SOLOPOS.COM - Para buruh yang tergabung dalam Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Jateng berdemo di depan Kantor Gubernur Jateng, Jl. Pahlawan, Semarang, Senin (31/10/2016). Mereka berdemo menolak penetapan upah berdasarkan PP No. 78/2015. (Imam Yuda Saputra/JIBI/Semarangpos.com)

Demonstrasi menolak PP No. 78/2015 digelar buruh di depan Kantor Gubernur Jateng, Semarang.

Semarangpos.com, SEMARANG – Gelombang demonstrasi terkait penetapan upah buruh berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 terus dilakukan para buruh di berbagai daerah di Tanah Air, tak terkecuali yang berada di Jateng.

Promosi Kisah Inspiratif Ibru, Desa BRILian Paling Inovatif dan Digitalisasi Terbaik

Demo para buruh Jateng yang tergabung dalam Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) digelar di depan Kantor Gubernur Jateng, Jl. Pahlawan, Kota Semarang, Senin (31/10/2016). Berdasarkan pantauan Semarangpos.com, aksi unjuk rasa para buruh ini dilakukan sejak pukul 11.00 WIB.

Sebelum menggelar aksi, mereka lebih dulu berkumpul di sekitaran Masjid Baiturrahman, Semarang. Mereka kemudian berjalan menuju Kantor Gubernur Jateng untuk melakukan orasi.

Sayangnya, keinginan para buruh itu untuk masuk ke halaman Kantor Gubernur Jateng itu diadang aparat, baik dari Satpol PP maupun Polrestabes Semarang. Alhasil, para buruh yang jumlahnya mencapai puluhan orang itu pun hanya bisa berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur.

Dalam orasi, para buruh dengan tegas menolak PP No. 78/2015 tentang Pengupahan yang baru saja ditetapkan pemerintah. “Kami menilai PP 78 itu tidak memperjuangkan hak-hak kaum buruh. Selain itu, PP 78 juga melanggar konstitusi [UU No. 13 Tahun 2003],” ujar koordinator aksi yang juga Ketua KASBI FSB Migas Cepu, Agung Pujo, saat dijumpai Semarangpos.com di sela-sela demo buruh itu.

Berdasarkan PP No. 78/2015, menurut Agung, formulasi pengupahan hanya dihitung berdasarkan angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintah, dalam hal ini Badan Pusat Statistik (BPS). Dengan demikian, sistem pengupahan itu mengabaikan survei harga-harga kebutuhan pokok setiap tahun yang menjadi patokan komponen hidup layak (KHL) seperti yang selama ini ditetapkan dalam UU No. 13/2003.

“Oleh karenanya kami datang ke sini untuk bertemu Gubernur dan meminta dia mengabaikan PP 78 itu dan menetapkan UMP di Jateng sesuai dengan peraturan sebelumnya [UU No. 13 Tahun 2003]. Gubernur punya wewenang untuk itu,” ujar Agung.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya