SOLOPOS.COM - Ilustrasi subsidi untuk cegah resesi ekonomi (Candra Mantovani/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Wabah pandemi Covid-19 berdampak pada penurunan pendapatan masyarakat Kota Solo sebesar 49%. Kondisi ini kian sulit lantaran pengeluaran masyarakat justru mengalami peningkatan hingga 25% sebagai akibat dari perubahan pola hidup di masa kenormalan baru. Hal ini mengemuka dalam Analisis Hasil Survei Sosial Ekonomi Dampak Covid-19 di Kota Solo oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Solo pada Juli 2020.

Detik-Detik Pria Pekalongan Bakar Diri Bersama Istri dan Anak Balitanya, Disiram Pertamax Saat Tidur

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kepala BPS Solo, Totok Tavirijanto, mengatakan survei ini merupakan bagian pertama dari sejumlah survei yang dilakukan BPS Solo di masa pandemi Covid-19. Pihaknya menyoroti adanya perubahan perilaku masyarakat di masa kenormalan baru serta dampaknya secara makro terhadap perekonomian mereka. Dalam hal ini adanya penurunan pendapatan yang berbanding terbalik dengan peningkatan pengeluaran sehari-hari.

“Adanya wabah pandemi ini mengubah banyak hal. Pada survei bagian pertama kami fokus pada perubahan profil tingkah laku masyarakat. Dari hasil survei ini ternyata ketaatan masyarakat Kota Solo terhadap protokol kesehatan pencegahan Covid-19 kurang. Artinya, masih banyak masyarakat yang abai untuk memakai masker, cuci tangan, hingga jaga jarak,” ujarnya, kepada wartawan, saat ditemui di kantornya, akhir pekan lalu.

Totok memaparkan survei sosial demografi dampak Covid-19 menggunakan rancangan nonkombinasi dari convenience, voluntary, dan snowball sampling dalam kurun waktu 2 pekan pelaksanaan survei. Total responden yang disurvei sebanyak 609 orang dan dilakukan dengan metode online. Perbandingan responden menurut jenis kelaminnya adalah 41,2% laki-laki dan 58,8% perempuan.

Survei Dampak Covid-19 di Solo

Pihaknya mencatat sebesar 49% responden mengalami penurunan pendapatan di era kenormalan baru ini. Sedangkan masyarakat miskin, rentan miskin, dan yang bekerja di sektor informal merupakan yang paling terdampak dari mewabahnya pandemi Covid-19 walaupun sudah memasuki kenormalan baru.

Adapun 40,5% responden dalam kelompok berpendapatan rendah (? Rp1,8 juta) mengaku paling mengalami penurunan pendapatan, disusul mereka yang berpendapatan Rp1,8 juta – Rp3 juta (17%), Rp3 juta – Rp4,8 juta (16%), Rp4,8 juta – Rp7,2 juta (14,1%), dan >Rp7, 2 juta (11,7%).

Khawatir Belajar Tatap Muka, Orang Tua Pelajar di Sragen Bisa Pilih KBM Online

Di sisi lain, kondisi awal pandemi Covid-19 sampai dengan era kenormalan baru mengakibatkan perubahan pola pengeluaran. Sedangkan dilihat dari sisi pengeluaran responden yang mengalami peningkatan sebesar 48,3%, tetap 35,8%, dan penurunan pengeluaran 15,9%. Dilihat dari rentang persentase kenaikan pengeluaran, ada sebanyak 79,3% yang peningkatan pengeluarannya pada kisaran hingga 25%, sementara yang 12,6% responden pengeluaran naik 26% - 50%, 6,5% responden naik 51% - 75%, dan 1,7% responden naik 76% - 100%.

Di samping itu, pengeluaran paling banyak sebesar 43,8% untuk bahan makanan disusul pulsa atau paket data sebesar 23,3%. Ini lantaran adanya kebijakan work from home (WFH) maupun belajar dengan metode daring yang berdampak signifikan pada peningkatan pengeluaran kedua sektor tersebut. Setelah itu diikuti pengeluaran untuk listrik 14,4%, kesehatan 11,2%, makanan dan minuman jadi 4,4%, dan transportasi umum 1,1%.

Pengeluarkan Meningkat

Selain itu, sebanyak 55,2% responden mengalami peningkatan pengeluaran bahan makanan selama era new normal. Sedangkan 39,6% tidak mengalami perubahan pengeluaran bahan makanan. Sementara 5,3% sisanya mengalami penurunan pengeluaran bahan makanan.

Sebanyak 70% responden mengalami peningkatan pengeluaran pulsa atau paket data selama era new normal, lalu 28% tidak mengalami perubahan pengeluaran pulsa atau paket data, dan 2% sisanya mengalami penurunan pengeluaran pulsa atau paket data.

30 Advokat Baru Dilantik, Diminta Jaga Idealisme dan Kawal Dana Desa

“Ternyata, laki-laki lebih bandel daripada perempuan soal ketaatan mematuhi protokol kesehatan. Begitu juga dari sisi usia, semakin muda semakin bandel. Kami pun sudah menyampaikan hasil survei ini kepada Wali Kota Solo. Harapan kami ini jadi masukan lalu digunakan untuk mengeluarkan kebijakan agar warga makin patuh terhadap protokol kesehatan,” imbuhnya.

BPS Solo mencatat perempuan lebih mengetahui kebijakan new normal daripada laki-laki. Sedangkan kebiasaan mencuci tangan 53,5% responden jarang atau tidak pernah mencuci tangan, sementara 9,9% menyatakan kadang-kadang, dan 36,6% mengaku sering cuci tangan.

Persentase responden soal penggunaan masker, 55,7% tidak pernah atau jarang sekali memakai masker, 8,2% kadang-kadang, dan 36,1% sering pakai. Bahkan, hanya 3 dari 10 responden sering atau selalu menggunakan masker terutama ketika sedang berada di luar rumah.

Dampak Covid-19 Solo: Konsumsi Listrik Meningkat

Sementara itu, salah satu warga Fatima, mengaku pengeluaran yang mengalami peningkatan paling banyak adalah listrik di masa pandemi ini. Hal lantaran ketiga anaknya yang biasa bersekolah beraktivitas penuh di rumah melalui pembelajaran daring.

Tak Ada Suran Agung! Pesilat PSHW dari Luar Daerah Dilarang Masuk Madiun

“Biasanya listrik dalam sebulan sebesar Rp700.000. Ya, sekarang naik 10% lah karena AC, laptop, komputer, sampai wifi di rumah menyala terus,” kata aparatur sipil negara (ASN) Kota Solo tersebut.

Warga lain, Triana, menambahkan pengeluarannya meningkat hingga 30% selama masa Covid-19. Menurutnya, pengeluaran paling banyak untuk urusan kesehatan.

“Ya harus beli vitamin ini itu lah, masker untuk keluarga, hand sanitizer, hand soap, sampai homeschooling karena anak-anak praktis belajarnya di rumah sekarang ini,” jelas karyawan swasta ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya