SOLOPOS.COM - Dul Rahman (dua dari kanan), 20, di dampingi anggota JAT lainnya saat menggelar jumpa pers di Masjid Baitussalam, Tipes, Serangan, Solo, Minggu (23/9/2012). (Foto: Rudi Hartono/JIBI/SOLOPOS)


Dul Rahman (dua dari kanan), 20, di dampingi anggota JAT lainnya saat menggelar jumpa pers di Masjid Baitussalam, Tipes, Serangan, Solo, Minggu (23/9/2012). (Foto: Rudi Hartono/JIBI/SOLOPOS)

SOLO–Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) Solo mendesak Kapolri meminta maaf kepada Dul Rahman, 20, terkait peristiwa salah tangkap oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror terhadap yang bersangkutan, Sabtu (22/9) pagi lalu. JAT menilai apa yang dilakukan Densus 88 tidak profesional dan proporsional.

Promosi UMKM Binaan BRI Ini Jadi Kuliner Rekomendasi bagi Pemudik di Pekalongan

Dul Rahman adalah anggota JAT asal Sudimoro RT 002/RW 010, Parangjoro, Grogol, Sukoharjo, yang turut ditangkap aparat Densus 88 saat pasukan elit polisi tersebut menangkap terduga teroris di Griyan, Pajang, Laweyan, Solo. Ia dibawa polisi menggunakan mobil dan diinterogasi polisi di Mapolresta Solo. Namun, lantaran polisi tidak bisa membuktikan bahwa Dul Rahman terkait jaringan teroris, ia dilepaskan pukul 19.30 WIB.

Dul Rahman didampingi Amir JAT Mudiriyah Solo, Muh Sholeh Ibrahim, saat menggelar jumpa pers di Masjid Baitussalam, Tipes, Solo, Minggu (23/9/2012), menyampaikan Dul Rahman ditangkap polisi berpakaian preman saat ada penjagaan ketat di sekitar Solo Square (SS) karena sedang ada penangkapan terduga teroris di Griyan sekitar pukul 10.30 WIB. Ketika itu ia baru saja keluar dari SS lalu melihat ada banyak polisi di sekitar 100 meter dari SS. Karena penasaran ia berusaha mendekat ingin mengabadikan peristiwa tersebut dengan kamera. Tetapi, sebelumnya ia mengecek kamere digital yang dibawanya.

“Pas saya cek ternyata kamera saya rusak. Tiba-tiba ada beberapa polisi bersenjata menghampiri saya meminta kamera. Setelah mengetahui kamera saya rusak polisi itu meminta ponsel dan mengecek isi pesan singkat,” urai Dul Rahman.

Polisi langsung curiga setelah tahu SMS di ponsel Dul Rahman berasal dari nama-nama ustad. Lalu polisi membuka bajunya. Tahu ia mengenakan baju koko polisi langsung membawa Dul Rahman ke mobil secara paksa.

“Saya teriak minta tolong, tapi polisi menindih saya. Saya salah apa kok ditangkap? Apa semua yang berbaju koko teroris? Saya bilang seperti itu tapi enggak digubris,” imbuh Dul Rahman.

Saat diinterogasi Dul mengaku ditanya soal identitas dan keperluannya. Ia juga mengaku sebelum sempat menjawab apa yang ditanyakan polisi ia ditampar polisi beberapa kali di muka. Akibatnya, mulut di bagian dalamnya berdarah dan terasa sangat sakit. Ketika meludah air liurnya keluar bercampur darah cukup banyak. Interogasi menurut Dul dilakukan polisi hingga pukul 15.30 WIB. Setelah itu ia dibiarkan saja hingga akhirnya barang-barangnya dikembalikan dan dilepaskan pukul 19.30 WIB.

Atas tindakan itu, sambung Sholeh, JAT mendesak Kapolri meminta maaf kepada Dul Rahman dan mengembalikan nama baiknya. JAT juga meminta Provos Mabes Polri pro aktif mengusut para pelaku penganiayaan.

“Kepada Presidan RI, Susilo Bambang Yudhoyono, agar mengevaluasi keberadaan Densus 88 Antiteror karena sudah tak independen, sering menembak mati korban, menganiaya, tidak ada kebebasan menentukan penasihat hukum dan kerap salah tangkap,” ulas Sholeh kepada wartawan.

Ia meminta pula Komnas HAM menyeret dan mengadili oknum Densus 88 yang terlibat dalam pelanggaran HAM.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya