SOLOPOS.COM - Ilustrasi rapat paripurna DPR (Abdullah Azzam/JIBI/Bisnis)

Dana Aspirasi DPR ditolah Partai Nasdem bersama Koalisi Indonesia Hebat, mengapa?

Solopos.com, JAKARTA — Partai Nasional Demokrat (Nasdem) bersama Koalisi Indonesia Hebat meminta Presiden Joko Widodo menolak usulan pengajuan dana aspirasi daerah pemilihan Rp11,2 triliun oleh DPR dalam RAPBN 2016. Alokasi keuangan negara sebagai dana aspirasi itu mereka anggap bertentangan dengan asas pemerataan pembangunan di Tanah Air.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Rio Patrice Capella, Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, mengatakan permintaan penolakan usulan program pembangunan daerah pemilihan (UP2DP) senilai Rp20 miliar per anggota Dewan/tahun tersebut lantaran bertentangan dengan asas keadilan dan pemerataan pembangunan di Tanah Air.

“Dana aspirasi akan banyak menumpuk di Jawa karena anggota Dewan banyak berasal dari daerah pemilihan Jawa. Padahal yang memerlukan pembangunan adalah kawasan timur Indonesia,” katanya saat jumpa pers di Kompleks Gedung Parlemen, Senin (15/6/2015).

Seharusnya, menurutnya, pendekatan yang digunakan untuk mengusulkan dana aspirasi tersebut antara lain potensi daerah. “Daerah yang masih lemah pertumbuhan ekonominya, itu yang harus dibangun dan diberi dana lebih,” jelas Rio.

Permintaan penolakan tersebut akan disampaikan secara resmi kepada Presiden sebagai kepala pemerintahan pada saat pertemuan dengan kelompok partai pengusungnya—Koalisi Indonesia Hebat (KIH)— pada Rabu 17 Juni 2015, malam. “Kami minta pemerintah tidak ikut membahas usulan tersebut.”

Nasdem, sambungnya, juga akan berjuang melalui panitia kerja (panja) dana aspirasi agar dana itu tidak masuk dalam APBN 2016. “Kami masih masuk dalam panja, tapi kami ingin menggagalkan usulan itu.”

Uji Materi
Lebih lanjut, Nasdem juga akan mengajukan uji materi terhadap Pasal 80 UU No. 17/2014 tentang MD3 yang menjadi acuan pengajuan dana aspirasi tersebut. “Saat ini, kami masih melihat perkembangan. Jika UU MD3 perlu diuji materi, kami akan ajukan ke Mahkamah Konstitusi.”

Rio yakin, partai-partai lain akan mengikuti jejak Nasdem. “Kami akan sampaikan alasan penolakan secara utuh. Dan kami yakin, partai-partai KIH juga akan  menolaknya.”
Selain Nasdem, pernyataan resmi juga disampaikan oleh Partai Demokrat.

“Partai Demokrat pernah menolak usulan dana itu saat diajukan dalam APBN 2010. Namun untuk kali ini, Demokrat masih ingin mendengar pernyataan dari pemerintah perihal usulan tersebut,” kata Edhie Baskoro Yudhoyono, Ketua Fraksi Partai Demokrat.

Dengan demikian, hingga saat ini hanya Nasdem yang mengeluarkan pernyataan menolak usulan dana aspirasi untuk anggota DPR tersebut. Namun sudah banyak politisi yang secara pribadi menolak usulan itu, seperti anggota Panja dana aspirasi di Badan Legislasi (Baleg) dari fraksi PDIP Henri Yosodiningrat serta Desmond Junaidi Mahesa, anggota Komisi III yang juga menjabat sebagai Ketua DPP Partai Gerindra.

Henri menyatakan perlu ada kajian mendalam atas usulan tersebut. “Itu penyimpangan. Dalam implementasinya, kami khawatir akan banyak anggota DPR yang masuk penjara karena penyalahgunaan wewenang,” katanya.

Adapun Desmond mengungkap adanya kegamangan Fraksi Partai Gerindra dalam mendukung usulan tersebut. “Kami masih menimbang ada untungnya atau tidak. Selama dana itu untuk rakyat, kami akan menyetujuinya. Namun jika bertentangan dengan kepentingan rakyat, kami akan setujui itu.”

Menanggapi usulan dari DPR tersebut, LSM Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menilai pengajuan dana aspirasi daerah tersebut hanya akan menciptakan lahan korupsi baru bagi anggota DPR.

Pengubahan Bansos
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto beranggapan dana aspirasi daerah itu hanya sebatas pengubahan nama dari dana bantuan sosial (bansos) yang dulu pernah menjerat banyak anggota DPR dalam pusaran kasus korupsi.

Menurutnya, anggota DPR cukup mengusulkan aspirasi dari daerah pemilihannya seperti saat mengusulkan peningkatan porsi dana kesehatan dan pendidikan dari APBN. “Tidak lantas mengusulkan dan mengelola anggaran untuk daerah pemilihannya.”

Dengan mengelola anggaran untuk kepentingan daerah pemilihan, jelasnya, DPR berisiko melanggar UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara serta UU No.17/2014 tentang MD3 karena dalam dua beleid itu anggota DPR tidak berhak mengelola anggaran.

Kendati demikian, Ahmadi Noor Supit, Ketua Badan Anggaran DPR beranggapan bahwa pengajuan dana itu sangat bergantung pada penilaian bersama pemerintah dan DPR. “Tentu ada batasan penggunaan agar pembangunan bsia sejalan dengan pemerintah,” katanya.

Toh jika disetujui, anggota Dewan tidak memegang dana tersebut. Pemerintah daerah melalui APBD yang berhak menggunakan dengan usulan masyarakat yang disampaikan oleh anggota DPR. “Saya yakin aman.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya