SOLOPOS.COM - Jessica Wongso di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (20/1/2016). Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum memeriksa Jessica terkait kematian Wayan Mirna Salihin yang meninggal dunia karena sianida dalam es kopi Vietnam yang diminumnya di Olivier Cafe Grand Indonesia. (JIBI/Solopos/Antara/dok)

Prof Muzakir memberikan keterangan yang bertentangan dengan pakar hukum pidana sebelumnya. Dalam logikanya, Jessica Wongso nyaris mustahil dihukum.

Solopos.com, JAKARTA — Didatangkan oleh kuasa hukum Jessica Kumala Wongso, pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia, Prof Muzakir, memberikan keterangan yang bisa menguntungkan Jessica. Jika merujuk pada keterangannya, Jessica sulit dikenai hukuman, apalagi dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pertama, Muzakir berpendapat bahwa yang dibutuhkan untuk menghukum seseorang adalah bukti primer atau golden evidence. Menurutnya, ada tiga level bukti, yaitu bukti primer, sekunder, dan tersier. Bukti primer inilah yang menurutnya memiliki kekuatan hukum paling kuat.

“Bukti primer itu menentukan dan memiliki kekuatan hukum utama dalam pembuktian. Bukti primer itu bisa apa saja tergantung perbuatan pidananya. Misalnya, pisau untuk pembunuhan, maka pisau itu alat bukti primer. Maka penyidik mengatakan alat ini butuh bukti sekunder. Tapi ada kalanya juga butuh bukti tersier,” kata Muzakir dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta, Senin (26/9/2016).

Namun, kata Muzakir, pisau ini tidak bisa berdiri sendiri. Harus ada ahli yang menerangkan bahwa pisau ini dipakai untuk membunuh. Sedangkan untuk rekaman CCTV atau saksi mata, dia menganggapnya bukan bukti primer. Artinya, meskipun ada saksi mata atau rekaman yang menunjukkan seseorang membunuh, hal itu tidak langsung membuktikan terdakwa bersalah. Baca juga: Prof Muzakir, Barang Bukti Kasus Jessica Tidak Sah.

“Jadi kalau CCTV bisa jadi barang bukti sekunder, atau malah tersier. Kalau orang menusuk, pisau ini yang primer, atau bekas tusukan ini yang primer. Soal CCTV, meskipun menggambarkan penusukan, itu bukan primer,” kata dia menjawab pertanyaan pengacara Jessica, Otto Hasibuan. Baca juga: Inilah Efek Setya Novanto yang Menguntungkan Jessica Wongso.

Hal itu juga berlaku untuk kasus ini. Dia pun mengkritik penggunaan rekaman CCTV Olivier Cafe yang menurutnya tidak perlu karena tidak ada artinya. Pasalnya tidak ada bukti primer seperti racun yang dipakai untuk membunuh Wayan Mirna Salihin. “Kita sering memperdebatkan yang tersier ini, padahal primernya yang penting. Kalau primernya enggak ada, bagaimana bisa dapat petunjuk. Konstruksi ini penting agar tidak bertele-tele. Yang primer dahulu [dicari]. Kalau ada, CCTV ini tidak perlu,” katanya.

Adanya bukti primer pun tak cukup. Untuk menerangkannya, diperlukan visum et repertum. Meskipun sudah ada dua alat bukti yang cukup, visum tetap mutlak diperlukan. “Misal pembunuhan pakai pisau. Maka visum itu diperlukan walaupun sudah ada pisau atau tembakan sekalipun. Alat bukti pisau tidak akan bunyi, maka dibunyikan dengan visum et repertum. Kalau ada darah, ya dicocokkan dengan darah korban.”

Kalau tidak ada visum meskipun sudah ada alat bukti yang cukup, menurut Muzakir hal itu masih bisa membuat terdakwa bebas. “[dakwaan] Tidak dapat dibuktikan.”

Intinya, di mata Muzakir, bukti langsung menjadi hal mutlak untuk menghukum seseorang. Padahal, hal inilah yang tidak muncul dalam kasus Jessica. Dia pun menolak ada saksi berantai seperti yang saat ini dirangkai oleh jaksa penuntut umum.

“Tidak bisa. Misal ada orang berbuat sesuatu, lalu ada orang mati. Tidak bisa disimpulkan begitu saja bahwa dia membunuh. Misal ada dua orang ketemu di hotel, apa bisa dituduh berzina. Alat buktinya apa? Harus ada ada,” katanya.

Belum lagi, dia menggunakan Perkapolri No. 10/2009 tentang Tata Cara dan Persyaratan Permintaan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik Tempat Kejadian Perkara dan Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti Kepada Laboratorium Forensik Polri sebagai dalil lain. Dengan dalil itu, dia menyatakan barang bukti seperti rekaman CCTV dan sampel-sampel organ tubuh Mirna tak bisa dipakai sebagai alat bukti di pengadilan.

Ditambah lagi, dengan tidak adanya pembuktian motif pembunuhan Mirna, dalam logika Muzakir, Jessica sulit dikenakan pasal pembunuhan berencana. Hakim pun tak bisa menjeratnya dengan pasal KUHP lainnya, termasuk pasal 338 tentang pembunuhan. “Tidak mungkin selain pasal 340. Prinsipnyua kalau ada yang lain sekalipun, tidak bisa dipakai karena tidak dimasukkan dalam dakwaan.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya