SOLOPOS.COM - Pita cukai rokok tahun 2020. (Antara-Akhmad Nazaruddin Lathif)

Solopos.com, JAKARTA — Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives atau CISDI menilai bahwa kenaikan tarif cukai rokok tidak akan berdampak buruk terhadap perekonomian. Bahkan, kenaikan cukai hingga 45% tak mengganggu ekonomi mencapai pertumbuhan positif.

Chief Strategist CISDI Yurdhina Meilissa menjelaskan bahwa berdasarkan studi pihaknya, kenaikan tarif cukai rokok tidak serta merta berdampak negatif terhadap perekonomian makro.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Adanya potensi perbaikan kesehatan masyarakat dan perubahan belanja membuat ekonomi dapat tetap tumbuh positif.

Berdasarkan studi bertajuk Kenaikan Cukai Rokok Menguntungkan Perekonomian Indonesia, CISDI menjabarkan bahwa kenaikan tarif cukai akan menyebabkan kenaikan harga rokok lalu menurunkan permintaannya.

Baca Juga: Diancam Saat Telat Bayar Angsuran Kredit, Sejumlah Debitur di Jogja Mengadu ke OJK

Hal tersebut membuat alokasi belanja rumah tangga dari rokok beralih ke komoditas lain, juga terdapat tambahan penerimaan cukai dari kenaikan tarif cukai rokok.

“Berdasarkan hasil analisis input-output, kenaikan cukai rokok tidak serta merta berdampak buruk bagi perekonomian, seperti yang selama ini kerap dikhawatirkan. Bahkan kenaikan tarif cukai hingga 45% pun diperkirakan akan tetap menghasilkan dampak positif pada perekonomian dengan nilai output positif dan penciptaan lapangan pekerjaan,” ujar Yurdhina pada Selasa (14/12/2021) seperti dilansir Bisnis.

Dalam studinya, CISDI melakukan analisis terhadap kenaikan cukai 2020 serta melakukan perhitungan dengan asumsi kenaikan cukai 30% dan 45%. Dari berbagai perhitungan itu, semakin tinggi tarif cukai maka semakin besar penurunan permintaan rokok, tetapi belanja pemerintah dari pendapatan pajak pokok semakin meningkat sehingga efek totalnya kian positif.

Kenaikan cukai pada 2020 menurunkan pengeluaran untuk rokok hingga Rp1,38 triliun lalu mendorong kenaikan belanja pemerintah dari pendapatan pajak pokok ke Rp15,17 triliun. Alhasil, efek totalnya mencapai Rp15,14 triliun.

Baca Juga: Cobain Nih, 7 Cara Menghasilkan Cuan di Media Sosial

Adapun, kenaikan cukai 30% menurunkan permintaan rokok hingga Rp7,03 triliun dan meningkatkan pengeluaran untuk komoditas non rokok hingga Rp7,2 triliun, sehingga mendorong kenaikan belanja pemerintah Rp18,53 triliun. Hasilnya, efek total dari kebijakan itu menjadi Rp18,7 triliun, lebih besar dari efek kenaikan rata-rata cukai rokok 12,5% pada 2020.

CISDI menemukan bahwa jika tarif cukai rokok naik 45%, permintaan rokok menurun hingga Rp25,47 triliun tetapi pengeluaran untuk komoditas non rokok meningkat jadi Rp26,08 triliun. Belanja pemerintah dari pendapatan pajak pokok menjadi Rp25,6 triliun dan efek totalnya mencapai Rp26,24 triliun.

Dari sisi ketenagakerjaan, CISDI menemukan bahwa dengan tarif kenaikan cukai 2020 terdapat 75.890 lapangan kerja yang tersedia. Lalu, jika kenaikan cukai mencapai 30% akan terdapat 99.140 lapangan kerja dan jika kenaikannya 45% akan terdapat 148.810 lapangan kerja.

Menurut Yurdhina, kenaikan tarif cukai rokok yang lebih besar membuat pendapatan pekerja secara agregat akan turut meningkat, karena berkurangnya pengeluaran untuk rokok. Misalnya, dengan kenaikan 45%, efek total terhadap pendapatan pekerja akan mencapai Rp6,61 triliun atau lebih tinggi dari kebijakan tarif cukai 2020 yang memberi efek total pendapatan Rp4,07 triliun.

“Maka, kenaikan rata-rata 12% yang akan berlaku tahun depan, diperkirakan tidak akan berdampak signifikan pada kondisi ekonomi,” ujar Yurdhina pada Selasa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya