SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/Burhan Aris Nugraha)

Demam berdarah Sleman untuk jumlah pasien terus bertambah.

Harianjogja.com, SLEMAN- Jumlah kasus pasien demam berdarah dengue (DBD) terus bertambah. Hingga awal Maret  ini Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman mencatat terjadi 173 kasus DBD dengan empat orang meninggal dunia. Meski jumlah pasien DBD terus meningkat, namun Dinkes tidak akan sembarangan melakukan kegiatan fogging.

Promosi Enjoy the Game, Garuda! Australia Bisa Dilewati

Sejumlah warga di Dusun Ringinsari Maguwoharjo Sleman berharap agar pemerintah melakukan fogging di wilayah tersebut. Pasalnya, sejumlah warga diduga mengalami sakit DBD.

“Kami berharap agar Dinkes melakukan fogging untuk mencegah penyebaran DBD. Sebab, sudah ada warga yang terkena DBD. Cuma saya tidak tahu apakah wilayah ini termasuk endemis atau tidak,” Mulistyo, salah seorang warga di sana, Jumat (11/3/2016).

Menanggapi hal itu, Kepala Dinkes Sleman Mafilindati Nuraini menerangkan, dibandingkan kegiatan fogging (pengasapan) Dinkes lebih mengutamakan prinsip 3M plus. Mulai menguras, menutup, dan mengubur barang yang dapat dijadikan sarang nyamuk serta pemeriksaan jentik secara berkala.

“Upaya pencegahan yang efektif untuk penyakit DBD bukan melalui fogging tapi dengan pemberantasan sarang nyamuk. Ya dengan 3M plus itu,” kata Linda di sela-sela kegiatan Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk di Sitisendari, Dusun Sambisari, Purwomartani, Kalasan, Jumat (11/3/2016).

Pengasapan hanya akan dilaksanakan jika suatu daerah mengalami endemis. Jika memang ada penderita DBD, lanjut Linda, masyarakat diharapkan meminta surat diagnosa atau kewaspadaan dini rumah sakit (KDRS). Setelah itu, warga diharapkan melaporkan masalah tersebut ke Puskesmas setempat. Jika laporan diterima, Dinkes  akan menindaklanjuti dengan penyelidikan epidemiologi lebih dulu sebelum dilakukan pengasapan.

“Fogging tidak bisa dilakukan sembarangan, kecuali dipastikan ada fokus penularan di suatu lokasi. Kami tetap terus memotivasi warga untuk memeriksa jentik-jentik di lingkungannya dengan gerakan 3M plus,” katanya.

Kegiatan fogging, lanjut Linda, dilakukan dengan menyebarkan insektisida untuk mencegah perkembangbiakan serangga, termasuk nyamuk aedes aegypti. Dikarenakan mengandung bahan kimia berbahaya, maka kegiatan fogging dikendalikan. Selain dikhawatirkan membunuh serangga lain, penggunaan insektisida dinilai bisa merusak lingkungan.

“Ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangannya seperti ditemukan penderita, adanya penularan, dan vektor nyamuk,” jelas Linda.

Di wilayah Padukuhan Sambisari, dari 151 rumah yang disasar terdapat 51 rumah yang positif menjadi tempat berkembang biak jentik nyamuk. Linda menyebut, angka bebas jentik (AJB) di wilayah tersebut baru mencapai 52% atau jauh dari standar AJB 95 %. Padahal, kasus DBD di Kecamatan Kalasan dalam  dua bulan mencapai 91 kasus dengan tiga orang meninggal dunia.

“Jentik dan telur tidak akan mati (dengan fogging). Bahkan tidak semua nyamuk mati, justru membuat nyamuk kebal terhadap pestisida,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya