SOLO–Semangat untuk mewujudkan Daerah Istimewa Surakarta (DIS) terus menguat. Paling tidak, hal itu ditunjukkan dengan munculnya pakar hukum tata negara, yang juga mantan menteri hokum dan hak azasi manusia, Yusril Ihza Mahendra yang kini mengkaji status keistimewaan Surakarta. Yusril pun datang ke Solo. Hari Minggu lalu dan memberikan pandangannya ke ratusan kawula keraton yang tergabung dalam Paguyuban Kawula Keraton Surakarta—Pakasa.
Promosi Isra Mikraj, Mukjizat Nabi yang Tak Dipercayai Kaum Empiris Sekuler
Yusril berpendapat DIS sebenarnya tak memerlukan lagi undang-undang. Sebab, DIS merupakan sebuah pemerintahan yang secara berkesinambungan telah ada jauh sebelum kelahiran Republik Indonesia (RI).
Untuk mewujudkannya, kata dia, perlu political will Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Aceh sebagai daerah istimewa, Yusril memberi contoh, adalah salah satu contoh daerah istimewa yang dibentuk oleh UU. Alasannya, Aceh merupakan sebuah kerajaan yang pernah mengalami kepunahan. “Lain dengan Surakarta dan Jogja yang tetap ada tanpa terputus hingga sekarang.”
Dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), sambung kuasa hukum Keraton dalam pengembalian DIS itu, daerah kasultanan-kasunanan di Tanah Air dinyatakan tetap sama. Sehingga, yang dibutuhkan adalah penetapan, bukan pembentukan.
Terkait penggabungan Surakarta ke wilayah Jawa Tengah sebagaimana tertuang dalam UU No 10/1950, Yusril memberikan catatan kritis. Menurutnya, penggabungan itu tak sejalan dengan UUD 1945 karena sebuah UU tak ada kewenangan apa pun untuk menghapus atau mengecilkan daerah istimewa.
Nah, bagaimana gdengan Anda? Setujukah jika Surakarta menjadi daerah istimewa? Menurut Anda, apa yang membuat Surakarta menjadi istimewa? Sampaikan pendapat, komentar, dan pengalaman Anda melalui Dinamika 103 edisi Selasa (6/11) pukul 08.10-10.00 WIB dengan mengirim SMS ke 0817444103, 081226103103, atau telepon [0271] 739389, 739367. [SPFM/ESPOS/ary]