SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Bisnis/Dok)

Solopos.com, JAKARTA — Dewan Pengupahan Nasional atau Depenas memberi tenggat atau batas waktu Kementerian Ketenagakerjaan untuk mengumumkan Upah minimum Provinsi (UMP) 2022 hingga 10 November mendatang.

Wakil Ketua Depenas Adi Mahfud mengatakan Kemenaker masih meminta sejumlah data detail dari Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menghitung besaran UMP tahun depan itu.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Data detail itu di antaranya seperti tingkat konsumsi rata-rata rumah tangga dan data konsumsi pekerja di rumah tangga.

“Rilis BPS tanggal 15 kemarin itu karena suatu hal kami masih menunggu indikator yang dijadikan sebagai penghitung UMP, begitu kemarin sepakat kelengkapan data itu akan dikirim dari BPS ke Kemenaker maksimum tanggal 5 November, ketetapannya kami mewanti-wanti di bawah tanggal 10 November,” kata Adi melalui sambungan telepon kepada Bisnis, Senin (25/10/2021).

Baca Juga: UMR Tahun Depan Naik? Berikut 10 Provinsi dengan UMP Tertinggi 2021

Kendati demikian, Adi enggan untuk menerangkan isi pembahasan teranyar soal ketetapan kenaikan UMP tahun depan itu.

Dia beralasan dirinya dibatasi oleh kode etik untuk membeberkan isi pembahasan yang masih berkembang bersama Kemenaker dan pemangku kepentingan lainnya.

“Kami mengacu pada data BPS, itu jadi acuan untuk menghitung UMP provinsi, kabupaten, kota. Kami tidak memungkinkan untuk menyebut angka itu,” tuturnya.

Persentase kenaikan upah minimum berpotensi lebih rendah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, seiring dengan diterapkannya metode kalkulasi baru perhitungan upah minimum.

Baca Juga: Menko Airlangga Sebut Elektronifikasi Transaksi Pemda Bisa Dongkrak PAD

Inflasi

Penetapan upah minimum 2022 bakal mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 36/2021 tentang Pengupahan yang menggantikan PP No. 78/2015.

Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar menjelaskan penghitungan upah minimum terbaru akan memakai sejumlah variabel baru. Pada regulasi lama, kenaikan upah minimum mengacu pada tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi tahun berjalan.

“Kenaikan upah minimum tahun depan dihitung dengan mengacu pada upah minimum tahun berjalan, tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, batas atas dan batas bawah upah minimum,” kata Timboel, Minggu (24/10/2021).

Batas atas upah minimum sendiri dihitung dengan mengalikan rata-rata konsumsi per kapita dan rata-rata anggota keluarga. Hasil dari perkalian itu lantas dibagi dengan jumlah rata-rata anggota rumah tangga yang bekerja.

Baca Juga: Blak-Blakan Sri Mulyani Resah Gegara Pinjol Bikin Orang Menderita

Hasil penghitungan sementara yang dilakukan Timboel dengan formulasi terbaru memperlihatkan kenaikan upah minimum berada di kisaran 1 sampai 2 persen.

Selain itu, kenaikan upah minimum berpotensi tak merata karena inflasi dan pertumbuhan ekonomi tak merata di setiap provinsi.

“Yang terpenting sekarang otoritas statistik segera merilis angka-angka variabel yang diperlukan, seperti tingkat konsumsi dan jumlah rata-rata anggota keluarga. Dengan variabel yang makin banyak, kemungkinan kenaikan lebih kecil dari pada saat PP No. 78/2015 diterapkan,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya