SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, JAKARTA — Mantan Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar mengatakan dirinya pernah melaporkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai proyek Meikarta di Bekasi. Dia mengungkapkan ada “bola liar” dari pembicaraan yang dilakukan oleh beberapa pejabat publik terkait Meikarta.

“Karena kemarin banyak bola liar dari beberapa pejabat yang bicara Meikarta, saya lapor ke Pak Jokowi. ‘Pak ini beberapa penjabat publik udah main bola liar sama Meikarta. Ini faktanya begini’,” papar Deddy seusai menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Gedung KPK, Rabu (12/12/2018).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Selama diperiksa untuk tersangka Billy Sindoro, Deddy Mizawar mengaku dirinya diberi 31 pertanyaan oleh penyidik KPK. Deddy menjelaskan perubahan tata ruang terkait dengan proyek Meikarta harus melalui persetujuan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Ekspedisi Mudik 2024

“Sesudah itu, belum tentu juga bisa dilakukan, harus disetujui pusat, karena yang namanya tata ruang itu top down. Jadi, bukan karena kabupaten mengubah lantas bisa dilakukan. Tidak. Enggak bisa suka-suka, karena dampaknya besar andai terjadi bencana soal masalah ruang,” tutur Deddy.

Pemeran Naga Bonar tersebut datang ke KPK sekitar pukul 10.20 WIB dan selesai diperiksa sekitar pukul 15.15 WIB. Dalam kasus ini, sembilan orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Sebagai pihak pemberi yaitu Direktur Operasional PT Lippo Grup, Billy Sindoro; konsultan Lippo Grup, Taryudi; konsultan Lippo Grup, Fitra Djaja Kusuma; dan pegawai Lippo Grup, Henry Jasmen.

Sebagai pihak penerima, yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin; Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Jamaludin; Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi, Sahat MBJ Nahor; Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi, Dewi Tisnawati; dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi.

Pihak yang diduga menerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Khusus untuk Jamaludin, Sahat MBJ Nahor, Dewi Tisnawati, dan Neneng Rahayu, mereka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara itu, pihak pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya