SOLOPOS.COM - Menteri BUMN Dahlan Iskan/Jibiphoto/Nurul Hidayat

Menteri BUMN Dahlan Iskan/Jibiphoto/Nurul Hidayat

JAKARTA–Sosok Dahlan Iskan, Menteri BUMN yang ceplas-ceplos dan penuh dengan selera humor ternyata juga melankolis. Dia mengucurkan air mata dan sedikit terisak saat berbicara tentang bapaknya, Mohammad Iskan, ketika berbincang dengan JIBI/Kabar 24, Rabu (22/11/2012) pagi.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Saat kali pertama berbicara dari tempat dia berolah raga di Lapangan Monas—Dahlan dan istri bersenam ria bersama rombongan ibu-ibu serta beberapa orang bapak—sampai dengan ke ruang kerjanya di Kantor Kementerian BUMN yang berada tidak jauh dari land mark Ibu Kota itu, tidak terlihat sekalipun raut sedih.

Setelah berbincang-bincang selama 20 menit mengenai banyak hal, kemudian pertanyaan menjurus mengenai kehidupan sosok Mohammad Iskan. Suara Dahlan pun mulai tertahan ketika bicara tanda dia menahan sesuatu.

Meski kelihatan berupaya menahan rasa dalam dadanya, Dahlan tak kuasa membendung air mata keluar dari indra pengelihatannya. Matanya memerah dan beberapa kali dia mengusap linangan air mata di wajahnya.

“Dari bapak, saya belajar tentang keikhlasan. Makanya saya tidak terlalu peduli dengan segala jabatan yang saya sandang sekarang—termasuk sebagai menteri . Mau diberhentikan, saya tidak peduli, silakan saja,” begitu Dahlan.

Ucapan Dahlan itu menjadi relevan karena saat ini dia menjadi sosok menteri yang dianggap membuat kegaduhan oleh kelompok tertentu—terutama partai politik. Yang paling anyar, tentu Anda tahu semua, adalah pernyataan Dahlan tentang politisi Senayan yang suka meminta jatah kepada BUMN.

Dahlan menceritakan bagaimana Iskan senior bersama keluarga termasuk dirinya harus hidup dalam kemiskinan di Magetan saat Dahlan masih kecil. Iskan adalah seorang buruh tani dan tukang kayu. “Kalau pagi sampai sore bapak bekerja sebagai tukang kayu. Malam hari dia ke sawah untuk mengerjakan sawah yang bukan miliknya. Bapak saya hanya buruh tani.”

Penghasilan yang didapat Mohammad Iskan itu biasanya hanya cukup untuk menghidupi keluarga selama 10 hari dalam sebulan. Kenyataan itu membuat orang ‘menyindir’ Iskan senior  dengan perkataan, “buat apa bekerja, kalau cuma dapat penghasilan untuk 10 hari.”

Dahlan pun menceritakan penjelasan bapaknya tentang sindiran tersebut. “Lebih baik bapak tetap begini, karena dengan begitu kita punya makanan untuk 10 hari. Kalau bapak tidak kerja, sebulan penuh kita tidak punya makanan,” ujar Dahlan menuturkan perkataan bapaknya.

Keihklasan Iskan, menurut Dahlan, muncul karena bapaknya adalah penganut tarekat yang taat. Keluarga Iskan sejak masa leluhur Dahlan adalah pengikut tarekat Syatariyah yang termasuk minoritas di negeri ini.

“Bapak adalah penganut tarekat yang baik. Salah  satu ajaran yang menonjol yang dilakoni bapak adalah tentang ikhlas,” kata Dahlan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya