SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Bisnis Indonesia/Rachman)

Ilustrasi (JIBI/Bisnis Indonesia/Rachman)

BANDUNG – Pemerintah Provinsi Jabar mengkhawatirkan ancaman mogok yang akan dilakukan buruh bisa melumpuhkan industri di Jabar.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jabar Hening Widiatmoko mengatakan rencana mogok buruh sudah diketahui pihaknya sejak September 2012 lalu. Namun pihaknya agak terkejut melihat perkembangan rencana aksi buruh yang akan dilakukan di sejumlah provinsi bertambah. “Ini agak ngeri. Semula dihitung ada 8 kabupaten seluruh Indonesia yang akan mogok. Tapi pada 4 September lalu bertambah menjadi 21 kabupaten,” katanya di Bandung, Selasa (2/10/2012).

Ekspedisi Mudik 2024

Di Jabar, daerah yang terancam buruhnya mogok yakni Kota dan Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Purwakarta dan Bandung Raya. “Kalau mogok dilaksanakan lumpuh industri, ekonomi juga kena,” katanya. Pihaknya sudah meminta Polda Jabar untuk mengamankan aksi sweeping, agar mobil yang membawa karyawan tidak dihentikan.

Menurut Hening jika aksi mogok produksi terjadi maka pengusaha akan rugi, buruh juga mendapat rugi. “Bisa dibayangkan kalau ini mereka lakukan. Tujuan mereka untuk perbaikan outsourcing dan kesejahteraan tidak akan tercapai,” katanya. Hening juga mendapat informasi jika demo akan berlangsung selama beberapa hari sampai 20 Oktober nanti.

Pihaknya sudah menyerahkan urusan mogok dan demonstrasi buruh ini pada kepolisian. “Mogok ini bagian dari rencana nasional [buruh], saya berharap mereka melakukan dengan tertib dan damai,” katanya. Ratusan ribu buruh rencananya akan menggelar aksi besar-besaran di Gedung Sate, Bandung. Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) KSPSI Jawa Barat, Roy Jinto mengatakan aksi tersebut dalam rangka penolakan upah murah dan menuntut penghapusan outsourcing kepada pemerintah.

“Aksi demo ini akan melibatkan sekitar 100.000 buruh yang ada di wilayah Bandung Raya. Khusus untuk wilayah Bandung Raya kita fokuskan di Gedung Sate,” kata Roy. Dalam aksi tersebut pihaknya akan menyampaikan aspirasi kepada pemerintah, terkait tenaga kerja kontrak atau outsourcing. Terlebih saat ini tenaga kerja kontrak masih berlaku pada bagian-bagian yang utama seperti yang terjadi di sektor tekstil, garmen, dan otomotif.

Padahal sesuai aturan itu tidak boleh.“Kita mengingatkan tenaga outsourcing dihapuskan karena itu sangat merugikan para buruh,” katanya. Para buruh juga akan menyuarakan tuntutan upah yang layak karena selama ini para buruh selalu dibayar dengan murah. Pihaknya akan mendesak pemerintah untuk melakukan revisi Kepmenakertrans 13/2012, karena jumlah item standar KHL yang tercantum belum mencukupi. Para buruh juga berharap revisi Kepmen akan berisi minimal 86 item standar KHL.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat Deddy Widjaya mengaku tidak keberatan unjuk rasa buruh menuntut penghapusan sistem kerja kontrak dan oustsourcing.”Kami sangat menghargai buruh berunjuk rasa untuk menyampaikan hak-haknya kepada pemerintah,” katanya saat dihubungi Bisnis.com.

Menurut dia, unjuk rasa tersebut pasti berpengaruh terhadap aktivitas di sejumlah pabrik di Jawa Barat. Pihaknya juga berharap para pengunjuk rasa tidak anarkistis, seperti masuk ke pabrik-pabrik mengajak buruh lain untuk berunjuk rasa. “Kami yakin ada juga buruh yang tidak ingin ikut berunjuk rasa, jadi mereka juga harus menghargai orang lain. Kalau mereka merugikan pengusaha, itu berarti tindakan pidana dan kami akan menempuh jalur hukum,” tegas Deddy.

Deddy mengatakan unjuk rasa buruh secara besar-besar dan mengarah pada anarkis bisa mengganggu iklim investasi di Indonesia, terutama Jawa Barat.”Pemerintah tetap membutuhkan investasi swasta,” katanya. Dia mengaku keinginan para buruh tersebut dianggap logis, sebab hak mereka sebagai warga negara. “Meski mereka melakukan unjuk rasa besar-besaran, kami tetap patuh terhadap aturan yang ada,” jelasnya. Apabila aturan tersebut dihapus pemerintah, pihaknya akan mempertimbangkannya. “Kalau dihapus kami akan melihat dulu aturannya. Sebab, aturan tersebut harus diuji coba dulu, misalnya melalui Mahkamah Konstitusi,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya