SOLOPOS.COM - Marsudi menunjukkan proyek perbaikan jalan di Dusun Nogosari II, Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Bantul yang sempat terhambat akibat material proyek kurang, Rabu (14/9/2016). (Irwan A. Syambudi/JIBI/Harian Jogja)

Sebanyak 21 desa yang masih tergolong desa wisata embrio itu belum menunjukkan progres yang menggembirakan

Harianjogja.com, BANTUL-Dari total 37 desa wisata yang ada di Bantul, sebanyak 21 desa wisata masih belum berkembang. Kebanyakan desa wisata itu tergolong sebagai desa wisata embrio.

Promosi Kanker Bukan (Selalu) Lonceng Kematian

Hal itu diakui oleh Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Bantul Bambang Legowo. Saat ditemui wartawan sebelum menghadiri undangan rapat di Gedung DPRD Bantul, Senin (21/11/2016) pagi, ia mengatakan desa-desa wisata itu dinilainya belum berkembang atas dasar indikator jumlah kunjungan.

Kendati tak menyebutkan angka persis jumlah kunjungannya, Bambang memastikan 21 desa yang masih tergolong desa wisata embrio itu belum menunjukkan progres yang menggembirakan. Dikatakannya, desa-desa itu belum mampu mengembangkan wilayah mereka dengan baik. “Sehingga mereka pun kesulita dalam menjaring pengunjung lebih banyak,” katanya.

Secara keseluruhan, ada tiga indikator yang menjadi dasar pengklasifikasian desa wisata tersebut. Ketiga faktor di antaranya adalah adanya atraksi rutin, tingkat kelaikan sarana dan prasarana desa wisata, serta ketersediaan homestay.

Khusus terkait homestay, Bambang mengaku sebagian besar dari desa wisata yang sulit berkembang itu disebabkan tidak adanya homestay di desa tersebut. Kalaupun ada, homestay itupun tidak bersifat tetap. “Artinya, ketika ada pengujung, barulah warga desa bingung mempersiapkan homestay,” ujarnya.

Oleh karena itulah, untuk tahun anggaran 2017 mendatang pihaknya berencana akan mengajukan anggaran lebih dari Rp200 juta untuk pengembangan desa wisata itu. Tahun ini, anggaran yang dimilikinya memang masih sangat terbatas untuk mengembangkan 37 desa wisata. Selama ini, anggaran yang dimilikinya hanya digunakan untuk pendampingan dan pembekalan terhadap mereka saja. “Anggaran kami maksimal hanya Rp200 juta. Jadi tidak mungkin kalau kami memberikan bantuan kepada mereka [desa wisata],” ujarnya.

Terpisah, Purwanto, Pengelola Desa Wisata Kaki Langit, Desa Mangunan mengakui bahwa tak mudah dalam mengembangkan desa wisata. Selain persoalan anggaran, penyatuan visi di kalangan warga diakuinya juga kerap menjadi kendala.

Itulah sebabnya, menurut pengelola desa wisata yang kini semakin menunjukkan perkembangan positif di Bantul itu, perubahan pola pikir masyarakat harus diubah. Dikatakannya, pola pikir tentang keterkaitan antara pariwisata dan peningkatan perekonomian harus menjadi dimiliki oleh seluruh warga tanpa terkecuali.

Begitu juga dengan homestay, saat ini, di desa wisatanya setidaknya sudah terdapat 32 kamar dan 16 rumah komunal yang siap digunakan pengunjung. Tak hanya itu, kini pihaknya pun berencana akan menambah setkdaknya 20 unit homestay lagi guna menjaring lebih banyak pengunjung. “Selain homestay, sebenarnya kami juga meawarkan beberapa paket wisata yang jadi unggulan desa wisata kami,” terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya