SOLOPOS.COM - Tangkapan layar citra satelit Goole Maps yang menunjukkan area Super Camp Sakura Hills dan Lapangan Sakura Hills berwarna coklat.

Solopos.com, KARANGANYAR -- Citra setelit Google Maps yang menunjukkan Sakura Hills terlihat berwarna cokelat memunculkan berbagai spekulasi. Aktivis peduli Gunung Lawu pun belum bisa bersikap karena masih mengumpulkan fakta.

Anggota Forum Rakyat Peduli Gunung Lawu, Wahyu Sigit alias Pinjal, mengaku prihatin melihat kerusakan hutan yang diakibatkan sejumlah pihak kurang bertanggung jawab. Saat ditanya perihal hutan yang diduga gundul di area yang dikelola Sakura Hills, dia mengaku belum bisa banyak berkomentar.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pinjal menyampaikan masih mengumpulkan fakta. Namun di media sosial sudah gaduh tentang tangkapan layar Google Maps yang memperlihatkan sepetak lahan yang dikelola Sakura Hills.

"Dari citra satelit seperti pembukaan lahan. Konteks seperti apa, baru mencari data biar bisa melangkah. Kami bawa bukti lalu mengagendakan audiensi dengan pihak terkait soal itu. Ya Perhutani, pengelola wana wisata, LMDH, dan lain-lain biar enggak simpang siur."

Sementara itu, Pengelola Wana Wisata Sakura Hills di Tawangmangu, Parmin Sastro dan Muhammad Fajri, mengklaim tidak melanggar aturan pemanfaatan hutan. Mereka menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) No. 6/2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan sebagai dasar.

Parmin dan Fajri mengaku dipersilakan mengelola 13,07 hektare (ha). Sesuai aturan, mereka hanya bisa memanfaatkan 10% dari lahan yang boleh dikelola, yakni 1,3%.

"Di situ [PP] ada zona pemanfaatan terbagi menjadi jasa lingkungan (wisata), pemungutan hasil hutan bukan kayu maksimal sepuluh persen dari seluruh area. Bangunan semi permanen belum mencapai dua persen. Kami tidak merubah struktur pijakan. Ini kerja sama Perum Perhutani, LMDH, dan pengembang," tutur Parmin saat berbincang dengan wartawan, Jumat (10/1/2020).

Parmin mengetahui isu yang merebak di media sosial perihal salah satu kawasan di tengah hutan yang dikelola. Kawasan itu merupakan bekas lokasi menara pemancar TVRI. Parmin juga menempatkan fasilitas Super Camp tidak jauh dari lokasi itu.

Dia menceritakan kali pertama mendapatkan izin dari Perum Perhutani mengelola kembali lahan bekas Container Homestay. Kondisi lahan di sekitar bekas menara pemancar itu, klaim Parmin, penuh semak belukar dan tidak ada pohon yang tumbuh.

"Kami kelola, kami bersihkan semak belukar supaya bisa dihijaukan lagi. Saat itu kemarau. Lalu kami tanami bibit pohon dan rumput. Bibit bantuan DLH Karanganyar 1.500 bibit, 2.000 bibit pohon kopi, dan 1,000 bibit pohon eukaliptus, damar, aren, nangka, jeruk, dan lain-lain. Kerja sama dengan berbagai pihak termasuk LMDH," jelas dia.

Lokasi Super Camp dan outbond ada di bagian lain bukit itu. Bangunan Super Camp dari baja ringan dan bisa diangkat dipindahkan. Sesuai aturan, proses pembangunan wana wisata melibatkan pihak terkait sebagai pengawas proyek.

"Ada tujuh orang lebih mengawasi kami saat membangun Sakura Hills. Mereka mengantongi SK Pengawas Pembangunan. Ada dari Perhutani, polisi hutan, polisi setempat. Setiap hari mengecek bergiliran. Kami berharap seluruh pihak bijak menyikapi informasi. Silakan cek sehingga tidak simpang siur. Kami terbuka."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya