SOLOPOS.COM - Lalitya (Solopos/Istimewa)

Anda yang berdomisili di Jawa Tengah dan Jawa Timur pasti cukup familiar dengan istilah tingwe. Tingwe adalah akronim dari ngelinting dhewe atau melinting sendiri, merujuk pada kegiatan melinting secara manual tembakau rajang kering untuk dijadikan rokok.

Dulu, cara tersebut dilakukan masyarakat perdesaan, khususnya orang tua, yang enggan atau tidak bisa menikmati rokok pabrikan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Namun, saat ini tingwe mulai digandrungi anak muda. Fenomena ini diduga muncul sebagai imbas dari naiknya tarif cukai per awal tahun 2022. Sebagai perbandingan, harga rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM) dari tarif per batang Rp525 untuk golongan II termurah menjadi Rp600 untuk golongan II, naik sebesar 14%.

Berbeda dengan cukai produk hasil tembakau lainnya, tarif cukai tembakau iris memang terhitung cukup rendah. Cukai tembakau iris paling tinggi dipatok Rp30 per gram untuk harga jual eceran per gram Rp275. Sudah jelas harga tingwe lebih rendah daripada harga rokok pabrikan.

Sebagaimana rokok lainnya, tingwe juga seharusnya dilekati dengan pita cukai. Ketika para penjual tingwe sudah diperjualbelikan bebas tanpa dilekati pita cukai, berarti para penjual sebetulnya telah melakukan pelanggaran tindak pidana.

Menurut anggota Komisi IV DPR, Firman Soebagyo, di sela[1]sela Festival Tembakau Nusantara 2022 bertajuk Tembakau Penyangga Perekonomian dan Solusi Rakyat Sejahtera yang digelar oleh Komunitas Tingwe Tembakau Indonesia (KTTI) di Jakarta, 5 Maret 2022, rokok tingwe adalah simbol perlawanan masyarakat terhadap pemerintah dengan kebijakan yang tidak pro budaya rakyat dan terkesan semena-mena.

Lantas apakah jika dibiarkan akan memberikan dampak negatif? Tentu, sebagaimana konsep cukai itu sendiri dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat dan karakteristik tertentu, yaitu konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.

Sudah banyak penelitian mengenai rokok yang merugikan kesehatan. Sehingga, harus diawasi peredarannya. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bertugas mengawasi peredaran barang[1]barang yang dikenakan cukai.

Jika tingwe dibiarkan, peredarannya akan semakin sulit diawasi. Lalu apakah para penjual rokok tingwe ditindak pidana dan dipenjara? Tentu saja tidak serepresif itu. Bisa dibayangkan betapa penuh Lembaga Pemasyarakatan jika semua penjual tingwe dipenjara. Masih ada rasa kemanusiaan. Sebagian besar penjual tembakau atau rokok tingwe adalah pedagang kecil yang berjualan di pasar tradisional.

Namun, belakangan ini kembali dapat dijumpai penjualannya secara daring di marketplace. Toko-toko tingwe juga ada yang sudah modern, dengan tampilan segar layaknya coffeeshop kekinian. Selain merugikan kesehatan, tingwe juga merugikan persaingan usaha, khususnya bagi produsen rokok yang legal, yang secara patuh mengikuti ketentuan/peraturan cukai. Persaingan usaha menjadi tidak sehat.

Produsen rokok yang legal telah memperoleh Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) dan telah melekatkan pita cukai pada rokoknya di mana kewajiban cukai telah dilunasi. Tentu wajar jika para produsen rokok legal akan mematok harga rokok lebih mahal daripada tingwe. Bukan hanya karena kewajiban cukainya sudah dibayarkan tetapi juga karena sudah melalui proses pabrikasi yang lebih canggih dan memiliki quality control yang lebih baik. Para produsen maupun pedagang tingwe diharapkan dapat mematuhi peraturan cukai. Seharusnya penjualan barang kena cukai dilakukan oleh orang atau pengusaha yang memiliki NPPBKC.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66/PMK.04/2018 disebutkan NPPBKC merupakan izin untuk menjalankan kegiatan sebagai pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, atau pengusaha tempat penjualan eceran di bidang cukai. Namun, untuk memperoleh NPPBKC persyaratannya cukup panjang. Cara untuk memperoleh NPPBKC ada dua tahap yang perlu ditempuh yakni permohonan cek lokasi dan permohonan NPPBKC ke Kantor Bea dan Cukai setempat.

Dalam permohonan cek lokasi, pengusaha harus melengkapi beberapa persyaratan. Di antaranya, surat permohonan periksa lokasi, gambar denah ruang lokasi, dan gambar denah sekitar lokasi. Kemudian permohonan NPPBKC harus melampirkan beberapa persyaratan, di antaranya berita acara pemeriksaan (BAP) lokasi, salinan izin dari dinas terkait, daftar mesin yang dipakai dalam operasional usaha pabrik, daftar penyalur, dan nomor induk berusaha (NIB).

Nah, dengan banyaknya persyaratan untuk memperoleh NPPBKC tentu tidak mungkin semua pengusaha tingwe baik yang memproduksi atau menyalurkan tingwe dapat memenuhi ketentuan NPPBKC. Hal ini belum termasuk proses pendaftaran merek, pemesanan cukai, pelunasan cukai dan lain-lain.

Lalu tindakan apa yang diperlukan? Butuh lebih banyak sosialisasi peraturan cukai ke masyarakat dan operasi pasar dengan bantuan aparat kepolisian atau Satpol PP. Sepertinya masyarakat masih banyak yang belum memahami bahwa menjual rokok tanpa dilekati pita cukai adalah tindakan melanggar hukum. Masyarakat juga diharapkan dapat melaporkan jika mengetahui pelanggaran hukum di bidang cukai.

Mengenai kebijakan tarif cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) bersama pemerintah pusat juga harus terus berbenah memikirkan kebijakan terbaik agar masyarakat tidak dirugikan, mengingat industri rokok di Indonesia cukup besar pengaruhnya dalam perekonomian nasional. Kebijakan kemudahan perijinan atau peraturan yang lebih sederhana bisa jadi solusi alternatif.
Artikel ini ditulis oleh Lalitya Reni Tarusnawati, Pegawai Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai TMP B Surakarta. Artikel telah terbit di Harian Umum Solopos, 6 Agustus 2022.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya