SOLOPOS.COM - Warga mengamati tanaman mete yang mulai berbuah di Desa Ngadirojo Lor, Kecamatan Ngadirojo, Wonogiri belum lama ini. Setelah sempat gagal berbuah karena bunga rontok akibat musim hujan, kini di musim kemarau tanaman tersebut bisa berbuah. (Tika Sekar Arum/JIBI/Solopos)

 Warga mengamati tanaman mete yang mulai berbuah di Desa Ngadirojo Lor, Kecamatan Ngadirojo, Wonogiri belum lama ini. Setelah sempat gagal berbuah karena bunga rontok akibat musim hujan, kini di musim kemarau tanaman tersebut bisa berbuah. (Tika Sekar Arum/JIBI/Solopos)


Warga mengamati tanaman mete yang mulai berbuah di Desa Ngadirojo Lor, Kecamatan Ngadirojo, Wonogiri belum lama ini. Setelah sempat gagal berbuah karena bunga rontok akibat musim hujan, kini di musim kemarau tanaman tersebut bisa berbuah. (Tika Sekar Arum/JIBI/Solopos)

Desa Ngadirojo Lor terletak kurang dari satu kilometer (km) dari pusat kota Kecamatan Ngadirojo, Wonogiri. Kedekatan dengan pusat kota kecamatan ini membuat warga desa memiliki banyak peluang untuk mengembangkan perekonomian.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kepala Desa Ngadirojo Lor, Mardimin,  mengakui warga di desanya terus didorong untuk memanfaatkan potensi lokal guna meningkatkan kondisi perekonomian.

Menurut Mardimin, di desa dengan luas 875,4 hektare dan jumlah penduduk 6.259 jiwa tersebut banyak usaha berkembang. Dari mulai pertanian sederhana hingga home industry. Di bidang pertanian, warga setempat mengolah 131 hektare sawah, yang sebagian besar dikelola dengan sistem pengairan tadah hujan. Hanya kurang dari 10 hektare yang mendapat irigasi setengah teknis.

“Pertanian di sini kering. Kalau mau budi daya padi ya harus tadah hujan. Di musim kemarau begini, kebanyakan tanam singkong karena tidak punya sumber pengairan dalam jumlah besar,” terang Mardimin saat berbincang dengan Solopos.com, di balai desa setempat, belum lama ini.

Selain singkong, untuk menyiasati kondisi alam yang kering, warga juga memanfaatkan lahan pekarangannya untuk menanam mete. Pihak desa mencatat ada 18 hektare lahan yang ditanami mete, dengan lokasi yang menyebar.

Sayangnya, pertengahan tahun ini, komoditas tersebut tidak banyak menghasilkan. Tahun ini, mete baru berbunga dan berbuah setelah memasuki musim kemarau. Mardimin mengakui budi daya mete memang tidak bisa dijadikan penopang utama perekonomian. Tanaman musiman ini, bagi warga Desa Ngadirojo Lor, hanya dijadikan sampingan.  Warga setempat, Slamet, membenarkan produksi mete tahun ini memang kurang menggembirakan. Padahal, biasanya pada momentum jelang Lebaran, komoditas tersebut bisa laku terjual hingga puluhan ribu rupiah per kilogram (kg).

Permasalahan alam itu menjadi pelajaran agar warga menyiapkan diri dengan usaha kreatif sehingga ketika produk utama gagal, warga punya cadangan. Hal itu dilakukan pihak desa dengan getol mendorong warga melakukan inovasi pengolahan pascapanen. Meski baru barjalan tiga tahun terakhir, usaha skala rumah tangga mulai menuai hasil. Sedikitnya 35 keluarga yang berada di dua rukun tetangga (RT) di Dusun Brubuh sudah memproduksi kripik pisang selama 2-3 tahun terakhir.

Kini, desa yang berbatasan dengan Desa Purworejo dan Bulusulur di sebelah barat, Purwosari dan Manjung di sisi utara, Mlokomanis Wetan di sebelah timur, dan Desa Ngadirojo Kidul di sebelah selatan itu terus berbenah. Salah satu hal yang jadi prioritas adalah mendorong pengembangan industri rumah tangga untuk mengolah potensi lokal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya