SOLOPOS.COM - Petugas pemungut retribusi dari Dishub Sragen menarik retribusi kepada sopir angkutan umum perdesaan yang hendak memasuki terminal Pasar Bunder Sragen, Jumat (19/8/2022). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Para pelaku usaha angkutan umum di wilayah Kabupaten Sragen bersiap menaikkan tarif angkutan senilai Rp1.000/penumpang untuk penyesuaian dengan kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM. Tarif angkutan pedesaan yang semula Rp5.000/penumpang naik jadi Rp6.000/penumpang.

Kenaikan tarif angkutan itu berlaku mulai Minggu (4/9/2022). Sebelumnya Presiden Joko Widodo memutuskan harga BBM jenis pertalite naik dari Rp7.650/liter menjadi Rp10.000/liter, biosolar dari Rp5.150/liter menjadi Rp6.800/liter, dan pertamax dari Rp12.500/liter menjadi Rp14.500/liter.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Seorang sopir angkutan pedesaan dengan trayek Sragen-Tangen, Samin, 63, saat berbincang dengan Solopos.com, Minggu siang, mengungkapkan naiknya harga BBM berdampak pada pelaku usaha angkutan umum. Samin yang tinggal di Katelan, Tangen, berharap penumpang bisa memaklumi kenaikan tarif tersebut.

“Tidak usah ramai-ramai, saya kira pelanggan kami sudah bisa menyadari harga BBM naik sehingga tarifnya [angkutan] pun naik Rp1.000 mulai hari ini. Biasanya Rp5.000 per orang naik menjadi Rp6.000 per orang,” ujar Samin yang mengaku sudah menjadi sopir angkutan sejak 1982.

Samin mengatakan dengan kenaikan harga BBM tersebut, untuk beli solar otomatis naik dari biasanya Rp60.000/hari menjadi Rp80.000/hari. “Sekarang itu angkutan umum mencari penumpang itu susah. Pelanggannya ya tinggal para bakul-bakul itu,” ujarnya.

Baca Juga: Isu Harga Pertalite Naik, Antrean Kendaraan Mengular di SPBU Nglangon Sragen

Pemilik angkutan umum Sragen-Tangen, Wiryo, 50, menyampaikan dengan naiknya harga BBM otomatis mengikuti keputusan sesama pelaku usaha angkutan umum. Dia mengatakan kebutuhan solar untuk pulang pergi sekarang bisa sampai Rp100.000/hari padahal sebelumnya hanya Rp80.000/hari.

“Kami itu kadang pulang tidak bawa penumpang. Saya ke Pasar Bunder itu mengantarkan daun pesanan para bakul tempe di Pasar Bunder. Saat pulang ikut antre di terminal untuk mengangkut bakul kalau ada. Kalau tidak ada yang pulang nganggur,” jelasnya.

Penumpang Sepi

Pemilik angkutan umum Sragen-Kedawung, Tejo, 45, mengaku armada di jalur Sragen-Kedawung itu sekarang tinggal dua unit. Tejo menjadi salah satu sopir yang masih menjalankan trayek tersebut.

Baca Juga: Warga Sragen Beri Respons Beragam Soal Isu Kenaikan Harga BBM

Sejak pagi Tejo masih nongkrong di terminal angkutan umum karena belum ada penumpang. Ia mengaku pelanggan tetapnya hanya bakul di Pasar Kedawung yang kulakan ke Pasar Bunder.

“Mereka ini kulakannya tidak setiap hari. Ada yang kulakan tiga hari sekali dan ada yang sepekan sekali. Jadi saya itu ya hanya melayani para bakul itu. Para penumpang lainnya memilih naik motor,” ujarnya.

Sepinya penumpang angkutan umum sudah terjadi sejak pandemi Covid-19 pada 2020. Sebelum pandemi, masih ada 1-2 orang penumpang selain bakul masih lumayan. Sejak pandemi itu, kata Tejo, praktis tidak ada penumpang.

Baca Juga: Warga Boyolali Curhat Lebih Memilih Harga BBM Murah, Ketimbang Subsidi BLT

“Kami baru mulai merangkak memperbaiki ekonomi malah harga BBM naik. Saya kira pertalite tak jadi naik. Kalau tahu mau naik ya tangki angkutan itu pasti saya penuhi dulu,” ujar Tejo yang tinggal di Karangmalang, Sragen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya