SOLOPOS.COM - Yusril Ihza Mahendra (Dok/JIBI/Solopos)

Solopos.com, JAKARTA — Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan pakar hukum Yusril Ihza Mahendra punya sejarah panjang pertemanan.

Keduanya adalah teman diskusi sejak SBY masih aktif sebagai jenderal militer. Ketika SBY menjadi Presiden, Yusril diangkat menjadi Menteri Hukum dan Perundang-undangan serta Menteri Sekretaris Negara.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Saat menjabat Menteri Sekretaris Negara, Yusril menulis naskah pidato untuk SBY lebih dari 300 naskah.

Ditunjuk 4 Kader

Kini, dua teman itu akan berhadapan dalam kisruh internal Partai Demokrat (PD).

Kantor milik Yusril, Ihza & IHZA Law Firm SCBD-Bali Office ditunjuk empat mantan kader PD sebagai kuasa hukum.

Mereka mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung terkait uji formil dan materiil Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat era Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Saat ini SBY menjabat sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat.

Hal Baru

Yusril Ihza Mahendra menjelaskan AD/ART bisa digugat ke MA. Dalam keterangan resminya, Kamis (23/9/2021), Yusril dan adiknya, Yuri mengatakan langkah menguji formil dan materiil AD/ART Parpol merupakan hal baru dalam hukum Indonesia.

Keduanya mendalilkan Mahkamah Agung berwenang menguji AD/ART parpol karena AD/ART dibuat oleh sebuah parpol atas perintah undang-undang dan delegasi yang diberikan Undang-Undang Partai Politik.

Baca Juga: Tuhan Tidak Tidur, Benarkah Azis Syamsuddin Tersangka? 

“Nah, kalau AD/ART parpol itu ternyata prosedur pembentukannya dan materi pengaturannya ternyata bertentangan dengan undang-undang, bahkan bertentangan dengan UUD 1945, maka lembaga apa yang berwenang untuk menguji dan membatalkannya?” kata salah satu penulis naskah pidato mundur Presiden Soeharto pada 1998 itu seperti dikutip detik.com.

Kevakuman Hukum

Yusril menyebut ada kevakuman hukum untuk menyelesaikan persoalan di atas. Mahkamah Partai yang merupakan quasi peradilan internal partai disebut tidak berwenang menguji AD/ART. Begitu juga Pengadilan Negeri yang berwenang mengadili perselisihan internal parpol yang tidak dapat diselesaikan oleh Mahkamah Partai, tidak berwenang menguji AD/ART.

Yusril menyebut Pengadilan TUN juga tidak bisa mengadili karena kewenangannya hanya untuk mengadili sengketa atas putusan tata usaha negara.

“Karena itu, saya menyusun argumen–yang insyaallah cukup meyakinkan–dan dikuatkan dengan pendapat para ahli antara lain Dr. Hamid Awaludin, Prof. Dr. Abdul Gani Abdullah dan Dr. Fahry Bachmid, bahwa harus ada lembaga yang berwenang menguji AD/ART untuk memastikan apakah prosedur pembentukannya dan materi muatannya sesuai dengan undang-undang atau tidak. Sebab, penyusunan AD/ART tidaklah sembarangan karena dia dibentuk atas dasar perintah dan pendelegasian wewenang yang diberikan oleh undang-undang,” ujar Yusril.

Sangat Mendasar

Yusril mengatakan kedudukan parpol sangatlah mendasar dalam kehidupan demokrasi dan penyelenggaraan negara.

Ada enam kali kata partai politik disebutkan di dalam UUD 1945 dan puluhan kali partai politik disebut di dalam undang-undang.

Baca Juga: Sebelum Azis, 2 Pimpinan DPR Ini Lebih Dulu Jadi Pesakitan. Siapa Mereka? 

Bahkan ada undang-undang khusus yang mengatur partai politik seperti yang sekarang berlaku, yakni UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dengan perubahan-perubahannya.

Di dalam UUD 1945, Yusril melanjutkan, disebutkan hanya partai politik yang boleh ikut dalam Pemilu Legislatif (Pileg), hanya partai politik yang boleh mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden.

Peranan Besar

Seusai Pemilu, fraksi-fraksi partai politik memainkan peranan besar dalam mengajukan dan membahas RUU, membahas calon duta besar, Panglima TNI dan Kapolri, Gubernur BI, BPK, KPK dan seterusnya.

Di daerah, sebelum ada calon independen, hanya partai politik yang bisa mencalonkan kepala daerah dan wakilnya.

Begitu partai politik didirikan dan disahkan, partai tersebut tidak bisa dibubarkan oleh siapapun, termasuk oleh Presiden. Partai politik hanya bisa dibubarkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi.

“Nah, mengingat peran partai yang begitu besar dalam kehidupan demokrasi dan penyelenggaraan negara, bisakah sebuah partai sesuka hatinya membuat AD/ART? Apakah kita harus membiarkan sebuah partai bercorak oligarkis dan monolitik, bahkan cenderung diktator, padahal partai adalah instrumen penting dalam penyelenggaraan negara dan demokrasi?” argumen Yusril.

Bantuan Keuangan

Yusril mengingatkan partai-partai yang punya wakil di DPR RI juga mendapat bantuan keuangan yang berasal dari APBN, yang berarti dibiayai dengan uang rakyat.

Yusril berpendapat jangan ada partai yang dibentuk dan dikelola ‘suka-suka’ oleh para pendiri atau tokoh-tokoh penting yang dilegitimasi oleh AD/ART yang bertentangan dengan undang-undang, bahkan UUD 1945.



“Mahkamah Agung harus melakukan terobosan hukum untuk memeriksa, mengadili dan pemutus apakah AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020 bertentangan dengan undang-undang atau tidak? Apakah perubahan AD/ART dan pembentukan AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020 telah sesuai dengan prosedur yang diatur oleh undang-undang atau tidak? Apakah materi pengaturannya, seperti kewenangan Majelis Tinggi yang begitu besar dalam Partai Demokrat, sesuai tidak dengan asas kedaulatan anggota sebagaimana diatur dalam UU Partai Politik?” kata Yusril.

Nonkepentingan

“Apakah wewenang Mahkamah Partai dalam AD/ART yang putusannya hanya bersifat rekomendasi, bukan putusan yang final dan mengikat sesuai tidak dengan UU Partai Politik? Apakah keinginan 2/3 cabang Partai Demokrat yang meminta supaya dilaksanakan KLB baru bisa dilaksanakan jika Majelis Tinggi setuju, sesuai dengan asas kedaulatan anggota dan demokrasi yang diatur oleh UU Parpol atau tidak? Demikian seterusnya sebagaimana kami kemukakan dalam permohonan uji formil dan materiil ke Mahkamah Agung,” imbuhnya.

“Menkum HAM tidak boleh punya kepentingan terhadap AD/ART sebuah partai yang diminta untuk disahkan. Jadi urusan prosedur pembentukan dan materi pengaturannya memang lebih baik diuji formil dan materiil oleh Mahkamah Agung. Sehingga jika seandainya Mahkamah Agung memutuskan AD/ART itu bertentangan dengan UU, maka Menkum HAM sebagai Termohon tinggal melaksanakan saja amar putusan Mahkamah Agung, dengan mencabut Keputusan Pengesahan AD/ART partai tersebut,” kata Yusril.

Baca Juga: Tak Rukun, Bupati Bojonegoro Bagi-Bagi Bansos Disidak Wakilnya Sendiri 

Yusril menegaskan posisinya di dalam perkara ini sebagai advokat, lepas dari ranah politik. Yusril menegaskan dirinya tidak bertanya apakah 4 orang yang diwakilinya itu mengikuti KLB di Sibolangit atau tidak. Yusril menyebut keempat orang tersebut punya legal standing untuk mengajukan judicial review ke MA.

“Bahwa ada kubu-kubu tertentu di Partai Demokrat yang sedang bertikai, kami tidak mencampuri urusan itu. Urusan politik adalah urusan internal Partai Demokrat. Kami fokus kepada persoalan hukum yang dibawa kepada kami untuk ditangani,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya