SOLOPOS.COM - Rini Yustiningsih (Istimewa/Dokumen pribadi)

Solopos.com, SOLO — Dua hari libur nasional pada pekan lalu, membuat cukup waktu buat saya menyaksikan serial baru berjudul Inventing Anna. Saya tergelitik menyaksikan serial ini karena ada embel-embel “berdasarkan kisah nyata”, meskipun kemudian ada catatan “kecuali sejumlah bagian yang dibuat-buat”.

Inventing Anna mengisahkan sepak terjang aksi penipuan Anna Sorokin yang lebih beken dengan nama Anna Delvey, asal Rusia. Anna bangsawan gadungan dari Jerman. Usianya baru 25 tahun, tapi aksinya pada kurun 2016-207 bikin geleng-geleng kepala.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Baca juga: Indra Kenz Tutupi Pemilik Binomo

Dengan kecerdasan (baca: memanipulasi), pengetahuannya soal fesyen, soal dunia seni dan jago negosiasi, dia berhasil menipu orang-orang top, hotel-hotel terkenal (Anna mengelabui hotel dan bisa tinggal berbulan-bulan). Jika dijumlah aksi penipuannya bisa sampai sekitar US$275.000 atau sekitar Rp4 miliar.

Korbannya bukan orang sembarangan, deretan Crazy Rich New York, orang-orang terpandang, bahkan bank-bank besar terkecoh dengan kepiawai Anna yang sempat dinilai mereka; Anna visioner.

Anna Delvey Foundation—yayasan bentukan Anna yang rencananya beranggotakan kaum elite—nyaris terealisasi dengan dana pinjaman sekitar US$35 juta-US$40 juta. Yayasan ini batal, lantaran kedok Anna terbongkar.

Pada 2017 dia ditangkap polisi. Dengan delapan dakwaan, sidang memutuskan Anna dipenjara 4 hingga 12 tahun dan denda US$24.000 serta ganti rugi US$200.000. Februari 2021 dia dibebaskan tapi tak lama kemudian dia masuk penjara lagi hingga kini, karena overstay visa.

Di Instagram @theannadelvey, saya cukup terkejut. Anna yang mendapat bayaran US$320.000 karena kisahnya difilmkan itu dipuja-puji oleh penggemarnya. Dianggap Si Penakluk Amerika, Brilliant Queen hingga simbol Impian Amerika. Apa dunia sudah terbalik? Penjahat, penipu malah dipuja bak pahlawan. Seorang kriminal malah dimuliakan. Moralitas Anna malah dianggap sebagai hal aneh dan menarik.

***

Di Indonesia ada kisah tak jauh beda. Namanya, Indra Kesuma alias Indra Kenz. Kelahiran 31 Mei 1996, yang pada Mei nanti berusia 26 tahun. Kecerdasannya menjadikan aplikasi Binary Option (Binomo) populer. Alih-alih program investasi, aplikasi yang sejatinya merupakan judi online ini mampu menggaet banyak afiliator (peserta yang mengajak peserta lain).

Afialitor ini dijanjikan mendapatkan keuntungan 80%-85% jika berhasil mendapatkan peserta lain, demikian seterusnya. Cerdas, inovatif, pinter bisnis, yang dikemas dalam postingan-postingan akun medsosnya menjadikan Indra Kenz sebagi seorang influenze dengan pengikut 1,6 juta.

Baca juga: Doni Salmanan Terancam Miskin Lagi

Postingannya menggambarkan kemewahan, mobil-mobil muaaahal, rumah gedongan, liburan keliling dunia. Dari delapan korban Binomo yang melaporkan saja, nilai penipuannya mencapai Rp3,8 miliar. Ribuan korban lainnya yang belum melapor?

Di akun Instagram Indra Kenz, glorifikasi terhadapnya juga bertebaran. Ketika polisi menetapkan sosok yang dikenal sebagai Crazy Rich Medan sebagai tersangka penipuan dengan acaman hukuman Rp3,8 miliar, komentar yang bertebaran bukan hujatan, tapi malah motivasi hingga dukungan. “Semangat ya…” komentar yang jamak dilakukan.

Baca juga: PPATK Blokir Transaksi Ilegal

Glorifikasi para kriminal, memuliakan para pelaku kejahatan, apakah ini menunjukkan bahwa warganet tengah menuju delusi atau sudah ber-delusi?

Dalam buku Pengantar Psikologi (1990) karya Maramis W.E. menyebut delusi sebagai keyakinan seorang tentang sesuatu yang tidak sesuai kenyataaan. Penjahat dianggap pahlawan, penipuan dianggap kebaikan, pamer kemewahan dinilai keberhasilan. Jika ini yang terjadi, artinya warganet kita tengah memasuki gejala sakit mental, tidak hanya Anna yang juga sudah berhalusinasi sebagai bangsawan Jerman.

Delusi warganet juga sebagai gambaran bagaimana media sosial mampu mem-branding seseorang menjadi seperti apa yang diinginkan. Media sosial (medsos) merupakan ruang membangun citra. Setiap postingan di medsos adalah pencitraan.

Indra lewat unggahan-unggahannya mengemas dirinya sebagai Crazy Rich buah dari kerja keras dan kerja cerdas. Warganet terjebak pada “sosok” yang Indra ciptakan di dunia maya.

Mereka menilai Indra mewakili sosok generasi milenial, kaya, smart, intuitif kuat dalam hal bisnis, pekerja keras, pernah hidup miskin. Penilaian semu ini pada akhirnya menjadikan delusi bagi penggemarnya. Yang pada akhirnya seakan mereka “mengamini” kejahatan yang sudah dilakukan.

Pelajaran berharga dari kisah Anna dan Indra yakni kecerdasan tanpa dilandasi kebijaksanaan dan etika akan berakhir sia-sia. Mereka sosok milenial cerdas. Sayangnya kecerdasan mereka tidak digunakan dengan baik dan bijak untuk meraih impian mereka.

Indonesia memiliki 64,19 juta jiwa pemuda (data Badan Pusat Statistik 2020). Sekitar 24,02% total penduduk Indonesia adalah pemuda. Ini bonus demografi yang menjadi potensi luar biasa jika berhasil memanfaatkan mereka dalam pembangunan.

Sudah banyak dicontohkan oleh pemuda-pemuda hebat di negeri ini bagaimana mereka menorehkan prestasi untuk bangsa. Belajarnya dari kisah-kisah inspiratif mereka. Bukan dari pencitraan semu. Semoga kita semua tidak mengalami delusi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya