SOLOPOS.COM - Ilustrasi rokok (JIBI/Solopos/Antara)

Cukai tembakau bakal dinaikkan lagi oleh pemerintah Jokowi-JK. Harga rokok naik lagi?

Madiunpos.com, MALANG — Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) setuju cukai tarif cukai rokok dinaikkan pada 2016 demi memenuhi kenaikan target penerimaan Negara dari Rp139,1 triliun pada 2015 menjadi Rp148,9 triliun pada tahun 2016 mendatang.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ketua Harian Formasi Heri Susianto mengatakan dengan ditingkatkan target penerimaan cukai maka pilihan yang memungkinkan bagi pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk memenuhinya lewat penaikan tarif cukai. “Namun penaikan tarif cukai harus proporsional dan berkeadilan serta tidak mematikan industri rokok,” ujarnya di Malang, Selasa (1/9/2015).

Ekspedisi Mudik 2024

Dengan asas proporsional dan berkeadilan, maka penaikan tarif cukai rokok tidak diberlakukan pada jenis dan strata industri rokok. Industri rokok yang bersifat padat karya dan dalam skala kecil, tarif cukainya tidak dinaikkan. Yang juga tidak perlu dinaikkan adalah tarif cukai untuk sigaret kretek tangan (SKT) karena bersifat padat karya.

Dengan demikian, simpulnya, tarif cukai rokok yang dinaikkan berupa sigaret kretek mesin  untuk golongan I dan IIA serta sigaret putih mesin (SPM). Pertimbangannya, karena rokok tersebut dalam kategori tersebut sudah efisien dan margin yang mereka juga cukup tingggi.

Hal itu jika dihitung dari harga jual dikurangi dengan harga pokok produksi dan biaya-biaya seperti cukai, PPN, dan pajak daerah. Dengan begitu, jika terjadi penaikan tarif cukai, maka masih ada ruang untuk tetap menerima keuntungan yang besar.

Pertimbangan lainnya, konsumen rokok SKM golongan I dan IIA dan SPM merupakan rokok branded sehingga konsumennya sangat loyal. Konsumen rokok tersebut tidak sensitif terhadap kenaikan harga. Berapa pun harga rokok branded akan diikuti. Rokok tetap terbeli.

Lindungi SKT
Berlainan dengan rokok non-branded, konsumennya sangat rentan terhadap kenaikan harga. Mereka akan beralih ke rokok lain yang harganya lebih murah. “Karena itulah, rokok non-branded berhadapan dengan rokok ilegal yang angkanya sekarang sudah mencapai 11% dari total produksi rokok yang mencapai 360 miliar batang pada 2014,” ujarnya.

Produk SKM golongan IIB dan SKT perlu dilindungi karena bersifat padat karya. Karena itulah, jika industri harus tutup, maka dampaknya terhadap daerah akan besar karena banyak pekerja yang ter-PHK.

Bagi produsen golongan IIB, meski sudah menggunakan mesin, namun belum bisa efisien, masih padat karya, karena usia mesin sudah tua sehingga harus menggunakan operator dalam jumlah banyak. “Kalau produsen SKM golongan I, satu mesin operatornya hanya 3 orangh sehingga sangat efisien dan padat modal,” ujarnya.

Dari sisi produksi, total produksi SKM yang proporsinya 66,26% itu sebagian besar didominasi SKM golongan I. Proporsi produksi industri rokok kecil hanya sekitar 6%-7%. Dengan demikian, jika tarif cukai SKM untuk golongan I dan IIA maupun SPM dinaikkan dan SKM golongan IIB serta SKT tidak dinaikkan, maka dampak penerimaan negara dari cukai masih positif, penerimaannya tetap besar, sehingga target penerimaan Rp148,9 triliun pada 2016 bisa tercapai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya