SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

<p><strong>Solopos.com, KLATEN</strong> — Sekitar tujuh tahun lalu, Khusnul Itsariyati, 31, putri pengelola Pondok Pesantren Al Qohar di Pulon, Malangan, Tulung, Klaten, mulai menekuni hobinya menjahit kain. Saat itu, selain membantu mengelola pondok pesantren, aktivitasnya menjahit sekadar untuk memenuhi kebutuhan pribadi, yakni menyambut kelahiran bayi pertamanya.</p><p>Dia membuat sendiri semua kebutuhan bayi dan kebutuhan lain pascamelahirkan. Dari baju bayi dan perlengkapan lainnya, Khusnul pun mencoba perlengkapan lain yang bisa dia buat dengan cara dijahit. Tas salah satu pilihannya.</p><p>Saat itu dia masih membuat tas dengan model biasa. Namun, produknya itu dilirik salah satu pemain jual beli online.</p><p>&ldquo;Kebetulan ada salah satu alumnus pondok yang melihat tas buatan kami, akhirnya dia bawa tas itu ke Jogja kemudian dijual secara online. Tak hanya sekali, alumnus kami itu kemudian datang lagi dan pesan lagi sampai akhirnya kami terus menyuplai barang untuk diperjualbelikan secara online,&rdquo; papar Khusnul saat berbincang dengan <em>Solopos.com</em> di Kantor Perwakilan <a title="Nilai Beasiswa Bank Indonesia Naik Jadi Rp1 Juta/Bulan" href="http://news.solopos.com/read/20180507/496/914898/nilai-beasiswa-bank-indonesia-naik-jadi-rp1-jutabulan">Bank Indonesia </a>&nbsp;(BI) Solo, Senin (7/5/2018).</p><p>Waktu itu, tas produksinya diberi label Kimia Baby, yang diambil dari nama putri pertamanya. Melalui pasar online itulah produknya makin dikenal, terlebih produknya cukup unik karena memakai bahan kanvas dan goni. Penggunaan kanvas dan goni ini Khusnul ingin mengusung tema go green dan tema inilah yang akhirnya membuat buyer dari luar negeri tertarik.</p><p>Produksi tas yang kini diberi label KimiBag itu terus berkembang sampai akhirnya produknya diketahui salah satu perusahaan besar asal Swiss melalui perwakilannya di Bali. &ldquo;Melalui perwakilannya di Bali itu mereka memborong tas kami untuk packaging branding kemudian dikirim ke Swiss,&rdquo; kata suami Khusnul, Abul Haris Akbar, 32.</p><p>Dari pesanan itulah mengalir pesanan-pesanan lain yang kebanyakan datang dari korporat, seperti perbankan, mal, hingga pesanan tas untuk kegiatan-kegiatan yang bertaraf internasional. Korporat di negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura pun melirik produknya.</p><p>&ldquo;Ada juga pembeli dari Belanda tapi mereka ambil dari jaringannya di Jakarta. Terakhir kami baru kirim sampel ke Arab Saudi.&rdquo;</p><p>Harga produk tas bervariasi tergantung penggunaan bahan dan model. Paling murah Rp45.000-an untuk tas seminar kit dengan model sederhana. Ada pula yang mencapai Rp100.000 hingga Rp175.000 dengan sentuhan bahan kulit sapi.</p><p>Pesanan ribuan tas berbagai ukuran dan model itu kini masih digarap Abul dan Khusnul sendiri dibantu beberapa orang santri yang memang ingin terlibat dalam pembuatan KimiBag. Jika order membeludak dengan waktu deadline singkat, Abul akan memberdayakan ibu-ibu di sekitar Tulung yang memiliki keterampilan menjahit.</p><p>Untuk urusan sablon, mereka bekerja sama dengan kampung sablon di Wedi. &ldquo;Jadi usaha ini benar-benar kami jalani sendiri, mulai dari fotografi, sablon, desain web, programming, packaging. Uniknya lagi, produk kami adalah custom, jadi pemesan bisa memesan modelnya kami tinggal memenuhi permintaan. Sedikit banyak tetap kami layani, yang jumlahnya ratusan bahkan hanya satu saja tetap kami layani.&rdquo;</p><p>Meskipun KimiBag sudah melanglang hingga ke beberapa negara, Khusnul dan Abul rupanya masih kesulitan untuk mengekspor sendiri produknya. Belum lama ini, mereka berkomunikasi dengan calon buyer asal Inggris yang meminta packaging tas sebanyak 25.000 pieces per bulan.</p><p>Namun, Abul dan Khusnul tidak berani menindaklanjuti permintaan tersebut karena keterbatasan kapasitas produksi dan mereka belum punya jalan untuk bisa ekspor langsung ke Inggris.</p><p>&ldquo;NPWP saja kami belum punya, SIUP juga belum. Kalau yang ke Malaysia, Singapura, dan Belanda kami kirim lewat jaringan mereka di Indonesia. Saat ini kami masih fokus untuk membangun profesionalisme usaha karena untuk keuangan kami juga masih kami garap secara manual,&rdquo; tutur Abul.</p><p>Ponpes Al Qohar adalah salah satu ponpes yang kini tengah <a title="Bank Indonesia Jateng Gandeng Pesantren Kembangkan Ekonomi Syariah" href="http://semarang.solopos.com/read/20180501/515/913580/bank-indonesia-jateng-gandeng-pesantren-kembangkan-ekonomi-syariah">dibina Bank Indonesia (BI) Solo </a>&nbsp;agar menjadi ponpes mandiri dan berkembang dengan usahanya sendiri. Beberapa kali KimiBag dilibatkan BI Solo untuk ikut pameran, salah satunya pameran dalam rangka road to <a title="Bank Indonesia Gelar Festival Ekonomi Syariah di Semarang" href="http://semarang.solopos.com/read/20180503/515/914012/bank-indonesia-gelar-festival-ekonomi-syariah-di-semarang">Festival Ekonomi Syariah </a>&nbsp;(Fesyar).</p><p>Kini, KimiBag telah menjadi salah satu sumber penghidupan bagi ponpes yang memiliki 25 santri, terdiri atas 13 santri putra dan 12 santri putri, serta sembilan guru mengaji ini. Selain KimiBag, santri ponpes juga punya usaha lain seperti ternak cacing, ternak lele, ternak burung, namun skalanya masih sangat kecil.</p><p>Melalui KimiBag, santri Ponpes Al Qohar kini tidak lagi hanya belajar agama, hadrah, hafalan Alquran, tapi juga bisa belajar berwirausaha. Santri juga belajar keterampilan menjahit, menyablon, dan proses lainnya yang berkaitan dengan produksi tas.</p><p>Beberapa kali KimiBag dilibatkan dalam kegiatan pameran, beberapa santri pun dilibatkan. Sekarang, santri Ponpes Al Qohar tidak hanya mengenal lingkungan pondok tapi juga bisa melihat dunia luar belajar dari banyak orang yang mereka temui saat ikut pameran.</p><p>&ldquo;Dari usaha KimiBag ini kami masih ingin membangun software sumber daya manusia di pondok. Kami ingin para santri bisa belajar menjadi manusia yang beragama tapi profesional.&rdquo;</p><p>Deputi Kepala BI Solo Bidang Advisori dan Pengembangan Ekonomi Daerah, M. Taufik Amrozy, menyampaikan pondok pesantren kini tengah dibidik BI sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru karena ada beberapa pondok yang mampu mandiri secara ekonomi. Selain Ponpes Al Qohar, pengembangan sektor riil berbasis syariah juga dilakukan di beberapa ponpes di Solo seperti Assalaam, Jamsaren, dan dua ponpes di Sragen.</p><p>&nbsp;</p>

Promosi Klaster Usaha Rumput Laut Kampung Pogo, UMKM Binaan BRI di Sulawesi Selatan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya