SOLOPOS.COM - Pedagang daging sapi di Pasar Kota Wonogiri, Rabu (12/2/2020). (Solopos-M. Aris Munandar)

Solopos.com, WONOGIRI — Menanggapi penemuan daging sapi Glonggongan beberapa hari lalu di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah (Jateng), masyarakat diimbau untuk teliti, peka, serta bisa membedakan kualitas daging bagus dengan yang tidak.

Untuk membedakan daging bagus dengan yang tidak bisa diketahui melalui bentuk, harga, penyajian, bau, serta warna daging. Selain daging Glonggongan, masyarakat juga perlu mengetahui jenis daging lama atau yang kerap disebut tiren.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pembunuh Mertua Sekda Lamongan Dijanjikan Rp200 Juta, Baru Dibayar Rp200.000

Pada daging glonggongan, sapi biasanya diberi air sampai pingsan sebelum disembelih. Bahkan ada yang sudah mati terlebih dahulu baru disembelih. Sedangkan daging sapi adalah yang sebelum disembelih sudah dalam keadaan mati.

Ekspedisi Mudik 2024

"Kalau daging sehat warnanya merah segar, kalau daging tidak sehat warnanya merah pucat atau merah tua. Kalau yang sampai berwarna kebiruan biasanya daging tiren," kata Kepala Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Wonogiri, Sutardi, saat ditemui Solopos.com di ruang kerjanya, Rabu (12/2/2020).

Dari segi bau, lanjut Sutardi, daging yang bagus memiliki bau khas daging sapi. Sedangkan daging glonggongan atau tiren tidak memiliki bau khas daging atau baunya seakan-akan pudar.

"Daging yang bagus teksturnya kesat, kalau daging jelek becek atau licin. Karena daging yang tidak bagus ada air yang menggenang, terlihat basah," helas Sutardi.

Mengenal Zulkifli Hasan, Ketum PAN Yang Juga Besan Amien Rais

Mengenai harga, lanjutnya, masyarakat diharapkan tidak tergiur dengan harga murah atau di bawah harga normal pasaran. Pasalnya, harga yang murah adalah salah satu indikasi daging yang dijual tidak sehat.

"Kalau sudah pada kategori masalah ekonomi atau harga itu sulit. Karena masyarakat sendiri juga menginginkan harga yang murah. Padahal harga murah belum jaminan daging bagus. Kemudian mungkin ada masyarakat yang memanfaatkan daging tersebut diolah jadi makanan untuk dijual. Sehingga juga mencari harga yang murah," bebernya.

Mengenai penyajian daging saat dijual, menurutnya, daging yang ditaruh di meja dengan kondisi basah atau dibawah daging ada penyerapan seperti kain handuk atau koran, bisa dipastikan daging tersebut tidak sehat.

"Yang dapat dipastikan daging bagus itu daging yang digantung. Kalau daging glonggongan atau tiren penjual tidak berani menggantungkan daging,” terangnya.

Ada PSK Khusus Buat Turis Timur Tengah Di Cianjur, Untung Rp500.000 Per Kencan

Sutardi juga mengimbau masyarakat agar berhati-hati terhadap penjual yang mengoplos daging sehat dengan daging glonggongan atau tiren. "Masyarakat kurang menyadari hal itu. Karena untuk mendeteksinya pun juga sulit, strukturnya hampir sama. Misalnya beli dua kilogram daging, yang 1,5 kg daging sehat, yang 0,5 kg daging tidak sehat. Kalau golonggongan masih bisa dideteksi, kalau tiren susah," ujarnya.

Mengenai penemuan kasus daging glonggongan beberapa hari yang lalu di Wonogiri, lanjut dia, ada darah di sela-sela. Hal itu merupakan ciri-ciri daging glonggongan.

Ia mengatakan daging glonggongan atau tiren dapat mengganggu kesehatan karena proses penyembelihannya sudah tidak baik, sehingga darah tidak keluar secara sempurna.

Darah tersebut masuk dalam sela-sela daging yang dapat memicu pertumbuhan bakteri, terutama bakteri patogen. Jika proses penyembelihan sudah benar, maka kadar bakteri bisa tertekan.

"Jangka pendeknya jika mengkonsumsi daging tidak sehat bisa keracuan, diare, dan mual. Karena bakteri yang ada di daging tersebut masih banyak," kata Sutardi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya