SOLOPOS.COM - Sukarelawan Panularan untuk Pemenangan Jokowi-JK sebagai Presiden dan Wakil Presiden, Minggu (25/5/2014), membaca teks deklarasi mendukung atas pencalonan Joko Widodo (Jokowi) dan Muhammad Jusuf Kalla (JK) sebagai presiden dan wakil presiden dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014. Deklarasi yang diikuti puluhan warga dari 54 RT di Panularan itu dilaksanakan di lahan parkir SD Al Azhar Syifa Budi, Panularan, Laweyan, Solo, Jawa Tengah. (Septian Ade Mahendra/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLOSejumlah pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemkot Solo kedapatan menghadiri deklarasi pemenangan salah satu calon presiden di beberapa lokasi. Komitmen netralitas PNS yang sempat digaungkan Pemkot pun dipertanyakan.

Pantauan Solopos.com, Minggu (25/5/2014), pejabat teras Pemkot seperti Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapermas) PP PA dan KB Solo, Anung Indro Susanto, dan Kabid Sarana Wisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Solo, Ipoung Saryoko, menghadiri deklarasi Komunitas Alumni UNS Pendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) di Gelanggang Pemuda Bung Karno.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Keduanya menggunakan kaus atribut dukungan bagi Jokowi-JK. Malam harinya, Camat Laweyan, Hendro Pramono, dan Lurah Panularan, Tri Broto Waluyo, mendatangi deklarasi pemenangan capres serupa di depan SD Al Azhar Syifa Budi. Camat tampak mengenakan kemeja kotak-kotak khas Jokowi.

Ekspedisi Mudik 2024

Menurut Kabid Pembinaan dan Kesejahteraan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Solo, Daryono, keterlibatan PNS dalam sebuah kampanye atau deklarasi capres tertentu tidak dibenarkan. Daryono menegaskan predikat PNS sebagai pelayan publik melekat 24 jam.

Hal itu ditegaskan dalam PP No.53/2010 tentang Disiplin PNS. “Jadi meskipun bukan di hari kerja, PNS tidak boleh berpolitik praktis. Menghadiri undangan kader partai atau pendukung capres tertentu sebenarnya juga tidak boleh, apalagi sampai memakai atribut,” terangnya saat ditemui Solopos.com di Balai Kota, Senin (26/5/2014).

Sebatas Mendengar

Daryono mengatakan kehadiran pejabat publik di acara politis dibatasi sebagai pendengar atau setara masyarakat biasa. Secara detail dalam PP No.53/2010 pasal 4.13, PNS dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah keberpihakan pada calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama dan sesudah pemilu.

“Kegiatan itu meliputi pertemuan, ajakan, imbauan dan sebagainya. Sanksinya tak main-main. PNS bisa diberhentikan jika terlibat membuat keputusan yang menguntungkan calon tertentu.” Namun demikian, ia mengakui hingga kini belum ada PNS yang dihukum akibat pelanggaran politis. “Solo cenderung kondusif. Tidak ada upaya mobilisasi dari pucuk pimpinan,” tuturnya.

Wakil Wali Kota (Wawali), Achmad Purnomo, kurang sependapat jika aturan netralitas PNS dimaknai saklek. Menurutnya, kehadiran camat maupun lurah di deklarasi sah sepanjang mereka hanya menyaksikan jalannya acara. Demikian halnya kehadiran pejabat publik di deklarasi alumni pendukung Jokowi-JK.

“Mereka ke sana kan dengan kapasitas alumni. Masa enggak boleh? Yang penting tidak memobilisasi dan menggunakan fasilitas negara.”

Dikonfimasi, Camat Laweyan, Hendro Pramono, menegaskan tidak memiliki kecondongan pada capres tertentu meski datang ke deklarasi Jokowi-JK. Hendro mengklaim kehadirannya dalam acara merupakan kewajibannya sebagai pemangku wilayah Laweyan.

“Kalau soal baju kotak-kotak itu kebetulan saja. Saya memang senang baju kotak-kotak,” tukasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya