SOLOPOS.COM - Suasana depan Kantor Desa Kadokan, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, beberapa waktu lalu. (Solopos.com/Tiara Surya Madani).

Solopos.com, SUKOHARJO — Di Kecamatan Grogol, Sukoharjo, ada satu desa yang cukup sepi yakni Desa Kadokan. Desa Kadokan ini seperti desa terisolasi karena terimbas program pelurusan Sungai Bengawan Solo yang diadakan pada 1980-an.

Berdasarkan pantauan Solopos.com, desa yang berlokasi di Kecamatan Grogol ini tampak sepi pada siang hari. Berbeda dengan kawasan di Kecamatan Grogol lain yang ramai layaknya kawasan satelit Sukoharjo.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Jarang terlihat sepeda motor berseliweran karena wilayahnya yang terisolasi oleh dua sungai, yaitu sungai Bengawan Solo hasil dari pelurusan, dan Sungai Bengawan Solo lama.

Kehidupan di pedesaan Nampak sepi dan tidak terlihat seperti desa lain di Kecamatan Grogol yang lebih ramai seperti Desa Grogol dan Telukan.

Kepala Desa Kadokan, Suyono, menceritakan kisah Desa Kadokan yang terbelah menjadi dua karena program pelurusan Sungai Bengawan Solo pada 1980-an.

Baca juga: Solo Valley Werken, Proyek Gagal Belanda di Lembah Sungai Bengawan Solo

Sebelum adanya pelurusan Sungai Bengawan Solo, Desa Kadokan telah dikelilingi oleh dua sungai, yaitu Bengawan Solo lama dan Sungai Gejikan.

“Awalnya dulu desa kami [Kadokan] dikelilingi dua sungai, namun sekarang jadi satu. [Dulu] dari Bengawan Solo ada program pelurusan Sungai Bengawan Solo, kemudian mengambil lokasi di tengah-tengah desa, sehingga terbelah menjadi dua kawasan yakni kebayanan satu dan dua,” kata Suyono.

Dua kebayanan tersebut meliputi Kebayanan Satu dan Kebayanan Dua. Kebayanan Satu terdiri atas tiga RW yaitu RW 001 di Dukuh Ngrantan yang terdampak kali mati.

Kemudian RW 002 di Dukuh Moro yang terdampak kali mati, RW 003 di Dukuh Kadokan,  dan Dukuh Karangale.

Sementara, Kebayanan Dua meliputi RW 004 di Dukuh Plalan dan Buntarejo yang terdampak kali mati, serta Tegalmangu. RW 005 yakni Dukuh Nusupan, dan RW 006 Dukuh Tegalrejo yang terdampak kali mati.

Baca juga: Lantai Jembatan Mojo Solo Mulai Dibongkar, Pekerja Ngebut hingga Malam Hari

Setelah pelurusan Sungai Bengawan Solo selesai, Suyono mengatakan, dua sungai setelahnya, yaitu Bengawan Solo lama dan Sungai Gejikan (dari arah Kecamatan Grogol ke timur) tak berfungsi.

Hal itu disebabkan karena alirannya dialirkan ke Sungai Bengawan Solo yang baru.

“Desa yang dekat dengan Bengawan Solo lama, kini jadi sungai mati, yaitu Ngrantan, Moro, Ngatukan, terdampak sungai mati,” lanjut Suyono.

Suyono melanjutkan, sungai yang mati otomatis tidak mendapatkan perawatan sehingga menjadi kawasan enceng gondok tumbuh.

Enceng gondok tersebut tumbuh di dukuh Ngrantan. Masyarakat memanfaatkan enceng gondok tersebut dengan cara dikeringkan menggunakan sinar matahari, kemudian dikepang, dan selanjutnya dikirim ke Yogyakarta.

Baca juga: Montir Berusia 65 Tahun di Sukoharjo Rakit Pesawat Terbang Rakitan dari Rongsokan

“Warga Dukuh Ngrantan memanfaatkan enceng gondok, diambil, dikeringkan, kemudian dikepang, dan dipasarkan ke Yogyakarta untuk dibuat semacam tas,” lanjut Suyono.

Kehidupan warga berubah setelah adanya perubahan jalur Sungai Bengawan Solo. Warga masyarakat dulunya bercocok tanam padi, ada yang bekerja di pabrik, atau perusahaan swasta.

Namun sekarang, masyarakat yang bekerja sebagai petani berkurang. Lahan mereka kemudian dijual untuk perumahan.

“Lama-kelamaan sawah-sawah warga masyarakat yang dibuat pertanian, sekarang dijual untuk perumahan. Wilayah kami dulu sekita 30 hektare, sekarang kurang lebih tinggal 15 hektare, itu tanahnya sudah dimiliki para pengusaha,” lanjut Suyono.

Sementara, soal administrasi desa bagi warga yang berada di wilayah terbelah oleh sungai baru, terbilang agak repot. Hal itu dikarenakan balai desanya di sebelah selatan sungai baru.

Baca juga: BANJIR SUKOHARJO : Air Bengawan Solo Terus Naik, Warga Bersiap Mengungsi



Warga masyarakat yang berada di wilayah sungai baru agak kerepotan karena harus melewati beberapa desa.

“Mereka harus melewati beberapa desa, pertama melewati wilayah Joyotakan, Surakarta, selalu melewati Desa Grogol, Madugondo, Telukan, baru bisa ke tempat wilayah balai Desa Kadokan untuk mengurus surat menyurat,” lanjut Suyono.

Terdapat satu dukuh yang tiap tahun jadi langganan banjir hingga kurang lebih dua meter karena terletak di pertemuan tiga sungai yaitu Bengawan Solo, Sungai Samin, dan Sungai Jenes.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya