SOLOPOS.COM - Seorang warga berjalan melintas di depan Masjid Itthad yang terletak di Dukuh Pucuk, Desa Sepat, Kecamatan Masaran, Sragen, Jumat (24/3/2023). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN—Masjid Ittihad yang terletak di Dukuh Pucuk, Desa Sepat, Kecamatan Masaran, Sragen, merupakan salah satu masjid tua di Sragen.

Dari cerita lisan yang berkembang di masyarakat Dukuh Pucuk, masjid yang menempati lahan seluas 3.000 meter persegi itu dibangun oleh Kiai Sadjadi pada 1890-an.

Promosi Jaga Jaringan, Telkom Punya Squad Khusus dan Tools Jenius

Bangunan masjid itu cukup sederhana. Sekilas seperti masjid biasa, tetapi memiliki serambi yang luas. Di dalam masjid itu masih terdapat bekas umpak penyangga empat saka guru masjid.

Pengurus Masjid Ittihad Pucuk, Desa Sepat, Masaran, Sragen, Muhajir, saat berbincang dengan Solopos.com, baru-baru ini, mengungkapkan Masjid Ittihad merupakan salah satu masjid tua di Sragen dan pernah didata dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen.

Dia mengatakan salah satu yang dicatat sebagai cagar budaya sepertinya umpak dan beduk. Dia menyebut kalau umpaknya sudah dipendam dan bekasnya masih ada. Untuk beduk masjid, jelas dia, juga masih ada.

“Setahu saya, masjid ini sudah direhab kali ketiga sehingga mencari bangunan aslinya sudah sulit. Masjid ini kali pertama kemungkinan masih di zaman kolonial Belanda. Dulu Pucuk ini merupakan onderan [onder distrik]. Masjid itu dulunya sebuah musala kemudian dibangun masjid oleh Mbah Kiai Sadjadi,” ujar dia.

Dia berkisah saat itu Kiai Sadjadi merupakan santri muda dari Jamsaren, Solo, yang menjual kitab agama ke wilayah Pucuk. Saat berjualan kitab itu, kata dia, Kiai Sadjadi juga mengajari warga tentang ilmu agama, salah satunya ilmu salat. Warga yang tidak bisa beli buku, ujarnya, justri dipinjami selama sepekan kemudian diambil lagi.

“Suatu saat ada orang kaya yang juga juru sunat yang tertarik dengan Kiai Sadjadi yang masih muda itu. Kemudian Kiai Sadjadi diambil menantu oleh juru sunat itu dan dibuatkan musala untuk mengajari warga. Kemudian musala itu dibangun menjadi masjid dan diberi nama Ittihad. Saat itu usia Kiai Sadjadi masih 25 tahun,” jelas dia.

Dia menerangkan Kiai Sadjadi itu menjadi warga Pucuk dan meninggal pada 1998 pada usia 127 tahun. Kalau dihitung mundur dari tahun meninggalnya, jelas dia, maka Kiai Sadjadi lahir pada 1871. Bila pada saat membangun musala atau masjid itu diperkirakan umur 25 tahun, maka masjid itu kemungkinan dibangun pada 1890-an atau akhir Abad ke-19. Almarhum Kiai Sadjadi dimakamkan di Permakaman Umum Rontani Pucuk.

Muhajir juga mendapatkan cerita pada zaman dulu Pucuk juga menjadi salah satu basis Partai Komunis Indonesia (PKI). Dia mengatakan saat waktu salat lokasi basis PKI itu membunyikan lagu-lagu khas PKI dengan menggunakan pengeras suara. Dia mengungkapkan karena lokasinya dekat masjid sehingga menganggu warga yang hendak salat. “Saat itu Mbah Kiai Sadjadi memukul beduk untuk menyaingi suara pengeras suara itu. Pada pukul beduk terakhir, pengeras suara orang PKI itu meledak,” jelas dia.

Keberadaan Masjid Ittihad menambah khasanah masjid tua di Kabupaten Sragen. Sebelumnya diketahui ada empat masjid tua di Sragen, yaitu Masjid Jami’ Jogopaten Kaliyoso, Desa Jetiskarangpung, Kecamatan Kalijambe, Sragen yang didirikan Bagus Turmudhi dengan gelas Kiai Abdul Jalal I. Masjid tersebut dibangun di lahan pemberian Paku Buwono (PB) IV (1788-1820).

Masjid tua lainnya, Masjid Gedhe Kauman yang terletak di Kampung Kauman, Sragen Wetan, Sragen. Masjid terseut didirikan K.H. Hazan Zainal Mustofa pada 1826. Kemudian Masjid Mujahidin di Dukuh Bulu, Desa Karanganyar, Kecamatan Sambungmacan yang dibangun seorang pengikut Pangeran Diponegoro bernama Imam Syafii pada 1829.

Masjid itu dibangun saat pecah Perang Diponegoro (1825-1830). Masjid tua lainnya, Masjid Ki Ageng Butuh, yang terletak di wilayah Dukuh Butuh, Desa Gedongan, Kecamatan Plupuh, Sragen. Di dalam Masjid Butuh ini terdapat mimbar dengan angka 1852 dalam angka Arab. Mimbar itu merupakan pemberian Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat pada masa pemerintahan PB VII (1830-1858).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya