SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Semarangpos.com, SEMARANG — Pertumbuhan nilai impor Jawa Tengah sepanjang tahun 2018 lalu lebih besar dibandingkan pertumbuhan nilai ekspor. Defisit neraca perdagangan Jateng mencapai US$8,19 miliar.

Badan Pusat Statistik Jawa Tengah mencatat nilai ekspor Jateng pada Januari-Desember 2018 mencapai US$6,59 miliar. Adapun nilai impor pada periode yang sama tahun 2018 lalu tercatat mencapai US$14,78 miliar.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ekspor dari Januari sampai Desember tahun lalu hanya tumbuh sebesar 9,96% dibandingkan dengan periode yang sama 2017. Sementara impor selama 12 bulan tahun lalu mengalami peningkatan sebesar 38,66% pada Januari-Desember 2018.

“Satu tahunnya, neraca perdagangan Januari—Desember [2018] masih defisit,” kata Kepala Badan Pusat Statistik Jawa Tengah Sentot Bangun Widoyono di Semarang, Rabu (15/1/2019).

Defisit neraca perdagangan yang terjadi sepanjang tahun lalu lantaran sektor migas (minyak dan gas) mengalami defisit cukup besar. Tercatat, kontribusi impor migas Jawa Tengah mencapai 38,13% terhadap total impor.

Kondisi tersebut, lanjutnya dapat terjadi lantaran Jawa Tengah memiliki industri pengolahan minyak yang digunakan untuk kebutuhan di dalam negeri. Minyak yang diolah tersebut didatangkan dari luar negeri seperti Arab Saudi.

“Kalau di Jateng, sebenarnya karena kita tidak bisa menghindar dari kebutuhan migas, karena kita punya industri pengolahan,” katanya.

BPS mencatat, impor migas sepanjang tahun lalu sebanyak US$5,64 miliar atau mengalami pertumbuhan sebesar 34,57% dibandingkan dengan nilai pada periode yang sama 2017.

Dari sisi non migas, data BPS menunjukkan impor barang modal mengalami pertumbuhan cukup signifikan sepanjang tahun lalu dibandingkan dengan 2017, yakni sebesar 121,59%. Barang modal yang diimpor adalah barang modal yang tidak diproduksi di dalam negeri.

“Kalau non migas, impor terbesar selama 2018 utamanya barang modal, yang tidak ada diproduksi di Indonesia,” katanya.

Dia menuturkan BPS menemukan banyak impor mesin untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang sepanjang tahun lalu. Dia memperkirakan, aktivitas impor barang modal kemungkinan dapat mengalami penurunan jika aktivitas di PLTU Batang telah selesai.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira Adhinegara, mengungkapkan solusi mengatasi defisit neraca perdagangan tersebut adalah mendorong peningkatan lifting minyak di Indonesia dengan menciptakan investasi migas yang berkualitas. “Khususnya di bidang eksplorasi,” katanya.

Kemudian, dia menambahkan, menekan impor migas secara keseluruhan di dalam negeri juga bisa melalui percepatan program B20. Saat ini, ujarnya masih terdapat kendala dalam pasokan bahan baku fatty acid methyl (Fame) dan kesiapan pengguna non-PSO (Public Service Obligation)

Tidak hanya itu, pemerintah juga diminta segera menunda proyek infrastruktur yang berkontribusi pada tingginya impor bahan baku dan barnag modal. Terkahir, lanjutnya dari sisi ekspor kuncinya adalah hilirisasi industri.

China Terbesar
Sementara itu, Sentot menambahkan negara pemasok barang impor terbesar ke Jawa Tengah pada Januari-Desember 2018 adalah China, yakni sebesar US$4,18 miliar. Kemudian di susul oleh Arab Saudi (US$2,76 miliar), dan ketiga terbesar adalah Nigeria (US$1,01 miliar). Nilai impor ketiga negara pemasok ke Jawa Tengah tersebut tercatat mengalami pertumbuhan sepanjang tahun lalu dibandingkan dengan kinerja impor 2017.

Adapun negara tujuan ekspor Jawa Tengah yang terbesar sepanjang 2018 adalah Amerika Serikat, Jepang, dan China dengan masing-masing sebesar US$1,83 miliar, US$858, 60 juta, dan US$529,90 juta. 

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya