SOLOPOS.COM - Predator seksual Herry Wirawan diapit jaksa dan petugas keamanan dalam proses peradilan di Bandung, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. (Antaranews.com)

Solopos.com, SUKOHARJO — Kasus Herry Wirawan pelaku pemerkosaan 13 santriwati di Bandung tak hanya menyisakan beban mental bagi korban, tetapi juga menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap pondok pesantren.

Hal itu disampaikan Staff Pengajar Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Imam Syuhodo, Ninin Karlina, saat dihubungi Solopos.com, Selasa (5/4/2022). Dia mengatakan kasus kekerasan seksual yang dilakukan Herry Wirawan itu berdampak pada pondok pesantren.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Orang tua kehilangan kepercayaan terhadap pondok pesantren. Selain itu, korban mengalami trauma secara psikologi karena harus menjadi orang tua di usia dini.

Baca Juga : Vonis Mati Herry Wirawan Bukan Solusi bagi Korban, Begini Alasannya

“Pondok pesantren kalau melihat secara umum, pendidikannya banyak belajar berkaitan agama. Orang tua ketika memasukkan anaknya ke pesantren menyepakati pondok pesantren tempat yang aman dan nyaman bagi perempuan,” jelasnya.

Ninin mengatakan Herry Wirawan sangat mematikan eksistensi perempuan. Bahkan, secara gamblang ia menyatakan sepakat apabila Herry Wirawan mendapatkan vonis mati.

Diberitakan sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Bandung mengabulkan vonis hukuman mati Herry Wirawan setelah Kejaksaan Tinggi Jawa Barat mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Bandung yang menghukum Herry pidana penjara seumur hidup.

Baca Juga : Kapan Herry Wirawan Dihukum Mati? Begini Prosedurnya

“Itu sangat logis, masuk akal dan pantas karena terbukti rekam jejaknya sangat sadis. Dengan perilakunya itu mematikan eksistensi seorang perempuan yang juga seorang manusia,” kata aktivis jaringan komunikasi dan kerjasama MDMC itu.

Efek Jera

Ibu satu anak itu berharap vonis mati terhadap pelaku dapat memberikan efek jera kepada setiap orang yang ingin melakukan kekerasan seksual. Perempuan yang menjabat pengurus PD Nasyiatul Aisyiyah Jawa Tengah itu mengatakan kekerasan seksual bisa terjadi karena kurangnya edukasi kesehatan reproduksi di masa anak-anak dan remaja.

Ninin menduga korban kekerasan seksual tidak mengerti apa yang menjadi privasinya yang tidak boleh disentuh oleh orang lain. Dari ketidaktahuan itu, lanjut dia, menormalisasi kejadian yang salah.

Baca Juga : Ridwan Kamil: Vonis Mati Herry Wirawan Penuhi Rasa Keadilan Masyarakat

Maraknya digitalisasi, lanjut dia, selain membawa dampak positif juga sering kali menimbulkan dampak negatif berbasis online. Ia juga menyoroti kemudahan akses terhadap situs pornografi juga menjadi pemicu kekerasan seksual. Ia menyayangkan karena edukasi bermedia sosial secara bijak sangat terbatas.

Tingkat perekonomian juga menjadi faktor lain. Menurutnya, banyak orang tua berpikir dengan terpenuhi kebutuhan materi maka cukup. Padahal, anak juga perlu pengasuhan dan pengawasan.

Masa Depan Anak

Director Of Peace Generation Solo sekaligus anggota lnternasional Women Peace Group ini mengatakan dirinya banyak melakukan sosialisasi terhadap perempuan. Seorang perempuan, katanya, harus eksis di semua bidang.

Baca Juga : Kejaksaan Agung Hormati Vonis Mati Herry Wirawan

Tak hanya itu, dia kerap mengangkat isu bahwa perempuan harus berdaya dan bukan kaum lemah. Dia berharap lembaga pendidikan juga mendukung lewat sosialisasi perihal itu.

Ketua PC Fatayat NU Sukoharjo, Siti Muslimah, menyampaikan keprihatinan kepada korban ketika dihubungi Selasa (5/4/2022). “Kalau melihat masa depan anak-anak yang terenggut. Kami sangat prihatin ketika mendengar berita seorang ustaz tidak manusiawi itu,” katanya.

Menurut Siti, hukuman kebiri lebih pantas untuk Herry. Ia melihat pelaku seolah-olah tidak menanggung beban para santri korban pemerkosaan dengan dihukum mati. Korban, katanya, sampai tua akan selalu mengingat peristiwa itu dan menjadi beban mental.

Baca Juga : Tak Hanya Divonis Mati, Harta Herry Wirawan Juga Disita

Hukuman Mati Bukan Solusi

Berbeda dengan pendapat kedua perempuan tadi, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai vonis hukuman mati terhadap Herry Wirawan pelaku pemerkosaan 13 santriwati bukanlah merupakan solusi bagi korban kekerasan seksual.

Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Maidina Rahmawati, mengatakan hukuman mati terhadap pelaku kekerasan seksual justru akan menggeser fokus negara kepada hal yang tidak lebih penting dari korban.

Baca Juga : Pemerkosa 13 Santriwati Herry Wirawan Divonis Mati PT Bandung

“Meskipun pelaku perkosaan dan kekerasan seksual lain harus dimintai tanggung jawab, hukuman mati dan penyiksaan bukanlah solusinya,” kata Maidina ketika mengutip ucapan UN High Commissioner for Human Rights Michelle Bachelet, seperti dikutip dari Antara.



Dia juga menyoal putusan hakim di tingkat pertama bahwa ketika hukuman yang maksimal sudah diberikan kepada pelaku maka hukuman lain tidak dapat dijatuhkan. Maidina menyebut hukuman mati tidak boleh dijatuhkan ke dalam kasus apapun, khususnya kekerasan seksual. Dia mempertimbangkan korban membutuhkan restitusi untuk mendukung pemulihan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya