SOLOPOS.COM - Seorang buruh membentangkan poster saat berunjuk rasa di Jalan Gubernur Suryo, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (31/8/2022). Mereka menyerukan sejumlah tuntutan salah satunya menolak rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). ANTARA FOTO/Didik Suhartono/aww.

Solopos.com, JAKARTA – Sekitar 550.000 buruh di industri tekstil terancam dirumahkan sebagai dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi pertalite dan solar, Sabtu (3/9/2022).

Perhitungan setengah juta buruh yang terancam dirumahkan itu disampaikan Ketua Umum Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Ia mengatakan akan ada 10-15 persen pekerja formal industri tekstil yang berpotensi dirumahkan pada Oktober 2022.

Jumlah tersebut setara dengan sekitar 550.000 orang dari total 3,7 juta tenaga kerja di industri tekstil Tanah Air berdasarkan data APSyFI.

Baca Juga: BBM Subsidi Naik Harga, Ini Daftar Pihak yang Boleh Beli Solar

“Berdasarkan survei asosiasi, dari total 3,7 juta karyawan formal industri TPR, sekitar 10-15 persen akan dirumahkan pada Oktober mendatang,” kata Redma, seperti dikutip Solopos.com dari Bisnis, Sabtu (3/9/2022).

Redma mengatakan perhitungan asosiasi mengenai potensi perumahan karyawan industri TPT didasarkan kepada dampak akumulatif penurunan daya beli akibat harga BBM dan pengurangan produksi akibat barang impor.

Industri tekstil dinilai paling rentan terhadap penurunan daya beli.

Baca Juga: Ini Daftar Kendaraan yang Bakal Dilarang Beli Pertalite

Berdasar data BPS, pengeluaran per kapita orang Indonesia untuk membeli pakaian dan alas kaki berada di kisaran Rp31.000 per bulan.

Jauh di bawah makanan-minuman yang mencapai Rp622.000 per bulan pada 2021.

Di sisi lain, maraknya barang impor yang beredar di pasar dalam negeri memaksa pelaku industri TPT mengurangi 15 persen kapasitas produksi yang disebut akan mulai dilakukan pada September 2022.

Baca Juga: Bayang-Bayang Suram Dampak Kenaikan Harga BBM Bersubsidi

Wakil Ketua Umum Apindo, Shinta Widjaja Kamdani menilai efisiensi merupakan langkah yang paling wajar bagi pelaku industri di tengah kondisi seperti saat ini.

“Biasanya hal yang dilakukan terlebih dahulu adalah efisiensi. Dengan demikian, kenaikan beban produksi terhadap output serta harga di pasaran bisa ditekan,” kata Shinta.

Selanjutnya, kata Shinta, barulah perusahaan bisa mengambil langkah penyesuaian strategi penjualan yang disesuaikan dengan perubahan harga jual yang lebih tinggi sebagai respons atas dampak inflasi terhadap sisi produksi.

Baca Juga: Meski Harga Minyak Dunia Turun, Anggaran Subsidi BBM Tetap Tak Mencukupi

Namun, ujar Shinta, kondisinya tidak akan serta merta sama antara setiap perusahaan di industri yang terdampak.

 

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul “Menghitung Dampak Suram jika Harga BBM Subsidi Jadi Dinaikkan” 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya