SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Apa yang disebut demoralisasi bangsa saat ini meliputi semua aspek kehidupan kebangsaan yang norma-normanya mengalami erosi atau pemudaran kualitas. Hal itu dapat menuju ke arah negatif, bersifat destruktif dan bisa mengarah kepada kehancuran bangsa. Saya berpendapat, ukuran kebangsaan kita meliputi keinginan untuk membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), selain juga karena keinginan kita yang benar-benar untuk membangun negara kita yang berdasarkan Pancasila sebagai falsafah perilaku kehidupan bersam.

Sebab Pancasila, selain mendasari wacana hidup seseorang juga memiliki dasar kontekstual penerapannya dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial-budaya, pendidikan, dan terhadap kehidupan global dalam membangun dunia. Ukuran kebangsaan kita lainnya yaitu kita memiliki konstitusi UUD 1945 sebagai pedoman tatanan kehidupan berbangsa. Kita juga memiliki Bhinneka Tunggal Ika sebagai acuan kita dalam menyikapi kehidupan bersama dalam situasi keadaan bangsa yang bersifat multikultural. Kita pun juga memiliki kedaulatan untuk menjalankan kemerdekaan.

Promosi Komeng The Phenomenon, Diserbu Jutaan Pemilih Anomali

Kita juga kaya budaya sebagai norma nilai yang harus kita gunakan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari secara mandiri dan bersama-sama dengan orang lain. Nah, bagaimana dengan segi moral bangsa yang dirasa mengalami erosi? Menurut saya, salah satu segi-segi moral bangsa yang dirasa mengalami erosi atau pemudaran yakni penghargaan kita terhadap sejarah bangsa. Bahkan sejarah bangsa cenderung dimanipulasi untuk memperoleh keuntungan sendiri sehingga melunturkan penghargaan terhadap pahlawan bangsa.

Ekspedisi Mudik 2024

Tampak pula saat ini terjadinya erosi peradaban anggota warga bangsa, semakin pudarnya norma-norma kehidupan bersama, semakin maraknya sikap disintegrasi dan semakin merajalelanya diskriminasi antar warga bangsa. Saya juga melihat, pudarnya penghargaan sejarah bangsa itu karena sejarah kebangsaan kita telah sampai pada taraf membingungkan generasi bangsa. Mereka bisa berbuat karena mereka memiliki uang dan kekuasaan.

Padahal tanpa itu pun apabila kita membuat sejarah apa adanya, maka kita telah memiliki dokumen sejarah bangsa dengan benar. Saya kira, lunturnya penghargaan kita terhadap penghargaan pahlawan bangsa itu juga disebabkan karena adanya kecenderungan pahlawan bangsa ditukar dengan kepahlawanan dirinya. Dengan cara yang sistematis, perumus sejarah telah menghapus sejarah pahlawan yang digesernya untuk digantikan dengan dirinya dengan kriteria kepahlawanan yang tidak jelas.

Sementara, lunturnya semangat kita terhadap nilai-nilai patriotisme itu karena kita kehilangan kebanggaan terhadap kebangsaan kita. Kita sering lebih mengagumi budaya bangsa lain, padahal beberapa kekayaan kita telah dipatenkan bangsa lain. Kita lebih bangga terhadap perbuatan menyimpang dan kita lebih bangga apabila kita justru sebagai ‘penjahat’, sebagai residivis, sebagai pelaku pembunuhan, dan lain-lain. Kian jarang orang tidak merasa menjadi pahlawan karena berbuat kebaikan.

Saya rasa, hal itu juga disebabkan karena berkembangnya berbagai diskriminasi antar anggota masyarakat, dan tidak adanya kepedulian antar sektor kehidupan. Simpati lebih dominan daripada empati dengan pola kehidupan yang cenderung kian materialistis. Liberalisasi yang bergaung hebat saat ini, juga memacu maraknya disintegrasi bangsa.

Hal ini membuat semakin pudarnya rasa kebersamaan yang mengarah terjadinya kompetisi negatif, semakin menjauhnya rasa gotong royong dan adanya pihakpihak yang sengaja mengadu domba di antara kita dengan memanfaatkan kondisi multikultural bangsa. Kalau kita amati, ternyata semakin merajalelanya diskriminasi antar warga bangsa itu karena terjadinya tindakan diskriminatif dalam dunia pendidikan, dengan memperlakukan berbagai perbedaan tindakan terhadap siswa.

Berkembangnya hasil pendidikan yang diskriminatif dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, membuat antara warga tega saling melakukan tindakan kekerasan yang mengakibatkan hilangnya rasa aman dalam kehidupan bersama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya