SOLOPOS.COM - Ketua Dewan Pengawas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean. (bisnis.com)

Solopos.com, JAKARTA -- Di tengah masalah yang mendera KPK akibat mencuatnya sejumlah kasus yang melibatkan orang dalam, Ketua Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, melontarkan pernyataan mengejutkan. Ia mengaku bingung melaksanakan tugas karena sejumlah keterbatasan dalam UU KPK No 19/2019.

"Kontroversi lebih banyak dari dulu. Tapi, kalau dihitung-hitung soal pelanggaran etik. Dulu juga banyak. Cuma tidak muncul karena tak pernah disidangkan, habis di tingkat pimpinan saja," ucap Tumpak dalam wawancara d'Rooftalk, Selasa (27/4/2021).

Promosi Kuliner Legend Sate Klathak Pak Pong Yogyakarta Kian Moncer Berkat KUR BRI

Tumpak mengaku ada banyak kelemahan Dewas KPK dalam menjalankan fungsi. Seperti tidak diaturnya wewenang Dewas KPK dalam UU KPK. "Dilihat mana wewenang, tidak diatur, hubungan hirarki tidak diatur. Pandai-pandai kami sendiri melaksanakan tugas itu. Coba perhatikan lembaga pengawasan, tugas ini, dalam pelaksanaan tugas dia punya wewenang bla.bla. UU kita mana? Hanya tugas disebut, bagaimana melaksanakan tugas ini?" katanya.

Baca Juga: MAKI Duga Ada Keterlibatan Pimpinan KPK pada Kasus Suap Wali Kota Tanjungbalai

Ekspedisi Mudik 2024

Kelemahan berikutnya adalah keputusan Dewas KPK tidak mengikat. Tidak ada sanksi jika pimpinan KPK tidak melaksanakan keputusan Dewas KPK.

"Kalau pimpinan tidak melaksanakan apa sanksinya? Apakah kami bisa memaksakan? Tidak. Paling jadi catatan bagi kami dalam mengevaluasi bagi kami kinerja pimpinan satu tahun sekali," ujarnya.

Bubarkan Dewas KPK

Menanggapi keluhan Tumpak, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mengatakan kalau demikian adanya, sebaiknya Dewas KPK dibubarkan saja.

"Mestinya Dewan Pengawas ini lebih powerful dari Dewan Etik dan mestinya tidak bingung karena bisa melakukan audit apapun terhadap kinerja KPK. Karena mengawasi mulai dari penyidikan, penerimaan pengaduan, penyidikan, penuntutan di pengadilan sampai pelaksanaan. Misalnya terkait adanya barang bukti, kemarin ada yang mencuri," kata Boyamin kepada wartawan, Rabu (28/4/2021).

Dengan kekuatan penuh itu, Boyamin menilai Dewas KPK akan mendorong agar kinerja KPK lebih bagus. Sebab, semua hal yang dilakukan KPK akan diawasi.

Baca Juga: Babak Baru Kasus Suap Penyidik KPK, Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Bakal Diperiksa

"Kami justru kaget ketika Pak Ketua itu mengatakan bingung apa kewenangannya. Kalau berkaitan dengan pemberian sanksi gampang. Yang diberi sanksi misalnya pegawai KPK, lalu kemudian pimpinan KPK tidak menjalankan sanksi itu, misalnya memecat, ya pimpinan KPK-nya gantian yang dipecat, kalau perlu begitu toh," tutur Boyamin.

"Jadi semua sederhana, mudah dan powerful tapi malah jadi bingung, makanya saya juga jadi bingung. Dewas ini justru saya khawatir pikun ini, menjadi bingung tugas yang besar itu ketika bingung malah jadi pikun nanti. Kasihan nanti Dewan Pengawas yang orang tua-tua begini kebingungan melakukan apa," tegasnya.

Berhasilnya kinerja KPK, kata Boyamin, akan tergantung pada kinerja Dewas. Dia menekankan bahwa Dewas memiliki tanggung jawab yang berat.

"Sekarang gagal dan berhasil KPK itu tergantung di Dewan Pengawas bukan di pimpinan lagi seakan-akan begitu. Ini yang menjadi tugas berat.  Jadi kalau dulu sudah bersedia jadi Dewas memang tugasnya berat seperti itu dan harus dilaksanakan," kata dia.

Baca Juga: Menanti Ketegasan KPK Atas Kasus Suap yang Menyeret Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin

UU Bermasalah

Lebih jauh Boyamin meminta agar UU KPK dikembalikan pada UU sebelumnya.

"Persoalan sederhana seperti itu, tapi kalau bingung saya khawatir ini lebih baik dibubarkan saja seperti saya bilang berulang-ulang. Program saya kembalikan ke Undang-Undang KPK lama. Berarti yang tidak ada Dewan Pengawas dan kemudian independensi KPK juga terjamin dan kemudian mereka bisa bergerak untuk memajukan kegiatan pemberantasan korupsi," tegasnya.

Senada dengan Boyamin, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai UU KPK yang baru dan kehadiran Dewas KPK melahirkan banyak persoalan. "Sejak awal ICW sudah mengingatkan bahwa UU KPK baru itu substansinya bermasalah. Saling bertabrakan satu sama lain. Selain itu, membentuk lembaga pengawasan seperti Dewan Pengawas juga bukan merupakan jalan terbaik, melainkan malah melahirkan banyak persoalan," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, Rabu.

Kurnia mengatakan bahwa solusi terbaik terkait wewenang Dewas KPK adalah menghilangkan Dewas itu sendiri. Dia mendorong agar UU KPK nomor 19 Tahun 2099 itu diuji di MK.

Baca Juga: Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Disebut Terlibat Kasus Suap Penyidik KPK, Ini Perannya

"Maka dari itu, solusi terbaik adalah mengembalikan UU KPK seperti sediakala melalui forum uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK)," jelasnya.

Menurut Kurnia, kinerja Dewas KPK selama ini tidak mencerminkan perbaikan signifikan di tubuh KPK. Dia menilai Dewas KPK terkesan banyak mendiamkan perkara yang dinilai bermasalah.

"Toh, selama ini dengan tugas yang diemban oleh Dewas, publik juga tidak melihat ada perbaikan signifikan. Misalnya, dalam konteks mengawasi kinerja Pimpinan, masih banyak kontroversi dan kejanggalan yang rasanya didiamkan begitu saja oleh Dewas," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya