SOLOPOS.COM - Sri Sultan Hamengku Buwono X-Gubernur DIY (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Dana Bansos DIY tertunda karena aturan baru yang menyebutkan penerima harus berbadan hukum, namun Sultan tak sependapat

Harianjogja.com, JOGJA-Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X tidak sependapat dengan aturan pemerintah pusat yang mengharuskan penerima dana bantuan sosial (bansos) memiliki badan hukum. Menurut Sultan, aturan itu akan menyulitkan warga.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Sebetulnya pemerintah itu harus memberikan akses mempermudah, bukan malah mempersulit,” kata Sultan saat ditemui seusai menghadiri Sidang Paripurna Mendengarkan Pidato Presiden RI menyambut Kemerdekaan RI ke-70 di DPRD DIY, Jumat (14/8/2015).

Dalam Undang-undang Nomor 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, pasal 298 ayat 5, menyebutkan bahwa dana hibah dapat diberikan kepada badan, lembaga, dan organisasi masyarakat (Ormas) yang berbadan hukum. Aturan ini mulai berlaku sejak 6 Juni lalu melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri).

Sultan mengatakan dana hibah dan bansos sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat. kelompok masyarakat penerima hibah bansos pun hanya satu kali, tidak bisa dua sampai tiga kali. Jika harus berbadan hukum akan merepotkan masyarakat. “Kalau saya yang penting diverifikasi bener atau tidak, tidak usah harus berbadan hukum,” ucap Sultan.

Ketua DPRD DIY, Youke Indra Agung Laksana menyatakan pihaknya sudah berupaya mempertanyakan langsung kepada Kemendagri bersama para pimpinan dewan. Namun, jawaban yang diperolehnya tetap sama, yakni penerima dana hibah dan bansos harus berbadan hukum.

Ia mengakui tidak bisa berbuat banyak dengan kebijakan baru tersebut. Menurutnya, banyak kepala daerah lainnya pun protes atas kebijakan itu, terutama daerah yang mempunyai dana hibah dengan jumlah besar. “Termasuk pak Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga protes,” kata Youke.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Indonesia (PDIP) ini mengakui masih banyak kelompok masyarakat calon penerima dana bansos belum berbadan hukum. Padahal kelompok masyarakat tersebut tidak dipungkiri banyak kontribusinya untuk kemajuan daerah sehingga perlu mendapat bantuan.

Anggota Badan Anggaran DPRD DIY Tri Huda Yudiana menambahkan, regulasi baru itu menghambat program pengentasan kemiskinan di DIY yang jumlahnya mencapai puluhan miliar, yang ada di hampir semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) DIY.

Padahal, kata dia, angka kemiskinan di DIY masih diatas rata-rata nasional, yakni 14%. Di antara program pengentasan kemiskinan yang berbasis dana bansos adalah pembangunan rumah tidak layak huni (RTLH), pemasangan listrik bagi warga miskin, program kelompok usaha bersama (KUB).

Huda berpendapat, tidak semua bansos negatif dan berkonotasi politisasi sebagaimana landasan pemikiran regulasi mengharuskan penerima bansos berbadan hukum. “Mestinya pemerintah pusat berpikir positif dan mengambil langkah proporsional, bukan mencurigai warganya sendiri dan membuat aturan yang menyulitkan program pengentasan kemiskinan,” kata Huda.

Sebelumnya, Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Umar Priyono menyebutkan dana hiba yang dimiliki instansinya tahun ini tidak bisa dicairkan sebanyak Rp5 miliar. Dana hibah itu sejatinya untuk 40 kelompok masyarakat yang sudah disetujui memperoleh hibah pada 2014 lalu.

Sebanyak Rp2,4 miliar dana hibah juga di Dinas Pariwisata DIY juga tidak bisa cair untuk delapan kelompok masyarakat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya