SOLOPOS.COM - Petani tembakau asal daerah lereng Merapi menjemur hasil panen mereka di proyek jalan tol Solo-Semarang di Desa Denggungan, Kecamatan Banyudono untuk mendapatkan panas matahari maksimal, Kamis (31/8/2017). Dalam beberapa hari terakhir cuaca di lereng Merapi mendung sehingga penjemuran tidak maksimal. (Akhmad Ludiyanto/JIBI/Solopos)

Petani terpaksa menjemur hasil panen tembakau di jalan tol karena cuaca di daerah asalnya, sekitar Merapi mendung.

Solopos.com, BOYOLALI—Hasil panen tembakau di lereng Merapi tahun ini lebih baik dibandingkan tahun lalu. Namun cuaca yang tidak bersahabat (mendung) di lereng gunung memaksa petani setempat harus pergi ke luar daerah untuk menjemur tembakau.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Salah satu petani asal Desa Wonodoyo, Kecamatan Cepogo, Muslih, 25 mengatakan harga tembakau rajang-kering saat ini mencapai Rp65.000 per kilogram (kg).

“Tahun ini hasil panen kualitasnya lebih bagus babandingkan tahun lalu sehingga harganya juga lebih baik. Sekarang harganya Rp65.000/kg [rajang-kering]. Kalau tahun lalu di bawah harga itu,” ujarnya saat dijumpai di Banyudono, Kamis (31/8/2017).

Hasil panen yang bagus ini menurutnya tak lepas dari cuaca yang bersahabat selama musim tanam. Namun, kendala justru dihadapi petani pascapanen. Menurutnya, cuaca di sekitar lereng Merapi pada beberapa hari terakhir mendung sehingga penjemuran tidak bisa maksimal. Petani khawatir jika cuaca seperti itu terus berlanjut, tembakau mereka akan rusak atau membusuk sehingga akan menurunkan kualitas dan harga tembakau. “Kalau tidak kering harganya jatuh. Bisa Rp25.000/kg,” imbuhnya.

Karena itu, dia dan petani lain harus “mengungsikan” tembakau ke daerah lain yang cuacanya panas. Tujuannya tak lain agar penjemuran lebih maksimal sehingga tembakau pun kering.

Salah satu lokasi yang dipilih adalah kawasan proyek jalan tol Solo-Semarang di Desa Denggungan, Kecamatan Banyudono. Di lokasi itu Muslih membawa puluhan widik (papan penjemur tembakau terbuat dari anyaman bambu) dengan mobil pikap. Sesampainya di lokasi, dia tinggal menggelar widik-widik itu di sepanjang jalan tol yang tidak dilalui kendaraan proyek. “Tembakau kan sudah ditempatkan di widik, jadi sampai sini saya tinggal menurunkan widik-widiknya itu,” kata dia.

Sementara itu, petani tembakau asal Cepogo lainnya Didik Setiawan, 27, mengatakan, di salah satu ruas jalan tol yang masih terputus tersebut dia menjemur tembakau sejak pukul 10.00 WIB hingga sekitar pukul 15.00 WIB. Menurutnya, rentang waktu tersebut cukup mengeringkan tembakau sebelum dikirim ke gudang penyerap tembaku petani di Magelang. “Di sini panasnya maksimal, jadi lima jam saja tembakau sudah kering,” kata petani asal Dusun Wonosegoro, Desa Cepogo ini.

Sementara itu, petani lain asal Cepogo, Solikin menambahkan, untuk menjemur tembakau sampai ke Banyudono ini dia harus menyediakan uang bensin untuk menempuh perjalanan sekitar satu jam sekali jalan.

Dia dan petani lain juga harus membayar Rp10.000 kepada warga untuk setiap kali datang. “Ya pasti ada uang tambahan untuk beli bensin, iuran untuk warga sini, dan uang makan. Tapi tidak masalah yang penting tembakau bisa kering sehingga kualitasnya terjaga,” kata dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya