SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi


Jakarta–
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan fenomena peralihan kalangan industri kecil dan menengah (IKM) sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) ke sektor perdagangan sebagai imbas perdagangan bebas atau free trade agreement (FTA) ASEAN-China sangat mungkin terjadi.

Industri TPT skala IKM sangat rentan beralih, karena imbas FTA memungkinkan harga barang impor khususnya dari China lebih murah, sehingga industri IKM lebih memilih membeli barang impor asal China, kemudian menjualnya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Akan ada potensi IKM yang beralih ke pedagang,” kata Ketua Umum API Benny Soetrisno dalam acara konferensi pers di Sekretariat BPN API, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (30/12).

Dikatakannya, dari 2700 anggota API hanya sebanyak 300 perusahaan yang masuk katagori perusahaan besar sedangkan sisanya sebanyak 2400-an adalah perusahaan TPT skala kecil yang mudah beralih jadi pedagang.

Benny menjelaskan meski pada tahun 2009 ini tren impor TPT terus turun yaitu mencapai US$ 3,2 miliar hingga Oktober 2009   atau mengalami penurunan sebesar 28,32% dari tahun 2008 lalu. Namun ia khawatir jika FTA ASEAN China 2010 nanti akan mendongkrak membanjirnya barang impor asal China yang terkenal murah-meriah.

“Pembeli di manapun suka dengan barang murah, dan kualitasnya bagus,” kata Benny.

Hingga saat ini sebelum pelaksanaan FTA berlangsung, banyak industri sektor TPT yang kalah bersaing atau kolaps bahkan sampai tutup. Setidaknya pada tahun  2008, API mencatat ada 155 pabrik tutup dan pada tahun 2009 sebanyak 271 perusahaan tutup, yang umumnya bergerak dibidang benang rajut, garmen dan perusahaan-perusahaan TPT berorientasi pasar domestik.

Sedangkan dari sisi tenaga kerja selama tahun 2008-2009  sebanyak 78.158 orang telah di PHK, yaitu  59.762 orang  pada tahun 2008 dan  18.396 orang pada tahun 2009.

“Tapi itu masih dimbangi, karena pada tahun 2008-2009 ada pertumbuhan pabrik baru sebanyak 164 perusahaan yang berorientasi ekspor, sehingga ada tambahan lapangan kerja 189.000 orang,” katanya.

Mengenai masalah daya saing produk TPT lokal yang masih rendah, menurutnya tidak terlepas dari masalah-masalah di dalam negeri yang belum terselesaikan seperti infrastruktur energi listrik, gas, suku bunga yang tinggi, mahalnya biaya penanganan kontainer di pelabuhan (THC), tenaga kerja dan lain-lain.

“Kalau suku bunga rendah kita menang (kompetitif), tapi kalau sampai di pelabuhan kita kalah sedikit, setelah di kapal kalahnya nambah, sampai di negara tujuan ekspor kita benar-benar kalah,” katanya.

dtc/isw

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya