SOLOPOS.COM - Walhi Jawa Tengah bersama beberapa pemerhati lingkungan dan Pemkot Solo berdiskusi terkait polemik urgensi PLTSa di Putri Cempo, Mojosongo, Solo di Front One Hotel Airport Solo Senin (21/12/2020). (Candra Mantovani/Solopos)

Solopos.com, SOLO - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jateng dan pemerhati lingkungan berdialog terbuka dengan Pemkot Solo terkait keberadaan PLTSa Putri Cempo, Mojosongo, Solo terhadap lingkungan sekitar di di Front One Hotel Airport Solo Senin (21/12/2020).

Mereka menilai, sistem thermal yang digunakan dapat berdampak buruk bagi kehidupan di sekitar lokasi fasilitas insenerator sampah padat.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Salah satunya diungkapkan oleh Direktur Program Gita Pertiwi, Titik Eka Sasanti, yang menilai lokasi PLTSa di sekitar permukiman warga dapat berdampak pada kesehatan masyarakat. Hal ini lantaran hasil pembakaran sampah di PLTSa menghasilkan senyawa kimia dioxin dan furan (karsinogenik).

Selvi Ananda Hingga Atikoh Ganjar Pranowo Siap Berbagi Di FGD Hari Ibu Solopos

Senyawa tersebut menurutnya dapat menyebabkan beberapa jenis penyakit seperti kanker, gangguan sistem reproduksi, dan cacat lahir apabila terpapar dalam jangka waktu lama. Sedangkan, untuk jangka waktu dekat, penyakit kerusakan hati, penurunan sistem kekebalan tubuh, dan penurunan berat badan dapat berpotensi tinggi terjadi. Salah satu yang paling berisiko menurutnya masyarakat di sekitar lingkungan insenerator sampah padat.

“Perempuan dan anak menjadi yang paling berisiko. Jenis kanker tertinggi yang ditemukan untuk perempuan seperti kanker payudara dan serviks. Sementara untuk anak-anak kanker darah atau leukimia. Untuk laki-laki kanker paru-paru dan kolorektal,” jelas dia.

Kajian Mendalam

Sementara itu, Project Officer Isu Urban dan Keadilan Iklim Walhi, Abdul Gofar, mengatakan pengolahan sampah dengan metode insenerator, gasifikasi, dan pirolisis untuk sampah di Indonesia perlu ada kajian mendalam dan menyeluruh.

Gofar menjelaskan kebijakan melalui Perpres 35/2018 merupakan upaya instan pemerintah untuk target mengatasi sampah pada 2025 sebesar 70 persen. Branding PLTSa ramah lingkungan menurutnya hanya akan merugikan masyarakat sekitar karena tidak ada jaminan kesehatan dan keselamatan serta keberlanjutan lingkungan di dalamnya.

“Fokus dari Perpres ini semata-mata hanya pada keuntungan ekonomi dan penghasilan energi. Pembakaran tidak sempurna pada sampah akan menimbulkan senyawa kimia berbahaya bersifat karsinogenik. Dampaknya tak hanya kepada manusia, tapi hewan juga,” ungkap dia.

Ucapan Selamat Hari Ibu, Simpel Tapi Bisa Bikin Mewek Mamamu

Dia berharap, kedepannya, Pemkot Solo bisa meninjau kembali pembangunan PLTSa yang menggunakan teknologi thermal. Selain itu, dilibatkannya masyarakat sekitar untuk pengambilan kebijakan dianggap penting.

“Kami harap ada upaya lainnya dengan mendorong perda atau perwali larangan menggunakan plastik sekali pakai dan implementasi zero waste cities,” beber dia.

Kepala DLH Solo, Gatot Sutanto, yang diwakili stafnya, mengatakan pembangunan PLTSa Putri Cempo masih berjalan. Menurutnya adanya PLTSa di Solo berfungsi untuk mengatasi permasalahan sampah di Putri Cempo yang saat ini over kapasitas dan terpaksa open dumping. Diharapkan, setelah sampah di TPA Putri Cempo habis metode thermal tidak digunakan lagi.

“Kami hitung 15 tahun sampah di Putri Cempo sudah habis. Kontrak kerjasama kan 20 tahun berakhir. Harapannya Solo kedepannya jangan sampai menggunakan lagi kalau sampah sudah habis. Karena kalau sampah sudah habis, kami bisa bikin sistem sanitary lagi. Sekarang tidak bisa karena over kapasitas dan tidak ada lahan. Pasti Pemkot Solo juga berpikir bagaimana menyelesaikan masalah dengan metode yang aman,” beber dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya