SOLOPOS.COM - PEMBATAS JALAN--Pembatas jalan di sepanjang jalan raya Sragen-Ngawi, tepatnya di wilayah Desa Banaran, Kecamatan Sambungmacan menjadi dilema pengusaha lokal karena parkir kendaraan terbatas. Foto diambil Rabu (23/5/2012). (JIBI/SOLOPOS/Tri Rahayu)

PEMBATAS JALAN--Pembatas jalan di sepanjang jalan raya Sragen-Ngawi, tepatnya di wilayah Desa Banaran, Kecamatan Sambungmacan menjadi dilema pengusaha lokal karena parkir kendaraan terbatas. Foto diambil Rabu (23/5/2012). (JIBI/SOLOPOS/Tri Rahayu)

Aktivitas bisnis masyarakat di perbatasan Jawa Tengah-Jawa Timur tak begitu ramai. Pasar Banaran yang dipadati para pedagang kelontong, makanan dan toko-toko pada tahun-tahun lalu, kini terlihat sepi. Hanya pedagang sayuran dan kelontong berskala kecil yang masih tampak. Pasar yang terletak di wilayah Desa Banaran, Kecamatan Sambungmacan, Sragen ini salah satu penyumbang pendapatan asli daerah (PAD) bagi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Pasar terbesar di wilayah Sambungmacan ini ternyata tak memberi kontribusi pendapatan bagi Pemerintah Desa (Pemdes) Banaran. Para pedagang di pasar itu pun bukan asli Banaran, melainkan dari berbagai daerah, termasuk dari wilayah Kabupaten Ngawi.

“Dulu orang perbatasan mendengar warung sate, pasti yang dituju warung sate Banaran. Kini
warung sate itu pindah ke Pasar Ngawi. Sebelumnya banyak pertokoan besar di Banaran ini, tapi sekarang toko-toko dan warung makan beralih tempat ke Ngawi,” ujar Sekretaris Desa Banaran, Sukriyanta, saat dijumpai solopos.com, Rabu (23/5/2012).

Salah satu penyebab pindahnya para pelaku bisnis di Desa Banaran adalah adanya median jalan yang dipasang di tengah Jl Raya Sragen-Ngawi. Sukriyanta menerangkan pemasangan media jalan itu berdampak pada terbatasnya areal parkir bagi warung makan dan pertokoan di Banaran. Sebelum ada median jalan, areal parkir masih luas, yakni di tepi jalan sebelah selatan dan sebela utara. Banaran kini tak memiliki ikon desa yang bisa memberi daya tarik masyarakat.

Banaran merupakan desa yang terletak paling timur Kabupaten Sragen. Jalan Raya Sragen-Ngawi yang membelah desa ini tak mampu memberi peluang bagi penduduk perbatasan untuk meningkatkan perekonomian mereka.

“Penduduk Banaran mayoritas bermatapencaharian petani. Luas lahan pertanian di desa ini mencapai 301 hektare dan areal lahan perkebunan tebu seluas 55,9 hektare. Luas pemukiman relatif lebih sempit, yakni 212 hektare,” imbuhnya.

Potensi desa yang bisa dikembangkan disesuaikan dengan karakter masyarakatnya. Menurut Sukriyanta, ada dua sentra industri kecil yang terletak di Dukuh Kiping dan Dawe. Dukuh Kiping terkenal sebagai daerah produksi batu bata merah. Masyarakat satu dukuh itu sebagian
besar berpenghasilan sebagai pekerja pembuat batu bata merah, terutama di sepanjang aliran Sungai Sawur.

Berbeda dengan penduduk di Dukuh Dawe. Sukriyanta mengatakan penduduk Dukuh Dawe memiliki produk unggulan berupa tempe kripik. Pemasaran produk lokal ini, lanjut dia, masih terbatas pada wilayah Kabupaten Sragen dan daerah perbatasan di Kabupaten Ngawi, Jatim.
“Di Dukuh Bolo dan Banaran sebenarnya sebagai pusat industri mebel. Karena keterbatasan bahan baku, kini industri mebel itu banyak yang gulung tikar,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya