Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Para pengunjuk rasa menuntut pembubaran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jateng, PT Sarana Pembangunan Jawa Tengah (SPJT). Koordinator aksi, Riyanta, menyatakan keberadaan SPJT tidak membawa menfaat bagi masyarakat Jateng.
“Padahal penyertaan modal Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng yang notabena uang rakyat ke SPJT senilai Rp700 miliar,” ujarnya.
Sebab, lanjut dia, sejak pembentukan SPJT pada 2008 sampai sekarang belum memberikan keutungan bagi Pemprov.
Dia kemudian mengutip laporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI perwakilan Jateng, terhadap operasional SPJT 2011 dan 2012 pendapatan paling banyak dari non operasional yakni bunga deposito.
Pada pendapatan SPJT 2011, bunga deposito menyumbangkan Rp46,77 miliar dari total pendapatan senilai Rp56,560 miliar.
Sedang pada pendapatan SPJT 2012, bunga deposito menyumbangkan Rp16,721 miliar dari total pendapatan senilai Rp41,104 miliar. “Sebaliknya, untuk pendapatan dari pengembangan usaha SPTJ malah mengalami kerugian,” ungkap Riyanta. Tercatat pada 2011 dari anggaran senilai Rp15,787 miliar realisasinya hanya Rp9,79 miliar dan pada 2012 dari anggaran senilai Rp20,554 miliar realisasinya Rp7,382 miliar.
“Dalam LHP BPK itu juga terungkap adanya penyimpangan pengelolaan SPJT dan anak perusahaannya PT Sarana Patra Hulu Cepu (SPHC) yang mengelola blok cepu,” bebernya. Dalam tuntutannya pengunjuk rasa, selain meminta pembubaran SPJT dan SPHC juga meminta penyelidikan penyimpangan keuangan di Bank Jateng.
Pengunjuk rasa juga memintaDPRD Jateng melakukan langkah politik dengan meminta dilakukan audit investigasi kepada BPK. Selama berlangsung demonstrasi tak ada satu pun anggota legislatif yang menemui pengunjuk rasa. Setelah menggelar orasi dan membentangkan beberapa spanduk. pengunjuk rasa kemudian membubarkan diri dengan tertib.