan pada saat kejadian.

“Jadi bagian dari rekayasa. Pada saat kejadian mereka tidak luka-luka seperti itu. Kecuali ada luka sedikit di sini (sambil menunjuk bawah telinga), tapi yang di tangan itu belakangan. Jadi itu kita duga bagian dari rekayasa,” jelasnya.

Lebih lanjut, Bambang mengatakan bahwa peristiwa kekerasan terhadap wartawan seperti ini bukan kekerasan yang pertama dihadapi oleh almarhum. Bambang menduga, hal-hal seperti ini ada kaitannya dengan praktek mafia hukum yang ada di wilayah tersebut.

“Yang kita khawatir itu ada upaya supaya wartawan tak berani masuk wilayah itu, karena wilayah itu diduga banyak illegal fishing, illegal macam-macam tindak mafia yang merugikan negara triliunan rupiah,” tuturnya.

“Itu mereka tidak mau ada wartawan bawa kamera lagi masuk ke sana,” imbuh Bambang.

Keanehan terakhir ada pada para saksi yang di-BAP oleh polisi. Menurut investigasi tim, ada tiga saksi mata yang melihat Ridwan membawa kamera saat kejadian.

“Kita ada tiga saksi yang mengatakan melihat dia mengeluarkan kamera, bahkan diingatkan jangan terlalu maju. Tapi karena dia kameramen sejati dia pengen maju. Saksi yang melihat dia bawa kamera, yakni Kirana dan Rizal Salamun, adiknya,” terang Bambang.

Namun, oleh polisi saksi-saksi tersebut tidak diperiksa dan juga tidak dihadirkan dalam persidangan. “Tidak, justru yang ditemukan oleh tim investigasi dan Komnas HAM. Oleh polisi tidak djadikan saksi di pengadilan, saksi total ada 17 orang,” tandasnya.

(dtc/try)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya