SOLOPOS.COM - Petugas Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Wonogiri mencicipi air yang diambil dari penampungan air di dekat sungai. Penampungan air disiapkan untuk mengantisipasi datangnya musim kemarau. Foto diambil belum lama ini. ( Tika Sekar Arum/JIBI/SOLOPOS)


Petugas Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Wonogiri mencicipi air yang diambil dari penampungan air di dekat sungai. Penampungan air disiapkan untuk mengantisipasi datangnya musim kemarau. Foto diambil belum lama ini. (
Tika Sekar Arum/JIBI/SOLOPOS)

Tak salah apabila Desa Gemawang di Kecamatan Ngadirojo, Wonogiri disebut sebagai desa yang lain daripada yang lain.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Desa yang memiliki wilayah 1.144,3 hektare ini memang memiliki keistimewaan terutama dalam bidang lingkungan terutama terkait masalah perubahan iklim.Bahkan kehebatan desa ini telah diakui Kementerian Lingkungan Hidup dengan penerbitan sertifikat Rintisan Proklim November 2012 silam.

Kasi Pemulihan Kualitas Lingkungan, Giyono, mewakili Kepala Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Wonogiri, Sri Wahyu Widayatto, mengatakan berdasarkan hasil penilaian tim Proklim belum lama ini, Desa Gemawang terbukti memiliki paling tidak 15 hal yang membuat desa dengan jumlah penduduk 4.757 jiwa ini dianggap sebagai desa rintisan proklim alias desa peduli perubahan iklim.

“Salah satu buktinya adalah adanya kreativitas warga untuk membangun sumur resapan air hujan dan pembuatan biogas dari limbah ternak. Kalau desa lain baru satu atau dua kegiatan, di Gemawang hampir semuanya sudah jalan,” beber Giyono, saat ditemui Solopos.com di ruang kerjanya, akhir pekan kemarin.

Karakteristik Desa Gemawang sebenarnya tidak jauh berbeda dibandingkan desa lain di Wonogiri. Sebagian besar tepatnya sekitar 80% warganya bekerja di sawah, ladang dan perkebunan.

Sebanyak 131,1 hektare lahan di desa itu digunakan untuk budi daya padi sawah dengan irigasi sederhana, 43,2 hektare untuk sawah tadah hujan, dan 542 hektare berupa ladang dimanfaatkan untuk menanam palawija. Warga desa ini juga membudidayakan tanaman perkebunan di lahan seluas 250 hektare. Setidaknya ada tujuh kelompok hutan rakyat yang melakukan budidaya tanaman jati yang jumlahnya mencapai 4.300 pohon. Tak hanya jati, di desa ini juga ada ribuan pohon mete, kakao, kelapa, mangga, sukun dan durian.

Biogas

Kaur Ekonomi Pembangunan, Yatmin Mulyono, mewakili Kepala Desa (Kades) Gemawang, Suparjo, kepada Solopos.com, Minggu (2/2/2013), mengakui di samping semangat dan kemauan warga, kesuksesan Desa Gemawang juga didukung partisipasi sejumlah pihak, mulai dari instansi pemerintah sampai swasta.

“Warga kami tidak keberatan menerima hal baru. Jadi waktu ada yang memberikan bantuan program, warga sepenuhnya mendukung,” ungkap dia.

Yatmin mencontohkan saat ada program biogas tahun 2008 dan 2012, pemilik ternak mendukung. Peternak yang mempunya lebih dari lima ekor ternak sapi dengan gembira menyambutnya. Hingga akhir 2012 sudah ada tujuh instalasi biogas. Hal ini membuat Gemawang juga bisa menjadi cikal bakal desa mandiri energi.

Saat ini, desa dengan 12 dusun itu sedang berupaya meningkatkam status mereka dari Rintisan Proklim menjadi desa Proklim. Desa ini telah memiliki modal untuk menjadi desa Proklim.  Di antaranya adanya rumah pengomposan, sumur resapan air hujan, pengembangan pertanian organik, reboisasi lahan kritis, pengelolaan usaha ternak besar sekaligus instalasi pembuatan biogas dari kotoran ternak dan bangunan pengendali erosi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya